Pulang Pisau (ANTARA) - Kepala Desa Blanti Siam Kecamatan Pandih Batu Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah, Amin Arifin mengakui sebagian besar petani di wilayahnya yang masuk dalam program Food Estate mengalami penurunan hasil produksi padi, bahkan ada yang gagal panen.
“Salah satu faktor dikarenakan perubahan pola tanam yang dianjurkan oleh pemerintah menjadi tiga kali dalam satu tahun, sementara kebiasaan petani di desa setempat menerapkan pola dua kali tanam dalam satu tahun,” kata Amin di Pulang Pisau, Rabu.
Pemerintah, terang Amin, sebelumnya melihat situasi tanah atau lahan yang ada bisa ditanami untuk tiga kali panen, sehingga mempercepat waktu tanam. Kenyataannya, dari lahan yang dicoba seluas 1.000 hektare, hampir 90 persen petani tidak mendapatkan hasil panen yang memuaskan, meski tidak semua lahan yang gagal.
“Padahal petani sudah menyampaikan dan menegaskan bahwa kebiasaan atau tradisi petani di daerah setempat hanya dua kali tanam saja, namun pemerintah akhirnya memajukan musim tanam dengan membantu saprodi kepada petani,” terang Amin.
Baca juga: Sebagian kawasan food estate Pulpis-Kapuas belum bisa ditanami
Dari hasil gagal panen ini, lanjut Amin, dalam satu hektare lahan rata-rata petani hanya memperoleh hasil 1,5 ton, bahkan ada yang di bawah angka tersebut. Biasanya dalam satu hektare lahan, petani minimal menghasilkan 3,5 sampai 4 ton gabah. Apabila menggunakan varietas hibrida dan ditanam secara manual, hasil panen petani bisa mencapai 5-7 ton dalam satu hektare lahan.
Tidak sependapatnya petani dengan anjuran pemerintah itu dikuatkan juga dengan kebiasaan petani, karena biasanya pada November dan Desember banyak terjadi serangan tikus dan hama lainnya. Pada bulan Januari saat panen seperti ini masih dalam musim penghujan dan kencangnya angin juga membuat banyak tanaman padi yang rubuh sehingga tidak maksimal di panen.
Dengan kenyataan seperti ini, beber Amin, dari informasi yang diinginkan petani adalah kembali ke pola tanam yang sudah menjadi kebiasaan petani setempat, dan mengindahkan anjuran pemerintah tiga kali tanam dalam satu tahun yang membuat petani mengalami kerugian.
“Ada petani yang menyatakan istirahat hingga menunggu musim tanam yang tepat yaitu bulan Maret dan April. Beberapa kelompok lain juga menanam sesuai dengan tradisi petani sebelumnya karena kondisi alam yang tidak bisa dipaksakan seperti kemauan pemerintah meski didukung dengan saprodi yang lengkap,” ucap Amin.
Kepala Seksi Pemerintahan Desa Blanti Siam, Sukardi mengungkapkan, sejak hasil panen petani di desa setempat merosot, kunjungan pejabat kabupaten, provinsi maupun pusat ke desa setempat juga jauh menurun. Padahal para petani membutuhkan dukungan atas kerugian yang dialami akibat mengikuti anjuran pemerintah yang menerapkan tiga kali tanam dalam setahun.
Baca juga: 1.360 vaksin COVID-19 untuk Kapuas dialihkan ke Pulang Pisau
Baca juga: Air pasang ancam warga pesisir Pulang Pisau
“Salah satu faktor dikarenakan perubahan pola tanam yang dianjurkan oleh pemerintah menjadi tiga kali dalam satu tahun, sementara kebiasaan petani di desa setempat menerapkan pola dua kali tanam dalam satu tahun,” kata Amin di Pulang Pisau, Rabu.
Pemerintah, terang Amin, sebelumnya melihat situasi tanah atau lahan yang ada bisa ditanami untuk tiga kali panen, sehingga mempercepat waktu tanam. Kenyataannya, dari lahan yang dicoba seluas 1.000 hektare, hampir 90 persen petani tidak mendapatkan hasil panen yang memuaskan, meski tidak semua lahan yang gagal.
“Padahal petani sudah menyampaikan dan menegaskan bahwa kebiasaan atau tradisi petani di daerah setempat hanya dua kali tanam saja, namun pemerintah akhirnya memajukan musim tanam dengan membantu saprodi kepada petani,” terang Amin.
Baca juga: Sebagian kawasan food estate Pulpis-Kapuas belum bisa ditanami
Dari hasil gagal panen ini, lanjut Amin, dalam satu hektare lahan rata-rata petani hanya memperoleh hasil 1,5 ton, bahkan ada yang di bawah angka tersebut. Biasanya dalam satu hektare lahan, petani minimal menghasilkan 3,5 sampai 4 ton gabah. Apabila menggunakan varietas hibrida dan ditanam secara manual, hasil panen petani bisa mencapai 5-7 ton dalam satu hektare lahan.
Tidak sependapatnya petani dengan anjuran pemerintah itu dikuatkan juga dengan kebiasaan petani, karena biasanya pada November dan Desember banyak terjadi serangan tikus dan hama lainnya. Pada bulan Januari saat panen seperti ini masih dalam musim penghujan dan kencangnya angin juga membuat banyak tanaman padi yang rubuh sehingga tidak maksimal di panen.
Dengan kenyataan seperti ini, beber Amin, dari informasi yang diinginkan petani adalah kembali ke pola tanam yang sudah menjadi kebiasaan petani setempat, dan mengindahkan anjuran pemerintah tiga kali tanam dalam satu tahun yang membuat petani mengalami kerugian.
“Ada petani yang menyatakan istirahat hingga menunggu musim tanam yang tepat yaitu bulan Maret dan April. Beberapa kelompok lain juga menanam sesuai dengan tradisi petani sebelumnya karena kondisi alam yang tidak bisa dipaksakan seperti kemauan pemerintah meski didukung dengan saprodi yang lengkap,” ucap Amin.
Kepala Seksi Pemerintahan Desa Blanti Siam, Sukardi mengungkapkan, sejak hasil panen petani di desa setempat merosot, kunjungan pejabat kabupaten, provinsi maupun pusat ke desa setempat juga jauh menurun. Padahal para petani membutuhkan dukungan atas kerugian yang dialami akibat mengikuti anjuran pemerintah yang menerapkan tiga kali tanam dalam setahun.
Baca juga: 1.360 vaksin COVID-19 untuk Kapuas dialihkan ke Pulang Pisau
Baca juga: Air pasang ancam warga pesisir Pulang Pisau