Kupang (ANTARA) - Pengamat Politik di Kupang Nusa Tenggara Timur Jhon Tuba Helan mengatakan kemenangan dari bupati terpilih Sabu Raijua Orient Riwu Kore bisa dibatalkan setelah ada konfirmasi resmi dari Kedubes AS bahwa yang bersangkutan adalah warga negara Amerika Serikat.
"Menurut saya kemenangan dari yang bersangkutan bisa dibatalkan atau dianulir karena memang secara undang-undang yang bersangkutan tidak memenuhi syarat," katanya kepada ANTARA di Kupang, Rabu.
Hal ini disampaikan berkaitan dengan adanya temuan dalam Pilkada Sabu Raijua yang menyatakan bahwa bupati terpilih Orient Riwu Kore masih berstatus sebagai warga negara AS setelah surat konfirmasi dari kedubes AS diterima oleh Bawaslu Sabu Raijua pada Selasa (2/2).
Baca juga: KPU sebut penyelenggaraan pilkada 2024 sangat berat
Jhon Tuba Helan mengatakan bahwa untuk mekanisme pembatalan tersebut ada dan diatur dalam undang-undang no 10 tahun 2016 perubahan terhadap UU Pilkada itu sudah sangat mutlak.
Bahkan setelah dilantik juga menurut dia, bisa dibatalkan karena tidak bisa seorang kepala daerah itu warga negara asing yang sudah diatur oleh undang-undang secara jelas.
"Di UU Pilkada jelas disebut bahwa calon kepala daerah bupati dan wakil bupati, wali kota dan wakil walikota adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat. Jadi sudah jelas bahwa yang boleh menjadi kepala daerah adalah WNI," tegasnya.
Jhon juga menambahkan bahwa karena tidak memenuhi syarat sebagai karena statusnya WNA maka suara yang diperoleh juga tidak memenuhi syarat. Dan memang harus dianulir sebab ini menyangkut prinsip jadi tidak boleh terabaikan.
Menurut Jhon yang juga dosen Hukum Tata Negara di Universitas Nusa Cendana Kupang itu, Orient harusnya menyadari bahwa dirinya adalah masih warga negara AS dan jika ingin ikut dalam pilkada harus terlebih dahulu mengubah status kewarganegaraannya.
Baca juga: MK gelar sidang lanjutan 19 perkara sengketa Pilkada 2020
Jhon menilai bahwa kesalahan pertama tentunya ada pada bupati terpilih yang tahu dan mau mendaftar ikut dalam pilkada di Sabu Raijua.
Selain itu juga Jhon menilai bahwa kejadian yang terjadi di Sabu Raijua adalah juga bukti ketidaktelitian penyelenggara Pilkada yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan juga Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang kemudian meloloskan seorang warga negara AS masuk dalam Pilkada di Sabu Raijua.
Sementara itu Ketua Bawaslu Sabu Raijua Yugi Tagi Huma mengatakan bahwa sebenarnya dari awal kasus ini sudah diselidiki oleh mereka dan bahkan sudah memperingatkan KPU Sabu Raijua.
Bahkan pihaknya juga sampai mengirimkan surat ke Kedubes AS untuk menanyakan kewarganegaraan dari Orient. Surat tersebut sudah dikirim sejak awal Januari namun baru dapat balasan dari kedubes setelah adanya penetapan pemenang pilkada di Sabu Raijua.
"Suratnya baru diterima kemarin dan langsung kami buka dan Kedubes mengkonfirmasi yang bersangkutan masih berstatus warga AS," tambah dia.
Baca juga: Pelaksanaan Pilkada serentak 2024 amanat UU
Baca juga: Bupati Nadalsyah sampaikan kondisi daerah pasca pilkada Kalteng
Baca juga: Tim Sugianto-Edy: 'Mimpi' permintaan Ben-Ujang dipenuhi MK
"Menurut saya kemenangan dari yang bersangkutan bisa dibatalkan atau dianulir karena memang secara undang-undang yang bersangkutan tidak memenuhi syarat," katanya kepada ANTARA di Kupang, Rabu.
Hal ini disampaikan berkaitan dengan adanya temuan dalam Pilkada Sabu Raijua yang menyatakan bahwa bupati terpilih Orient Riwu Kore masih berstatus sebagai warga negara AS setelah surat konfirmasi dari kedubes AS diterima oleh Bawaslu Sabu Raijua pada Selasa (2/2).
Baca juga: KPU sebut penyelenggaraan pilkada 2024 sangat berat
Jhon Tuba Helan mengatakan bahwa untuk mekanisme pembatalan tersebut ada dan diatur dalam undang-undang no 10 tahun 2016 perubahan terhadap UU Pilkada itu sudah sangat mutlak.
Bahkan setelah dilantik juga menurut dia, bisa dibatalkan karena tidak bisa seorang kepala daerah itu warga negara asing yang sudah diatur oleh undang-undang secara jelas.
"Di UU Pilkada jelas disebut bahwa calon kepala daerah bupati dan wakil bupati, wali kota dan wakil walikota adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat. Jadi sudah jelas bahwa yang boleh menjadi kepala daerah adalah WNI," tegasnya.
Jhon juga menambahkan bahwa karena tidak memenuhi syarat sebagai karena statusnya WNA maka suara yang diperoleh juga tidak memenuhi syarat. Dan memang harus dianulir sebab ini menyangkut prinsip jadi tidak boleh terabaikan.
Menurut Jhon yang juga dosen Hukum Tata Negara di Universitas Nusa Cendana Kupang itu, Orient harusnya menyadari bahwa dirinya adalah masih warga negara AS dan jika ingin ikut dalam pilkada harus terlebih dahulu mengubah status kewarganegaraannya.
Baca juga: MK gelar sidang lanjutan 19 perkara sengketa Pilkada 2020
Jhon menilai bahwa kesalahan pertama tentunya ada pada bupati terpilih yang tahu dan mau mendaftar ikut dalam pilkada di Sabu Raijua.
Selain itu juga Jhon menilai bahwa kejadian yang terjadi di Sabu Raijua adalah juga bukti ketidaktelitian penyelenggara Pilkada yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan juga Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang kemudian meloloskan seorang warga negara AS masuk dalam Pilkada di Sabu Raijua.
Sementara itu Ketua Bawaslu Sabu Raijua Yugi Tagi Huma mengatakan bahwa sebenarnya dari awal kasus ini sudah diselidiki oleh mereka dan bahkan sudah memperingatkan KPU Sabu Raijua.
Bahkan pihaknya juga sampai mengirimkan surat ke Kedubes AS untuk menanyakan kewarganegaraan dari Orient. Surat tersebut sudah dikirim sejak awal Januari namun baru dapat balasan dari kedubes setelah adanya penetapan pemenang pilkada di Sabu Raijua.
"Suratnya baru diterima kemarin dan langsung kami buka dan Kedubes mengkonfirmasi yang bersangkutan masih berstatus warga AS," tambah dia.
Baca juga: Pelaksanaan Pilkada serentak 2024 amanat UU
Baca juga: Bupati Nadalsyah sampaikan kondisi daerah pasca pilkada Kalteng
Baca juga: Tim Sugianto-Edy: 'Mimpi' permintaan Ben-Ujang dipenuhi MK