Palangka Raya (ANTARA) - Akademisi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Palangkaraya (FISIP UMPR) Novianto Eko Wibowo MAP menilai, kedewasaan berpolitik di Indonesia, terkhusus di Provinsi Kalimantan Tengah, masih harus lebih diperkuat.
penilaian itu disampaikan saat memberikan materi acara Kuliah Tamu bersama Bawaslu RI bertema peluang dan tantangan Pemilu serentak 2024, sekaligus penandatanganan kerja sama antara FISIP UMPR dan Bawaslu Kota Palangka Raya, Senin.
"Hal itu tergambar dari masih maraknya politik uang, politik identitas yang mengatasnamakan SARA, penyebaran hoax serta masih banyaknya praktik kampanye hitam," ucapnya.
Selain itu, juga terindikasi dari masih rendahnya peran masyarakat dalam pengawasan partisipatif pelaksanaan pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah.
"Belum lagi, sebagian masyarakat yang datang ke TPS saat pemungutan suara juga digerakan karena imbalan uang. Maka, untuk mendorong demokrasi berkualitas, setiap yang datang ke TPS harus berdasar kesadaran, bukan karena imbalan," kata Novianto.
Sementara itu, Dekan FISIP UMPR Irwani MAP, mengatakan pada, pemilu mendatang, mayoritas pemilih didominasi pemilih pemula kalangan generasi z. Maka harus dibangun kepercayaan dalam meningkatkan partisipasi, termasuk dalam pengawasan.
Dia menambahkan, dalam rangka menciptakan pemilihan umum yang jujur, adil dan serta berkualitas FISIP UMPR, pada setiap pelaksanaan pemilihan umum juga menurunkan tim pengawas independen.
"Di FISIP UMPR pengawasan dilakukan sampai di tingkat nasional. Kita memiliki tim pemantau independen yang tersertifikasi. Kami aktif melakukan pengawasan dalam rangka menghantarkan demokrasi berjalan baik," kata Irwani.
Baca juga: Akademisi UMPR: bangun kepercayaan pemilih milenial tantangan Pemilu2024
Sementara itu Komisioner Bawaslu RI Ratna Dewi Pettalolo, selaku salah satu pemateri, mengatakan, dalam penyelenggaraan pemilu, akademisi kampus, secara individu atau kelompok dapat berperan menyukseskan pemilu.
"Baik sebagai pemantau (electoral observation dan electoral monitoring) atau pengawas pemilu (electoral supervisory)," katanya
Dalam konteks Pemilu 2024, peran akademisi sebagai pemantau dapat mencermati secara langsung bagaimana keserentakan pemilu dilaksanakan, serta melihat permasalahan-permasalahan yang muncul.
Selain itu, dapat juga menjadi pihak pelapor apabila menemukan adanya dugaan pelanggaran dalam proses penyelenggaraan pemilu-pemilihan.
"Sementara sebagai pengawas pemilu, dapat mengintervensi proses pemilu-pemilihan lebih maksimal, karena diberikan banyak wewenang oleh Undang-Undang," katanya.
Baca juga: Akademisi FISIP UMPR apresiasi penanganan COVID-19 di Palangka Raya
Baca juga: Akademisi: Program Lumbung Sosial harus diikuti pengawasan ketat
penilaian itu disampaikan saat memberikan materi acara Kuliah Tamu bersama Bawaslu RI bertema peluang dan tantangan Pemilu serentak 2024, sekaligus penandatanganan kerja sama antara FISIP UMPR dan Bawaslu Kota Palangka Raya, Senin.
"Hal itu tergambar dari masih maraknya politik uang, politik identitas yang mengatasnamakan SARA, penyebaran hoax serta masih banyaknya praktik kampanye hitam," ucapnya.
Selain itu, juga terindikasi dari masih rendahnya peran masyarakat dalam pengawasan partisipatif pelaksanaan pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah.
"Belum lagi, sebagian masyarakat yang datang ke TPS saat pemungutan suara juga digerakan karena imbalan uang. Maka, untuk mendorong demokrasi berkualitas, setiap yang datang ke TPS harus berdasar kesadaran, bukan karena imbalan," kata Novianto.
Sementara itu, Dekan FISIP UMPR Irwani MAP, mengatakan pada, pemilu mendatang, mayoritas pemilih didominasi pemilih pemula kalangan generasi z. Maka harus dibangun kepercayaan dalam meningkatkan partisipasi, termasuk dalam pengawasan.
Dia menambahkan, dalam rangka menciptakan pemilihan umum yang jujur, adil dan serta berkualitas FISIP UMPR, pada setiap pelaksanaan pemilihan umum juga menurunkan tim pengawas independen.
"Di FISIP UMPR pengawasan dilakukan sampai di tingkat nasional. Kita memiliki tim pemantau independen yang tersertifikasi. Kami aktif melakukan pengawasan dalam rangka menghantarkan demokrasi berjalan baik," kata Irwani.
Baca juga: Akademisi UMPR: bangun kepercayaan pemilih milenial tantangan Pemilu2024
Sementara itu Komisioner Bawaslu RI Ratna Dewi Pettalolo, selaku salah satu pemateri, mengatakan, dalam penyelenggaraan pemilu, akademisi kampus, secara individu atau kelompok dapat berperan menyukseskan pemilu.
"Baik sebagai pemantau (electoral observation dan electoral monitoring) atau pengawas pemilu (electoral supervisory)," katanya
Dalam konteks Pemilu 2024, peran akademisi sebagai pemantau dapat mencermati secara langsung bagaimana keserentakan pemilu dilaksanakan, serta melihat permasalahan-permasalahan yang muncul.
Selain itu, dapat juga menjadi pihak pelapor apabila menemukan adanya dugaan pelanggaran dalam proses penyelenggaraan pemilu-pemilihan.
"Sementara sebagai pengawas pemilu, dapat mengintervensi proses pemilu-pemilihan lebih maksimal, karena diberikan banyak wewenang oleh Undang-Undang," katanya.
Baca juga: Akademisi FISIP UMPR apresiasi penanganan COVID-19 di Palangka Raya
Baca juga: Akademisi: Program Lumbung Sosial harus diikuti pengawasan ketat