Palangka Raya (ANTARA) - "Ya Allah, sulitnya mencari minyak goreng murah sekarang, bagi kami pedagang makanan, hal ini sangat berpengaruh," kata Ikhsan, salah satu pedagang makanan di Kota Palangka Raya, Selasa.
Hampir setiap hari dirinya harus mencari minyak goreng murah karena takut kehabisan stok di pasaran.
Setiap hari para pedagang makanan seperti Ikhsan merasa khawatir kehabisan persediaan minyak goreng, bisnis makanan yang ia geluti saat ini sangat tergantung dengan salah satu bahan pokok tersebut.
"Kalau kami menggunakan minyak goreng yang mahal, otomatis juga harus menaikkan harga jual produksi. Kalau itu terjadi, konsumen jauh berkurang minat belinya. Apalagi banyak warga kita yang terdampak perekonomiannya akibat pandemi COVID-19," jelasnya.
Dia berharap pemerintah secepatnya untuk mencari solusi untuk mengatasi kelangkaan minyak goreng yang terjadi, khususnya di Kota Palangka Raya dan Kalimantan Tengah pada umumnya.
Pemerintah sudah menetapkan harga jual minyak goreng curah di pasaran sebesar Rp11.500 per liter, minyak goreng kemasan sederhana Rp13.500 per liter, dan minyak goreng kemasan premium Rp14.000 per liter, yang telah diberlakukan sejak 1 Februari 2022.
Hal itu sebagai salah satu upaya untuk menekan melonjaknya harga minyak goreng di pasaran, namun sampai saat ini ketersediaan stoknya sangat sedikit.
Anggota DPR RI asal Kalimantan Tengah Agustiar Sabran pernah mengatakan, kejadian hilangnya minyak goreng di pasaran cukup membingungkan.
Indonesia salah satu negara penghasil minyak kelapa sawit terbesar dunia dan itu merupakan bahan utama untuk memproduksi minyak goreng, sehingga membingungkan ketika salah satu kebutuhan pokok tersebut langka di pasaran.
Ia mengingatkan pemerintah pusat untuk memperhatikan Kalimantan Tengah yang memiliki areal perkebunan kelapa sawit cukup luas, namun kelangkaan minyak goreng malah terjadi di provinsi ini.
"Kelangkaan minyak goreng di tengah-tengah hamparan buah sawit dan pabrik minyaknya itu menurut kami cukup aneh, karena sampai saat ini tidak ada pabrik CPO yang stop produksi, bahkan hasilnya dipastikan mampu memenuhi kebutuhan pasar," jelasnya.
Ia prihatin ketika melihat antrean panjang masyarakat berebut untuk mendapatkan minyak goreng. Banyaknya pengantre tidak main-main, ratusan orang rela membuang waktu demi mendapatkan lima liter minyak goreng, ketika sedang ada operasi pasar yang diselenggarakan pemerintah daerah beserta mitranya.
Agustiar Sabran mewanti-wanti pemerintah supaya masalah kelangkaan minyak goreng harus segera diatasi. Ia khawatir apabila masyarakat sudah habis kesabarannya, malah menimbulkan konflik yang membuat suasana di tengah-tengah masyarakat menjadi tidak kondusif.
Sementara itu, Staf Khusus Menteri Pertanian Bidang Komunikasi Pembangunan Pertanian, Yesiah Ery Tamalagi, mengungkapkan yang dapat menyelesaikan masalah kelangkaan minyak goreng ini adalah tim dari aparat penegak hukum.
Ketegasan dari aparat penegak hukum menjadi salah satu kunci jawaban untuk mengatasi kelangkaan minyak goreng. Berdasarkan analisa dan pengakuan para pengusaha kelapa sawit, ketersediaan minyak CPO untuk domestik sangat mencukupi.
"Jujur saja, hasil produksi CPO Indonesia cukup baik. Jadi sepertinya yang salah adalah jalur distribusinya, hal tersebut harus diusut tuntas oleh aparat penegak hukum. Sudah terbukti banyak yang tertangkap melakukan penimbunan, namun itu masih sebagian kecil saja," ujar Ery.
