Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen Pol. Agus Andrianto menyebut Polri bakal proporsional dalam mengusut kasus dugaan kebocoran putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang uji materi sistem pemilu anggota legislatif.

"Kami akan proporsional," kata Komjen Pol. Agus Andrianto di Tangerang, Banten, Jumat.

Bareskrim Polri telah menerima laporan polisi pada hari Rabu (31/5) terkait dengan dugaan tindak pidana, yakni ujaran kebencian (SARA), berita bohong (hoaks), penghinaan terhadap penguasa dan pembocoran rahasia negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 A ayat (2) juncto Pasal 28 Ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11/2008 tentang ITE dan/atau Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 15 UU No. 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan/atau Pasal 112 KUHP dan/atau Pasal 112 KUHP dan/atau Pasal 207 KUHP.

Laporan tersebut dilaporkan oleh pelapor berinisial AWW dengan terlapor pemilik atau pengguna akun Twitter @dennyindrayana dan pemilik atau pengguna akun Instagram @dennyindrayana99. Laporan terregister dengan nomor: LP/B/128/V/2023/SPKT/Bareskrim Polri.

Jenderal bintang tiga itu mengatakan bahwa saat ini laporan tersebut sedang diteliti oleh penyidik Bareskrim Polri.

Penyidik, kata dia, bekerja sesuai dengan arahan dari Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo agar dilakukan pendalaman terkait dengan pelaku pembocor putusan sistem pemilu tersebut.

"Arahan Kapolri sudah jelas sudah disampaikan, kami akan mendalami laporan tersebut apakah menimbulkan keonaran atau tidak," katanya.

Agar lebih proporsional dan memastikan berita terkait dengan kebocoran tersebut belum tentu menimbulkan kegaduhan, penyidik akan meminta keterangan ahli.

"Kalau berita-berita itu belum tentu menimbulkan kegaduhan 'kan sebaiknya nanti kami akan lihat dari keterangan ahli," kata Agus.

Dalam kasus ini, penyidik bakal meminta keterangan Denny Indrayana selaku pemilik akun Twitter dan Instagram yang dilaporkan.

"Ya, pada saatnya akan diperiksa," kata Agus.

Pada hari Minggu (28/5), Denny Indrayana melalui akut twitternya @dennyindranaya mengatakan: "Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu (anggota) legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja."

Dalam cuitannya, Denny juga sempat menyinggung soal sumbernya di Mahkamah Konstitusi. Namun, Denny memastikan sumbernya bukan hakim konstitusi.

Dari informasi yang diterimanya, Denny Indrayana menyebut komposisi hakim MK yang akan memutus gugatan tersebut adalah 6:3. Artinya 6 hakim MK menyatakan akan memutus pemilu kembali ke proporsional tertutup, sementara 3 hakim lainnya tetap terbuka.

Denny lantas menyebut Indonesia akan kembali ke sistem pemilu Orba: otoritarian dan koruptif.

MK menerima permohonan uji materi (judicial review) terhadap Pasal 168 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait sistem proporsional terbuka yang didaftarkan dengan nomor registrasi perkara 114/PUU-XX/2022 pada tanggal 14 November 2022.

Keenam orang yang menjadi pemohon ialah Demas Brian Wicaksono (Pemohon I), Yuwono Pintadi (Pemohon II), Fahrurrozi (Pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (Pemohon IV), Riyanto (Pemohon V), dan Nono Marijono (Pemohon VI).

Delapan dari sembilan fraksi partai politik di DPR RI pun menyatakan menolak sistem pemilu proporsional tertutup, yakni Fraksi Golkar, Gerindra, Demokrat, NasDem, PAN, PKB, PPP, dan PKS. Hanya satu fraksi yang menginginkan sistem pemilu proporsional tertutup, yakni PDI Perjuangan.

Pewarta : Laily Rahmawaty
Uploader : Ronny
Copyright © ANTARA 2024