Palangka Raya (ANTARA) - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalteng bekerjasama dengan Yayasan Penyelamat Orangutan Borneo (Yayasan BOS) beserta sejumlah pihak lainnya melepasliarkan 10 orang utan ke kawasan Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR) Kabupaten Katingan, provinsi setempat.
Kepala BKSDA Kalteng, Sadtata Noor Adirahmanta di Palangka Raya, Rabu, mengatakan upaya konservasi satwa liar dari waktu ke waktu menghadapi tantangan yang semakin besar sehingga perlu didukung oleh semua pihak.
"Pemerintah berkomitmen untuk melestarikan keanekaragaman hayati Indonesia melalui upaya konservasi yang sistematis, yakni perlindungan sistem pendukung kehidupan, pelestarian keanekaragaman spesies dan ekosistemnya serta pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan," katanya.
Baca juga: BKSDA Pangkalan Bun kembali tangkap orang utan kabur saat diperiksa
Dia menuturkan, salah satu upaya pelestarian keanekaragaman hayati diantaranya melalui kegiatan pelepasliaran satwa, khususnya orang utan hasil rehabilitasi ke habitat aslinya.
Orang utan sebagai salah satu flagship species yang menjadi prioritas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), keberadaannya di alam harus tetap terjaga melalui berbagai upaya konservasi agar berkembang biak dengan baik.
"Dengan meningkatnya pemahaman bersama terkait pentingnya pelestarian satwa endemik Kalimantan yang dilindungi ini serta perlindungan terhadap habitatnya, semoga keutuhan ekosistem hutan tetap terjaga," ucapnya.
Sedangkan menurut Kepala Balai Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR), Andi Muhammad Khadafi kegiatan pelepasliaran merupakan proses panjang yang dimulai dari tindakan penyelamatan satwa.
Baca juga: Orang utan berukuran besar masuk ke pemukiman warga di Palangka Raya
Kemudian dilanjutkan dengan rehabilitasi, pelepasliaran serta monitoring untuk memastikan satwa dapat hidup dan berkembang biak di habitatnya. Untuk mendukung upaya tersebut, pada kegiatan pelepasliaran kali ini kami kembali meresmikan pondok monitoring orang utan yang berada di jalur Sungai Hiran, Resort Tumbang Hiran, SPTN (Seksi Pengelolaan Taman Nasional) Wilayah II, Kalteng.
"Dengan adanya pondok monitoring orang utan diharapkan kedepannya proses kegiatan pelepasliaran akan berjalan lebih baik karena didukung sarana dan prasarana yang memadai," bebernya.
Ditambahkannya, sejak 2016 Balai TNBBBR bekerja sama dengan BKSDA provinsi setempat dan Yayasan BOS telah melepasliarkan sebanyak 189 individu orang utan. Dengan pelepasliaran 10 individu kali ini maka total yang telah dilepasliarkan sejumlah 199.
Baca juga: Orang utan nyasar ke kawasan bandara di Pangkalan Bun
"Tercatat ada tujuh kelahiran alami di TNBBBR sejak pelepasliaran orang utan pertama dilakukan di sini sejak 2016," katanya.
Chief Executive Officer, Yayasan BOS Jamartin Sihite menambahkan, pelepasliaran kesepuluh orang utan tersebut merupakan pelepasliaran kedua yang dilakukan Yayasan BOS pada 2023.
Sedangkan di pusat rehabilitasi, saat ini masih terdapat sekitar 400 orang utan yang direhabilitasi untuk siap hidup bebas dan mandiri di hutan. Melalui kerja bersama yang melibatkan semua pihak serta pemangku kepentingan, perlindungan serta pelestarian orang utan akan semakin berkembang dan terjaga, begitu pula ekosistem hutan pun akan semakin sehat sehingga banyak manfaat yang akan didapatkan.
Baca juga: Akibat alih fungsi hutan, dua individu orang utan masuk permukiman warga di Seruyan
"Agar ekosistem ini berkembang, mereka membutuhkan adanya orang utan dan sebagai gantinya, mereka memberi kita manusia udara yang segar, air bersih, serta iklim yang teratur," bebernya.
Sementara itu berdasarkan informasi yang dihimpun di lapangan, dari 10 orang utan yang dilepasliarkan oleh BKSDA dan sejumlah pihak tersebut terdiri dari dua jantan dan delapan betina hasil yang telah menjalani rehabilitasi di Yayasan BOS Nyaru Menteng, Kalteng.