Ketika dikaitkan dengan kondisi kelangkaan minyak goreng dengan melimpahnya hasil perkebunan kelapa sawit di Kalteng, Ery mengingatkan kepada para pengusaha yang ada di provinsi tersebut agar dapat lebih tanggap dan peduli kepada masyarakat sekitar.
Perusahaan besar sawit swasta tidak boleh lupa untuk membantu menyediakan minyak goreng bagi masyarakat di Kalteng, karena hasil sumber daya alamnya juga harus dinikmati oleh warga daerah setempat.
Ery memuji langkah beberapa perusahaan perkebunan sawit di Kalteng yang mau menggelar dan menyediakan pasar murah minyak goreng bagi masyarakat setempat. Hal itu harusnya ditiru oleh semua perusahaan perkebunan sawit.
Pasokan mencukupi
Merespons permasalahan tersebut, Ketua Bidang Komunikasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Tofan Mahdi, mengungkapkan, bahwa hasil produksi minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) Indonesia pada tahun 2021 mencapai 50 juta ton.
"50 juta ton minyak sawit mentah itu, 16 juta ton diserap oleh kebutuhan domestik, dan 34 juta tonnya untuk pasar ekspor. Seharusnya itu sudah cukup, dan memenuhi kebutuhan bahan baku minyak goreng di Indonesia," jelas Tofan.
Ia memperkirakan, kenaikan harga minyak goreng beberapa waktu lalu itu akibat tingginya harga CPO global yang menembus 1.600 dolar per ton. Melonjaknya harga tersebut berdampak terhadap biaya produksi minyak goreng untuk masyarakat.
Apalagi ditambah dengan kondisi menjelang puasa dan lebaran yang biasanya tingkat konsumsi masyarakat terhadap minyak goreng meningkat.
Ia menilai, pemerintah telah berupaya maksimal untuk menekan lonjakan harga minyak goreng, dari operasi pasar sampai pemberian subsidi bagi perusahaan untuk memproduksi minyak goreng.
"Sebelumnya pemerintah melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit telah mengalokasikan anggaran sekira Rp7,2 triliun untuk pemberian subsidi minyak goreng. Namun, dalam perjalanannya ketersediaannya di pasaran masih cukup sulit dicari," ungkapnya.
Oleh karena itu, melalui kebijakan kewajiban pasok dalam negeri atau domestic market obligation (DMO) yang dibarengi dengan penetapan harga atau domestic price obligation (DPO) minyak sawit, ia masih melihat bagaimana proses perkembangan selanjutnya.
Pengawasan distribusi
Sementara itu GAPKI Kalimantan Tengah juga menegaskan bahwa kondisi saat ini yang bermasalah adalah jalur distribusi minyak gorengnya, sedangkan hasil produksi CPO masih memenuhi target nasional untuk kebutuhan pasar domestik.
"Kalau produksi minyak kelapa sawit sangat aman, bahkan harusnya tidak ada masalah dengan ketersediaan minyak goreng, tapi kalau ditanyakan kenapa langka, kami hanya bisa menduga ada benang kusut pada jalur distribusinya," kata Ketua GAPKI Kalteng, Dwi Dharmawan.
Ia menerangkan, tidak semua perusahaan perkebunan sawit memiliki pabrik minyak goreng. Namun juga sebaliknya, tidak semua pabrik minyak goreng memiliki kebun sawit.
Saat ini untuk menjadi pahlawan bagi negara tidak harus berperang, tidak harus angkat senjata, namun cukup dengan menonjolkan kepedulian terhadap masalah dan memberikan solusi serta jalan keluarnya.
Perusahaan-perusahaan perkebunan sawit yang ada di Kalteng, diharapkan mampu menjadi pahlawan dengan membantu menyediakan minyak goreng murah bagi masyarakat, sehingga tidak terjadi lagi kelangkaan di pasaran.
Selain itu, masyarakat juga diminta jangan panik dan melakukan pembelian gila-gilan karena ketakutan kehabisan stok minyak goreng atau "panic buying" karena justru akan membuat situasi menjadi lebih buruk.
