Palangka Raya (ANTARA) - Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah Iman Wijaya melalui Kasi Penkum, Dodik Mahendra menyatakan bahwa sejak diluncurkannya program Restoratif Justice (RJ) atau Keadilan Restoratif pada tahun 2020, sudah ada 60 perkara pidana yang dihentikan penuntutannya di seluruh jajaran kejaksaan negeri setempat.

"Dari 60 perkara tindak pidana yang dihentikan penuntutannya itu, didominasi perkara pencurian, penipuan, penadahan dan penggelapan," kata Dodik di Palangka Raya, Kamis.

Hal tersebut disampaikan dirinya pada saat menjadi nara sumber acara podcast BARA Kalteng salah satu program unggulan dari Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA Biro Kalteng yang dilaksanakan di ruang press conference Penkum Kejati Kalteng di Jalan Imam Bonjol Palangka Raya.

Dia menjelaskan keadilan restoratif merupakan penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban dan pihak lain yang terkait, tanpa harus melalui persidangan di Pengadilan Negeri. 

"Adapun dasar RJ ini adalah Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif," kata Doddy.

Tujuan RJ ini sebagai upaya mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan keseimbangan perlindungan dan kepentingan korban dan pelaku (tersangka) yang tidak berorientasi pada pembalasan.

Kasi Penkum Kejati Kalteng itu mengatakan, penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dilaksanakan dengan berasaskan keadilan, kepentingan umum, proporsionalitas, pidana sebagai jalan terakhir, dan cepat.

"Keadilan restoratif merupakan suatu kebutuhan hukum masyarakat dan sebuah mekanisme yang harus dibangun dalam pelaksanaan kewenangan penuntutan dan pembaharuan sistem peradilan pidana," jelasnya.

Menurutnya perkara tindak pidana bisa dihentikan penuntutannya asalkan memenuhi persyaratan. Syarat itu diantaranya tersangka/pelaku baru pertama kali berbuat pidana, tindak pidana yang diperbuat hanya diancam denda atau penjara tidak lebih dari lima tahun.

Baca juga: Tim Kejati kumpulkan bukti soal korupsi dana hibah KONI

Kemudian pidana yang dilakukan dengan nilai barang bukti atau kerugian yang ditimbulkan di bawah Rp.2,5 juta dan terjadi kesepakatan perdamaian antara korban dan pelaku yang ditandatangani oleh korban, pelaku dan dua orang saksi dengan diketahui oleh Penuntut Umum serta masyarakat merespons positif.

"Apabila kesepakatan perdamaian tidak berhasil atau pemenuhan kewajiban tidak dilaksanakan sesuai kesepakatan perdamaian maka perkara pidana dilimpahkan ke pengadilan," tuturnya.

Dia menyebutkan tidak semua perkara pidana bisa dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif. Sekurangnya ada lima tindak pidana yang dikecualikan yakni tindak pidana terhadap keamanan negara seperti perkara martabat Presiden dan Wapres, ketertiban umum dan kesusilaan.

Kemudian pidana yang diancam di atas lima tahun, korupsi, kejahatan narkotika, lingkungan hidup dan tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi/perusahaan.

Terkait adanya kekuatiran program tersebut akan disalahgunakan oleh oknum, pejabat kejaksaan penyandang pangkat dua melati ini menyakini hal tersebut sulit terjadi. Alasannya pengawasan pemberian keadilan restoratif dilakukan secara berjenjang dan berlapis. 

"Jangan khawatir karena pengawasan pemberian keadilan restoratif dilakukan secara berjenjang dan berlapis dimulai dari Kasi Pidum, Kajari, Asisten Pidum, Kajati dan terakhir supervisi dan penentuan persetujuan di JAM Pidum," demikian Dodik Mahendra.

Baca juga: Kejati periksa duta besar hingga polisi sebagai saksi kasus lahan Pertamina

Baca juga: Terdakwa kasus narkoba divonis bebas, kejaksaan Palangka Raya ajukan Kasasi

Baca juga: Kajati Kalteng: Niat baik RHL jangan sampai timbulkan masalah baru

Pewarta : Fernando Rajagukguk
Uploader : Admin 3
Copyright © ANTARA 2024