Jakarta (ANTARA) - Mantan wakil menteri hukum dan hak asasi manusia Denny Indrayana membantah isu bocornya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada perkara Nomor: 114/PUU-XX/2022 terkait gugatan terhadap sistem proporsional terbuka pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
"Tidak ada putusan yang bocor, karena kita semua tahu memang belum ada putusannya," kata Denny dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa.
Denny menjelaskan bahwa dirinya memilih frasa "mendapatkan informasi" dan bukan "mendapatkan bocoran". Selain itu, dia mengklaim bahwa dirinya menulis "MK akan memutuskan".
"Masih 'akan', belum diputuskan," tambahnya.
Lebih lanjut, Denny menegaskan bahwa tidak ada pembocoran rahasia negara dalam pesan yang dia sampaikan kepada publik.
Dia menegaskan bahwa rahasia putusan MK tentu ada di lembaga tersebut, sementara informasi yang ia peroleh bukan dari lingkungan MK, bukan dari hakim konstitusi maupun elemen lain di MK.
"Ini perlu saya tegaskan, supaya tidak ada langkah mubazir melakukan pemeriksaan di lingkungan MK, padahal informasi yang saya dapat bukan dari pihak-pihak di MK," ucapnya.
Dalam penjelasannya, Denny juga sempat menyinggung cuitan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD yang menggunakan frasa "info A1".
Denny meluruskan bahwa ia tidak menggunakan istilah "informasi dari A1" karena frasa tersebut mengandung makna informasi rahasia yang sering dari intelijen.
"Saya menggunakan frasa informasi dari 'orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya'," sanggahnya.
Melalui penjelasannya itu, Denny menyampaikan harapan agar putusan MK tidak mengembalikan sistem pemilu proporsional menjadi tertutup. Menurut dia, pilihan sistem pemilu legislatif bukan wewenang proses persidangan di MK, melainkan ranah proses legislasi di parlemen.
"Supaya juga putusan yang berpotensi mengubah sistem pemilu di tengah jalan itu tidak menimbulkan kekacauan persiapan pemilu," tambahnya.
Sebelumnya, Mahfud MD meminta Polri dan MK mengusut dugaan kebocoran informasi soal putusan terkait sistem pileg. Pasalnya, kata Mahfud lewat akun Twitter resminya @mohmahfudmd, putusan MK belum dibacakan masih berstatus sebagai rahasia negara.
"Terlepas dari apa pun, putusan MK tak boleh dibocorkan sebelum dibacakan. Info dari Denny ini jadi preseden buruk, bisa dikategorikan pembocoran rahasia negara. Polisi harus selidiki info A1 yang katanya menjadi sumber Denny agar tak jadi spekulasi yang mengandung fitnah," kata Mahfud.
Pernyataan Mahfud itu merupakan respons terhadap cuitan Denny Indrayana yang mengklaim dirinya mendapat informasi soal putusan MK terkait sistem pemilu legislatif yang akan kembali ke sistem proporsional tertutup atau coblos partai.
"Tidak ada putusan yang bocor, karena kita semua tahu memang belum ada putusannya," kata Denny dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa.
Denny menjelaskan bahwa dirinya memilih frasa "mendapatkan informasi" dan bukan "mendapatkan bocoran". Selain itu, dia mengklaim bahwa dirinya menulis "MK akan memutuskan".
"Masih 'akan', belum diputuskan," tambahnya.
Lebih lanjut, Denny menegaskan bahwa tidak ada pembocoran rahasia negara dalam pesan yang dia sampaikan kepada publik.
Dia menegaskan bahwa rahasia putusan MK tentu ada di lembaga tersebut, sementara informasi yang ia peroleh bukan dari lingkungan MK, bukan dari hakim konstitusi maupun elemen lain di MK.
"Ini perlu saya tegaskan, supaya tidak ada langkah mubazir melakukan pemeriksaan di lingkungan MK, padahal informasi yang saya dapat bukan dari pihak-pihak di MK," ucapnya.
Dalam penjelasannya, Denny juga sempat menyinggung cuitan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD yang menggunakan frasa "info A1".
Denny meluruskan bahwa ia tidak menggunakan istilah "informasi dari A1" karena frasa tersebut mengandung makna informasi rahasia yang sering dari intelijen.
"Saya menggunakan frasa informasi dari 'orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya'," sanggahnya.
Melalui penjelasannya itu, Denny menyampaikan harapan agar putusan MK tidak mengembalikan sistem pemilu proporsional menjadi tertutup. Menurut dia, pilihan sistem pemilu legislatif bukan wewenang proses persidangan di MK, melainkan ranah proses legislasi di parlemen.
"Supaya juga putusan yang berpotensi mengubah sistem pemilu di tengah jalan itu tidak menimbulkan kekacauan persiapan pemilu," tambahnya.
Sebelumnya, Mahfud MD meminta Polri dan MK mengusut dugaan kebocoran informasi soal putusan terkait sistem pileg. Pasalnya, kata Mahfud lewat akun Twitter resminya @mohmahfudmd, putusan MK belum dibacakan masih berstatus sebagai rahasia negara.
"Terlepas dari apa pun, putusan MK tak boleh dibocorkan sebelum dibacakan. Info dari Denny ini jadi preseden buruk, bisa dikategorikan pembocoran rahasia negara. Polisi harus selidiki info A1 yang katanya menjadi sumber Denny agar tak jadi spekulasi yang mengandung fitnah," kata Mahfud.
Pernyataan Mahfud itu merupakan respons terhadap cuitan Denny Indrayana yang mengklaim dirinya mendapat informasi soal putusan MK terkait sistem pemilu legislatif yang akan kembali ke sistem proporsional tertutup atau coblos partai.