Baca juga: Gelar operasi pasar, Pemkab Bartim sediakan 2.400 liter minyak goreng
Baca juga: Disperindag Palangka Raya kembali operasi pasar minyak goreng murah
Baca juga: PT Jhonlin bangun pabrik minyak goreng berkapasitas 160 ton per hari
Hampir setiap hari dirinya harus mencari minyak goreng murah karena takut kehabisan stok di pasaran.
Setiap hari para pedagang makanan seperti Ikhsan merasa khawatir kehabisan persediaan minyak goreng, bisnis makanan yang ia geluti saat ini sangat tergantung dengan salah satu bahan pokok tersebut.
"Kalau kami menggunakan minyak goreng yang mahal, otomatis juga harus menaikkan harga jual produksi. Kalau itu terjadi, konsumen jauh berkurang minat belinya. Apalagi banyak warga kita yang terdampak perekonomiannya akibat pandemi COVID-19," jelasnya.
Dia berharap pemerintah secepatnya untuk mencari solusi untuk mengatasi kelangkaan minyak goreng yang terjadi, khususnya di Kota Palangka Raya dan Kalimantan Tengah pada umumnya.
Pemerintah sudah menetapkan harga jual minyak goreng curah di pasaran sebesar Rp11.500 per liter, minyak goreng kemasan sederhana Rp13.500 per liter, dan minyak goreng kemasan premium Rp14.000 per liter, yang telah diberlakukan sejak 1 Februari 2022.
Hal itu sebagai salah satu upaya untuk menekan melonjaknya harga minyak goreng di pasaran, namun sampai saat ini ketersediaan stoknya sangat sedikit.
Anggota DPR RI asal Kalimantan Tengah Agustiar Sabran pernah mengatakan, kejadian hilangnya minyak goreng di pasaran cukup membingungkan.
Indonesia salah satu negara penghasil minyak kelapa sawit terbesar dunia dan itu merupakan bahan utama untuk memproduksi minyak goreng, sehingga membingungkan ketika salah satu kebutuhan pokok tersebut langka di pasaran.
Ia mengingatkan pemerintah pusat untuk memperhatikan Kalimantan Tengah yang memiliki areal perkebunan kelapa sawit cukup luas, namun kelangkaan minyak goreng malah terjadi di provinsi ini.
"Kelangkaan minyak goreng di tengah-tengah hamparan buah sawit dan pabrik minyaknya itu menurut kami cukup aneh, karena sampai saat ini tidak ada pabrik CPO yang stop produksi, bahkan hasilnya dipastikan mampu memenuhi kebutuhan pasar," jelasnya.
Ia prihatin ketika melihat antrean panjang masyarakat berebut untuk mendapatkan minyak goreng. Banyaknya pengantre tidak main-main, ratusan orang rela membuang waktu demi mendapatkan lima liter minyak goreng, ketika sedang ada operasi pasar yang diselenggarakan pemerintah daerah beserta mitranya.
Agustiar Sabran mewanti-wanti pemerintah supaya masalah kelangkaan minyak goreng harus segera diatasi. Ia khawatir apabila masyarakat sudah habis kesabarannya, malah menimbulkan konflik yang membuat suasana di tengah-tengah masyarakat menjadi tidak kondusif.
Sementara itu, Staf Khusus Menteri Pertanian Bidang Komunikasi Pembangunan Pertanian, Yesiah Ery Tamalagi, mengungkapkan yang dapat menyelesaikan masalah kelangkaan minyak goreng ini adalah tim dari aparat penegak hukum.
Ketegasan dari aparat penegak hukum menjadi salah satu kunci jawaban untuk mengatasi kelangkaan minyak goreng. Berdasarkan analisa dan pengakuan para pengusaha kelapa sawit, ketersediaan minyak CPO untuk domestik sangat mencukupi.
"Jujur saja, hasil produksi CPO Indonesia cukup baik. Jadi sepertinya yang salah adalah jalur distribusinya, hal tersebut harus diusut tuntas oleh aparat penegak hukum. Sudah terbukti banyak yang tertangkap melakukan penimbunan, namun itu masih sebagian kecil saja," ujar Ery.
Ketika dikaitkan dengan kondisi kelangkaan minyak goreng dengan melimpahnya hasil perkebunan kelapa sawit di Kalteng, Ery mengingatkan kepada para pengusaha yang ada di provinsi tersebut agar dapat lebih tanggap dan peduli kepada masyarakat sekitar.
