Sampit (ANTARA) - Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengan mencatat ada 10.790 pengangguran di wilayah tersebut.
Jumlah tersebut terbilang cukup tinggi mengingat ada banyak perusahaan besar swasta yang beroperasi di Kabupaten Kotawaringin Timur, kata Kepala Disnakertrans Kotawaringin Timur Johny Tangkere di Sampit, Senin.
“Di Kotim ada 10.790 pengangguran. Jumlah itu berdasarkan data akhir tahun lalu, karena pendataan tersebut dilakukan setahun sekali,” ujarnya.
Lebih jelasnya, Johny menyebutkan bahwa jumlah penduduk usia kerja (PUK) di Kotim ada 350.802 orang, meliputi kelompok angkatan kerja (AK) 215.626 orang atau 61,47 persen dan bukan angkatan kerja (BAK) 135.176 atau 38,53 persen.
Kelompok BAK tersebut terbagi menjadi 3 kelompok, yakni kalangan pelajar atau sekolah sebanyak 23.774 orang atau 17,59 persen, mengurus rumah tangga (MRT) 99.188 orang atau 73,38 persen, dan lain-lain 12.214 orang atau 9,04 persen.
Sementara itu, kelompok AK terdiri dari pekerja 204.836 orang atau 95 persen dan pengangguran 10.790 orang atau 5 persen.
Pengangguran pun kemudian dibedakan berdasarkan jenjang pendidikannya, antara lain SD ke bawah 5,71 persen, SMP 2,12 persen, SMA 9,24 persen, SMK 9,76 persen, Diploma atau Perguruan Tinggi 0 persen, dan Universitas 1,6 persen.
Menariknya, jika tingginya angka pengangguran kerap disandingkan dengan minimnya lapangan pekerjaan, tetapi tidak demikian di Kotim. Menurut Johny, selain standar pendidikan dan skill atau keahlian yang menjadi kendala, pencari kerja di Kotim cenderung pilih-pilih terhadap jenis pekerjaan.
“Kalau bicara soal lapangan pekerjaan di wilayah kita ini sebenarnya ada banyak, contohnya di sektor perkebunan itu mencari orang sampai ribuan, tinggal kitanya saja yang mau atau tidak,” ujarnya.
Ia menjelaskan, untuk pengangguran dengan jenjang pendidikan terbilang rendah seperti SD ke bawah peluang untuk mencari pekerjaan kemungkinan terhalang standar pendidikan yang ditetapkan oleh pihak yang memberikan pekerjaan.
Baca juga: Pedagang sebut pencairan bansos buat harga telur di Sampit naik
Maka dari itu, Disnakertrans rutin menggelar pelatihan kerja setiap tahun sebagai upaya pengentasan pengangguran dengan memberikan bekal berupa keterampilan atau keahlian khusus, seperti otomotif, menjahit, tata boga dan lain-lain.
Sementara itu untuk pengangguran dengan jenjang pendidikan SMA ke atas, menurutnya karena yang bersangkutan cenderung pilih-pilih dengan pekerjaan.
Disebutkan, bahwa kebanyakan anak muda zaman sekarang, cenderung lebih suka mencari pekerjaan di kota ketimbang bekerja di perkebunan.
Gaya hidup dan hiruk pikuk perkotaan membuat anak-anak muda enggan untuk bekerja di perusahaan perkebunan yang terkesan sepi dan identik dengan pekerjaan kasar.
“Semua itu kan butuh proses. Kalau di kebun itu justru ada karir yang bisa dikejar asalkan kita bekerja keras dan tekun, gaji pun memadai untuk misalnya membangun keluarga,” imbuhnya.
Kondisi demikian lah yang disayangkan olehnya. Menurutnya, para generasi muda perlu didorong untuk mau bekerja di bidang perkebunan, karena dengan demikian angka pengangguran di Kotim pun niscaya bisa lebih ditekan.
Begitu pula para tenaga kontrak. Johny berharap para tenaga kontrak tidak menjadikan pekerjaan di pemerintahan sebagai pekerjaan pokok, melainkan sebagai batu loncatan untuk mencari pekerjaan yang lebih baik. Apalagi, ada wacana penghapusan tenaga kontrak dari pemerintah pusat.
“Yang masih muda ini seharusnya bisa mencari pekerjaan yang lebih menantang agar bisa membangun masa depan lebih baik. Cari lah pekerjaan yang memiliki jenjang karir sehingga bisa maju kedepannya,” demikian Johny.
