New York (ANTARA) - Harga minyak menguat pada akhir perdagangan Senin (Selasa pagi WIB), didorong dolar AS yang terus merosot dari tertinggi multi-dekade dan ekspektasi permintaan yang lebih lemah karena kekhawatiran pasokan meningkat menjelang musim dingin.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober terangkat 99 sen atau 1,10 persen, menjadi menetap di 87,78 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
Sementara itu, minyak mentah Brent untuk pengiriman November bertambah 1,16 dolar atau hampir 1,3 persen ditutup menjadi 94 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.
Dolar AS yang melemah memberi daya apung pada harga minyak. Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya, turun 0,62 persen menjadi 108,3300 pada akhir perdagangan Senin (12/9/2022), menyusul penurunan 0,64 persen di sesi sebelumnya. Secara historis, harga minyak berbanding terbalik dengan harga dolar AS.
Sementara itu, kekhawatiran resesi global terus membebani pasar. Komentar terbaru dari pejabat Federal Reserve memperkuat pesan untuk memprioritaskan memerangi inflasi atas pertumbuhan ekonomi. Kenaikan suku bunga 75 basis poin dari Bank Sentral Eropa pekan lalu menambah kekhawatiran bahwa pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat akan merugikan permintaan minyak.
Pasokan minyak global diperkirakan akan semakin ketat ketika embargo Uni Eropa terhadap minyak Rusia mulai berlaku pada 5 Desember.
G7 akan menerapkan batas harga minyak Rusia untuk membatasi pendapatan ekspor minyak negara itu, berusaha untuk menghukum Moskow atas invasi ke Ukraina, sambil mengambil langkah-langkah untuk memastikan bahwa minyak masih bisa mengalir ke negara-negara berkembang.
Sementara itu, cadangan minyak darurat AS turun 8,4 juta barel menjadi 434,1 juta barel dalam pekan yang berakhir 9 September, level terendah sejak Oktober 1984, menurut data yang dirilis pada Senin (12/9/2022) oleh Departemen Energi AS.
Untuk pekan yang berakhir Jumat (9/9/2022), WTI turun 0,1 persen, sementara Brent turun 0,2 persen, berdasarkan kontrak bulan depan.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober terangkat 99 sen atau 1,10 persen, menjadi menetap di 87,78 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
Sementara itu, minyak mentah Brent untuk pengiriman November bertambah 1,16 dolar atau hampir 1,3 persen ditutup menjadi 94 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.
Dolar AS yang melemah memberi daya apung pada harga minyak. Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya, turun 0,62 persen menjadi 108,3300 pada akhir perdagangan Senin (12/9/2022), menyusul penurunan 0,64 persen di sesi sebelumnya. Secara historis, harga minyak berbanding terbalik dengan harga dolar AS.
Sementara itu, kekhawatiran resesi global terus membebani pasar. Komentar terbaru dari pejabat Federal Reserve memperkuat pesan untuk memprioritaskan memerangi inflasi atas pertumbuhan ekonomi. Kenaikan suku bunga 75 basis poin dari Bank Sentral Eropa pekan lalu menambah kekhawatiran bahwa pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat akan merugikan permintaan minyak.
Pasokan minyak global diperkirakan akan semakin ketat ketika embargo Uni Eropa terhadap minyak Rusia mulai berlaku pada 5 Desember.
G7 akan menerapkan batas harga minyak Rusia untuk membatasi pendapatan ekspor minyak negara itu, berusaha untuk menghukum Moskow atas invasi ke Ukraina, sambil mengambil langkah-langkah untuk memastikan bahwa minyak masih bisa mengalir ke negara-negara berkembang.
Sementara itu, cadangan minyak darurat AS turun 8,4 juta barel menjadi 434,1 juta barel dalam pekan yang berakhir 9 September, level terendah sejak Oktober 1984, menurut data yang dirilis pada Senin (12/9/2022) oleh Departemen Energi AS.
Untuk pekan yang berakhir Jumat (9/9/2022), WTI turun 0,1 persen, sementara Brent turun 0,2 persen, berdasarkan kontrak bulan depan.