Sampit (ANTARA) - Anggota Komisi DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur Kalimantan Timur Muhammad Abadi menyarankan pemerintah kabupaten mengevaluasi potensi pendapatan asli daerah (PAD) di sektor perkebunan karena diperkirakan masih cukup besar.
"Selama ini yang belum kita maksimalkan adalah salah satunya terkait PBB (pajak bumi dan bangunan) . Mungkin ada perkebunan yang kebunnya berada di luar HGU. Ini bisa ditindaklanjuti bersama," kata Abadi di Sampit, Kamis.
Menurut Abadi, perekonomian Kotawaringin Timur paling tinggi di Kalimantan Tengah. Capaian ini bisa terus ditingkatkan jika potensi PAD bisa terus dioptimalkan.
Perkebunan kelapa sawit adalah salah satu sektor yang bisa dioptimalkan dalam menggali PAD, khususnya melalui pemungutan PBB. Untuk itu perlu didata ulang dan dievaluasi objek pajak di sektor perkebunan.
Data yang valid akan berdampak terhadap capaian PAD dari PBB. Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) perlu turun ke lapangan untuk mendata potensi-potensi-potensi PAD yang ada di sektor perkebunan.
Jika ada kebun yang ditanam di luar HGU, Abadi meminta pemerintah daerah tegas memprosesnya sesuai aturan. Tidak boleh ada toleransi karena tindakan tersebut juga merugikan masyarakat dan daerah.
"Daerah dirugikan dan ini bisa memicu konflik horizontal dengan masyarakat. Selama ini memang perusahaan tidak pernah menyampaikan secara jelas, objek mana saja yang sudah dibayar pajaknya dan mana yang belum," ujar Abadi.
Baca juga: Legislator: Petani Kotim masih terkendala modal
Politisi yang merupakan Ketua Fraksi PKB ini mengatakan, DPRD juga akan mendukung upaya tersebut dengan memanggil perusahaan perkebunan jika ada diindikasikan kebun mereka meluas hingga ke luar HGU.
Untuk melakukan upaya itu, Abadi menyarankan dibentuk tim yang melibatkan banyak pihak terkait, termasuk dari instansi penegak hukum. Perlu diteliti, termasuk jika ada indikasi perusahaan yang menghindari pajak.
"Evaluasi itu perlu. Kalau ada yang melanggar maka bisa diberi sanksi sehingga upaya kita menggali PAD bisa maksimal," demikian Abadi.
Berdasarkan pada Pasal 12 Ayat (1) Huruf A Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah bahwa Pemegang HGU berkewajiban untuk membayar uang pemasukan kepada Negara.
Pasal tersebut menegaskan bahwa pemegang HGU berkewajiban untuk membayar uang pemasukan kepada Negara serta melaksanakan usaha pertanian, perkebunan, perikanan dan/atau peternakan sesuai peruntukan dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya.
Baca juga: Pemkab Kotim diminta permudah pembuatan STDB perkebunan
Baca juga: Ketua DPRD Kotim khawatir balap liar menimbulkan korban jiwa
Baca juga: Ketua DPRD Kotim khawatir balap liar menimbulkan korban jiwa
"Selama ini yang belum kita maksimalkan adalah salah satunya terkait PBB (pajak bumi dan bangunan) . Mungkin ada perkebunan yang kebunnya berada di luar HGU. Ini bisa ditindaklanjuti bersama," kata Abadi di Sampit, Kamis.
Menurut Abadi, perekonomian Kotawaringin Timur paling tinggi di Kalimantan Tengah. Capaian ini bisa terus ditingkatkan jika potensi PAD bisa terus dioptimalkan.
Perkebunan kelapa sawit adalah salah satu sektor yang bisa dioptimalkan dalam menggali PAD, khususnya melalui pemungutan PBB. Untuk itu perlu didata ulang dan dievaluasi objek pajak di sektor perkebunan.
Data yang valid akan berdampak terhadap capaian PAD dari PBB. Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) perlu turun ke lapangan untuk mendata potensi-potensi-potensi PAD yang ada di sektor perkebunan.
Jika ada kebun yang ditanam di luar HGU, Abadi meminta pemerintah daerah tegas memprosesnya sesuai aturan. Tidak boleh ada toleransi karena tindakan tersebut juga merugikan masyarakat dan daerah.
"Daerah dirugikan dan ini bisa memicu konflik horizontal dengan masyarakat. Selama ini memang perusahaan tidak pernah menyampaikan secara jelas, objek mana saja yang sudah dibayar pajaknya dan mana yang belum," ujar Abadi.
Baca juga: Legislator: Petani Kotim masih terkendala modal
Politisi yang merupakan Ketua Fraksi PKB ini mengatakan, DPRD juga akan mendukung upaya tersebut dengan memanggil perusahaan perkebunan jika ada diindikasikan kebun mereka meluas hingga ke luar HGU.
Untuk melakukan upaya itu, Abadi menyarankan dibentuk tim yang melibatkan banyak pihak terkait, termasuk dari instansi penegak hukum. Perlu diteliti, termasuk jika ada indikasi perusahaan yang menghindari pajak.
"Evaluasi itu perlu. Kalau ada yang melanggar maka bisa diberi sanksi sehingga upaya kita menggali PAD bisa maksimal," demikian Abadi.
Berdasarkan pada Pasal 12 Ayat (1) Huruf A Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah bahwa Pemegang HGU berkewajiban untuk membayar uang pemasukan kepada Negara.
Pasal tersebut menegaskan bahwa pemegang HGU berkewajiban untuk membayar uang pemasukan kepada Negara serta melaksanakan usaha pertanian, perkebunan, perikanan dan/atau peternakan sesuai peruntukan dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya.
Baca juga: Pemkab Kotim diminta permudah pembuatan STDB perkebunan
Baca juga: Ketua DPRD Kotim khawatir balap liar menimbulkan korban jiwa
Baca juga: Ketua DPRD Kotim khawatir balap liar menimbulkan korban jiwa