Baca juga: BKSDA lepasliarkan tiga orangutan di TN Bukit Baka Bukit Raya
Baca juga: Sebanyak 11 individu orangutan berhasil dilepasliarkan
Baca juga: Mendes PDTT apresiasi BUMDes konservasi orangutan di Pulang Pisau
Kepala BKSDA Kalteng, Sadtata Noor Adirahmanta di Palangka Raya, Rabu, mengatakan upaya konservasi satwa liar dari waktu ke waktu menghadapi tantangan yang semakin besar sehingga perlu didukung oleh semua pihak.
"Pemerintah berkomitmen untuk melestarikan keanekaragaman hayati Indonesia melalui upaya konservasi yang sistematis, yakni perlindungan sistem pendukung kehidupan, pelestarian keanekaragaman spesies dan ekosistemnya serta pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan," katanya.
Baca juga: BKSDA Pangkalan Bun kembali tangkap orang utan kabur saat diperiksa
Dia menuturkan, salah satu upaya pelestarian keanekaragaman hayati diantaranya melalui kegiatan pelepasliaran satwa, khususnya orang utan hasil rehabilitasi ke habitat aslinya.
Orang utan sebagai salah satu flagship species yang menjadi prioritas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), keberadaannya di alam harus tetap terjaga melalui berbagai upaya konservasi agar berkembang biak dengan baik.
"Dengan meningkatnya pemahaman bersama terkait pentingnya pelestarian satwa endemik Kalimantan yang dilindungi ini serta perlindungan terhadap habitatnya, semoga keutuhan ekosistem hutan tetap terjaga," ucapnya.
Sedangkan menurut Kepala Balai Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR), Andi Muhammad Khadafi kegiatan pelepasliaran merupakan proses panjang yang dimulai dari tindakan penyelamatan satwa.
Baca juga: Orang utan berukuran besar masuk ke pemukiman warga di Palangka Raya
Kemudian dilanjutkan dengan rehabilitasi, pelepasliaran serta monitoring untuk memastikan satwa dapat hidup dan berkembang biak di habitatnya. Untuk mendukung upaya tersebut, pada kegiatan pelepasliaran kali ini kami kembali meresmikan pondok monitoring orang utan yang berada di jalur Sungai Hiran, Resort Tumbang Hiran, SPTN (Seksi Pengelolaan Taman Nasional) Wilayah II, Kalteng.
"Dengan adanya pondok monitoring orang utan diharapkan kedepannya proses kegiatan pelepasliaran akan berjalan lebih baik karena didukung sarana dan prasarana yang memadai," bebernya.
Ditambahkannya, sejak 2016 Balai TNBBBR bekerja sama dengan BKSDA provinsi setempat dan Yayasan BOS telah melepasliarkan sebanyak 189 individu orang utan. Dengan pelepasliaran 10 individu kali ini maka total yang telah dilepasliarkan sejumlah 199.
Baca juga: Orang utan nyasar ke kawasan bandara di Pangkalan Bun
"Tercatat ada tujuh kelahiran alami di TNBBBR sejak pelepasliaran orang utan pertama dilakukan di sini sejak 2016," katanya.
Chief Executive Officer, Yayasan BOS Jamartin Sihite menambahkan, pelepasliaran kesepuluh orang utan tersebut merupakan pelepasliaran kedua yang dilakukan Yayasan BOS pada 2023.
Sedangkan di pusat rehabilitasi, saat ini masih terdapat sekitar 400 orang utan yang direhabilitasi untuk siap hidup bebas dan mandiri di hutan. Melalui kerja bersama yang melibatkan semua pihak serta pemangku kepentingan, perlindungan serta pelestarian orang utan akan semakin berkembang dan terjaga, begitu pula ekosistem hutan pun akan semakin sehat sehingga banyak manfaat yang akan didapatkan.
Baca juga: Akibat alih fungsi hutan, dua individu orang utan masuk permukiman warga di Seruyan
"Agar ekosistem ini berkembang, mereka membutuhkan adanya orang utan dan sebagai gantinya, mereka memberi kita manusia udara yang segar, air bersih, serta iklim yang teratur," bebernya.
Sementara itu berdasarkan informasi yang dihimpun di lapangan, dari 10 orang utan yang dilepasliarkan oleh BKSDA dan sejumlah pihak tersebut terdiri dari dua jantan dan delapan betina hasil yang telah menjalani rehabilitasi di Yayasan BOS Nyaru Menteng, Kalteng.
Baca juga: BKSDA lepasliarkan tiga orangutan di TN Bukit Baka Bukit Raya
Baca juga: Sebanyak 11 individu orangutan berhasil dilepasliarkan
Baca juga: Mendes PDTT apresiasi BUMDes konservasi orangutan di Pulang Pisau