Baca juga: Petani di Sampit siap pasok jagung untuk perayaan tahun baru
Baca juga: Pemkab Kotim apresiasi perusahaan bantu masyarakat sekitar pelabuhan
Baca juga: Perekaman KTP di Kotim hampir 100 persen
Jumlah tersebut terbilang cukup tinggi mengingat ada banyak perusahaan besar swasta yang beroperasi di Kabupaten Kotawaringin Timur, kata Kepala Disnakertrans Kotawaringin Timur Johny Tangkere di Sampit, Senin.
“Di Kotim ada 10.790 pengangguran. Jumlah itu berdasarkan data akhir tahun lalu, karena pendataan tersebut dilakukan setahun sekali,” ujarnya.
Lebih jelasnya, Johny menyebutkan bahwa jumlah penduduk usia kerja (PUK) di Kotim ada 350.802 orang, meliputi kelompok angkatan kerja (AK) 215.626 orang atau 61,47 persen dan bukan angkatan kerja (BAK) 135.176 atau 38,53 persen.
Kelompok BAK tersebut terbagi menjadi 3 kelompok, yakni kalangan pelajar atau sekolah sebanyak 23.774 orang atau 17,59 persen, mengurus rumah tangga (MRT) 99.188 orang atau 73,38 persen, dan lain-lain 12.214 orang atau 9,04 persen.
Sementara itu, kelompok AK terdiri dari pekerja 204.836 orang atau 95 persen dan pengangguran 10.790 orang atau 5 persen.
Pengangguran pun kemudian dibedakan berdasarkan jenjang pendidikannya, antara lain SD ke bawah 5,71 persen, SMP 2,12 persen, SMA 9,24 persen, SMK 9,76 persen, Diploma atau Perguruan Tinggi 0 persen, dan Universitas 1,6 persen.
Menariknya, jika tingginya angka pengangguran kerap disandingkan dengan minimnya lapangan pekerjaan, tetapi tidak demikian di Kotim. Menurut Johny, selain standar pendidikan dan skill atau keahlian yang menjadi kendala, pencari kerja di Kotim cenderung pilih-pilih terhadap jenis pekerjaan.
“Kalau bicara soal lapangan pekerjaan di wilayah kita ini sebenarnya ada banyak, contohnya di sektor perkebunan itu mencari orang sampai ribuan, tinggal kitanya saja yang mau atau tidak,” ujarnya.
Ia menjelaskan, untuk pengangguran dengan jenjang pendidikan terbilang rendah seperti SD ke bawah peluang untuk mencari pekerjaan kemungkinan terhalang standar pendidikan yang ditetapkan oleh pihak yang memberikan pekerjaan.
Baca juga: Pedagang sebut pencairan bansos buat harga telur di Sampit naik
Maka dari itu, Disnakertrans rutin menggelar pelatihan kerja setiap tahun sebagai upaya pengentasan pengangguran dengan memberikan bekal berupa keterampilan atau keahlian khusus, seperti otomotif, menjahit, tata boga dan lain-lain.
Sementara itu untuk pengangguran dengan jenjang pendidikan SMA ke atas, menurutnya karena yang bersangkutan cenderung pilih-pilih dengan pekerjaan.
Disebutkan, bahwa kebanyakan anak muda zaman sekarang, cenderung lebih suka mencari pekerjaan di kota ketimbang bekerja di perkebunan.
Gaya hidup dan hiruk pikuk perkotaan membuat anak-anak muda enggan untuk bekerja di perusahaan perkebunan yang terkesan sepi dan identik dengan pekerjaan kasar.
“Semua itu kan butuh proses. Kalau di kebun itu justru ada karir yang bisa dikejar asalkan kita bekerja keras dan tekun, gaji pun memadai untuk misalnya membangun keluarga,” imbuhnya.
Kondisi demikian lah yang disayangkan olehnya. Menurutnya, para generasi muda perlu didorong untuk mau bekerja di bidang perkebunan, karena dengan demikian angka pengangguran di Kotim pun niscaya bisa lebih ditekan.
Begitu pula para tenaga kontrak. Johny berharap para tenaga kontrak tidak menjadikan pekerjaan di pemerintahan sebagai pekerjaan pokok, melainkan sebagai batu loncatan untuk mencari pekerjaan yang lebih baik. Apalagi, ada wacana penghapusan tenaga kontrak dari pemerintah pusat.
“Yang masih muda ini seharusnya bisa mencari pekerjaan yang lebih menantang agar bisa membangun masa depan lebih baik. Cari lah pekerjaan yang memiliki jenjang karir sehingga bisa maju kedepannya,” demikian Johny.
Baca juga: Petani di Sampit siap pasok jagung untuk perayaan tahun baru
Baca juga: Pemkab Kotim apresiasi perusahaan bantu masyarakat sekitar pelabuhan
Baca juga: Perekaman KTP di Kotim hampir 100 persen