Perusahaan besar sawit swasta tidak boleh lupa untuk membantu menyediakan minyak goreng bagi masyarakat di Kalteng, karena hasil sumber daya alamnya juga harus dinikmati oleh warga daerah setempat.
Ery memuji langkah beberapa perusahaan perkebunan sawit di Kalteng yang mau menggelar dan menyediakan pasar murah minyak goreng bagi masyarakat setempat. Hal itu harusnya ditiru oleh semua perusahaan perkebunan sawit.
Pasokan mencukupi
Merespons permasalahan tersebut, Ketua Bidang Komunikasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Tofan Mahdi, mengungkapkan, bahwa hasil produksi minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) Indonesia pada tahun 2021 mencapai 50 juta ton.
"50 juta ton minyak sawit mentah itu, 16 juta ton diserap oleh kebutuhan domestik, dan 34 juta tonnya untuk pasar ekspor. Seharusnya itu sudah cukup, dan memenuhi kebutuhan bahan baku minyak goreng di Indonesia," jelas Tofan.
Ia memperkirakan, kenaikan harga minyak goreng beberapa waktu lalu itu akibat tingginya harga CPO global yang menembus 1.600 dolar per ton. Melonjaknya harga tersebut berdampak terhadap biaya produksi minyak goreng untuk masyarakat.
Apalagi ditambah dengan kondisi menjelang puasa dan lebaran yang biasanya tingkat konsumsi masyarakat terhadap minyak goreng meningkat.
Ia menilai, pemerintah telah berupaya maksimal untuk menekan lonjakan harga minyak goreng, dari operasi pasar sampai pemberian subsidi bagi perusahaan untuk memproduksi minyak goreng.
"Sebelumnya pemerintah melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit telah mengalokasikan anggaran sekira Rp7,2 triliun untuk pemberian subsidi minyak goreng. Namun, dalam perjalanannya ketersediaannya di pasaran masih cukup sulit dicari," ungkapnya.
Oleh karena itu, melalui kebijakan kewajiban pasok dalam negeri atau domestic market obligation (DMO) yang dibarengi dengan penetapan harga atau domestic price obligation (DPO) minyak sawit, ia masih melihat bagaimana proses perkembangan selanjutnya.
Pengawasan distribusi
Sementara itu GAPKI Kalimantan Tengah juga menegaskan bahwa kondisi saat ini yang bermasalah adalah jalur distribusi minyak gorengnya, sedangkan hasil produksi CPO masih memenuhi target nasional untuk kebutuhan pasar domestik.
"Kalau produksi minyak kelapa sawit sangat aman, bahkan harusnya tidak ada masalah dengan ketersediaan minyak goreng, tapi kalau ditanyakan kenapa langka, kami hanya bisa menduga ada benang kusut pada jalur distribusinya," kata Ketua GAPKI Kalteng, Dwi Dharmawan.
Ia menerangkan, tidak semua perusahaan perkebunan sawit memiliki pabrik minyak goreng. Namun juga sebaliknya, tidak semua pabrik minyak goreng memiliki kebun sawit.
Saat ini untuk menjadi pahlawan bagi negara tidak harus berperang, tidak harus angkat senjata, namun cukup dengan menonjolkan kepedulian terhadap masalah dan memberikan solusi serta jalan keluarnya.
Perusahaan-perusahaan perkebunan sawit yang ada di Kalteng, diharapkan mampu menjadi pahlawan dengan membantu menyediakan minyak goreng murah bagi masyarakat, sehingga tidak terjadi lagi kelangkaan di pasaran.
Selain itu, masyarakat juga diminta jangan panik dan melakukan pembelian gila-gilan karena ketakutan kehabisan stok minyak goreng atau "panic buying" karena justru akan membuat situasi menjadi lebih buruk.
Baca juga: Gelar operasi pasar, Pemkab Bartim sediakan 2.400 liter minyak goreng
Baca juga: Disperindag Palangka Raya kembali operasi pasar minyak goreng murah
Baca juga: PT Jhonlin bangun pabrik minyak goreng berkapasitas 160 ton per hari