Sampit (ANTARA) - Harga sawi hijau atau caisim di Kota Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah melejit dari harga normal, disebabkan banyak petani yang gagal panen sehingga ketersediaan sayur tersebut menipis.
“Harga jual sawi sekarang lumayan mahal, karena barangnya sedikit. Tanamannya banyak yang rusak dimakan ulat,” kata Zakir, salah seorang petani di Jalan Teratai IV Sampit, Senin.
Ia menyebutkan, saat ini harga sayur yang biasa dijadikan pelengkap hidangan bakso dan mi ayam itu dibanderol Rp15 ribu per ikat di pasaran, sedangkan yang diterima petani sekitar Rp12 ribu per ikat.
Sementara, pada kondisi normal harga sayur sawi hijau berada di kisaran Rp5 ribu per ikat. Bahkan saat hasil panen melimpah harganya bisa anjlok hingga Rp2 ribu per ikat.
Zakir menjelaskan, kondisi ini terjadi lantaran kurang lebih 8 bulan terakhir para petani hortikultura dihadapkan dengan musibah hama ulat daun.
Hama jenis itu menyerang tanaman sayuran yang tidak terlalu keras dan tidak bergetah seperti sawi hijau dan bayam.
Baca juga: Disnakertrans catat ada10.790 pengangguran di Kotim
“Apalagi kalau tanaman yang baru mulai tumbuh, baru setinggi 10-20 sentimeter saja daunnya sudah habis dimakan ulat. Makanya, kami sempat sebelumnya berhenti menanam sayur sawi, baru ini mulai tanam lagi,” bebernya.
Senada disampaikan petani lainnya bernama Sana yang mengaku dua petak tanaman sawi miliknya rusak dan tak bisa dipanen akibat serangan hama ulat.
Ia pun sudah mencoba mengusir hama tersebut menggunakan zat kimia, namun tidak berhasil . Karena ketika sayuran disemprot dengan cairan kimia, ulat yang berada di daun akan bergelantungan menggunakan benang tipis atau turun ke tanah, setelah kering ulat itu naik lagi dan memakan daun sayuran.
“Obat mahal tidak mempan, walau kena semprot ulat itu tidak langsung mati. Kalau mau mati sebenarnya bisa pakai daun pisang yang kering lalu dibakar, tapi tidak bisa sering-sering juga,” terangnya.
Ia menambahkan, serangan hama ulat ini biasanya bersifat musiman, sehingga ia sendiri tidak tau pasti penyebab hama tersebut datang. Namun, menurutnya dalam beberapa pekan terakhir serangan hama ulat mulai berkurang, dengan demikian diharapkan tanaman pun bisa aman dari kerusakan.
Baca juga: Pedagang sebut pencairan bansos buat harga telur di Sampit naik
Baca juga: Petani di Sampit siap pasok jagung untuk perayaan tahun baru
Baca juga: Pemkab Kotim apresiasi perusahaan bantu masyarakat sekitar pelabuhan
“Harga jual sawi sekarang lumayan mahal, karena barangnya sedikit. Tanamannya banyak yang rusak dimakan ulat,” kata Zakir, salah seorang petani di Jalan Teratai IV Sampit, Senin.
Ia menyebutkan, saat ini harga sayur yang biasa dijadikan pelengkap hidangan bakso dan mi ayam itu dibanderol Rp15 ribu per ikat di pasaran, sedangkan yang diterima petani sekitar Rp12 ribu per ikat.
Sementara, pada kondisi normal harga sayur sawi hijau berada di kisaran Rp5 ribu per ikat. Bahkan saat hasil panen melimpah harganya bisa anjlok hingga Rp2 ribu per ikat.
Zakir menjelaskan, kondisi ini terjadi lantaran kurang lebih 8 bulan terakhir para petani hortikultura dihadapkan dengan musibah hama ulat daun.
Hama jenis itu menyerang tanaman sayuran yang tidak terlalu keras dan tidak bergetah seperti sawi hijau dan bayam.
Baca juga: Disnakertrans catat ada10.790 pengangguran di Kotim
“Apalagi kalau tanaman yang baru mulai tumbuh, baru setinggi 10-20 sentimeter saja daunnya sudah habis dimakan ulat. Makanya, kami sempat sebelumnya berhenti menanam sayur sawi, baru ini mulai tanam lagi,” bebernya.
Senada disampaikan petani lainnya bernama Sana yang mengaku dua petak tanaman sawi miliknya rusak dan tak bisa dipanen akibat serangan hama ulat.
Ia pun sudah mencoba mengusir hama tersebut menggunakan zat kimia, namun tidak berhasil . Karena ketika sayuran disemprot dengan cairan kimia, ulat yang berada di daun akan bergelantungan menggunakan benang tipis atau turun ke tanah, setelah kering ulat itu naik lagi dan memakan daun sayuran.
“Obat mahal tidak mempan, walau kena semprot ulat itu tidak langsung mati. Kalau mau mati sebenarnya bisa pakai daun pisang yang kering lalu dibakar, tapi tidak bisa sering-sering juga,” terangnya.
Ia menambahkan, serangan hama ulat ini biasanya bersifat musiman, sehingga ia sendiri tidak tau pasti penyebab hama tersebut datang. Namun, menurutnya dalam beberapa pekan terakhir serangan hama ulat mulai berkurang, dengan demikian diharapkan tanaman pun bisa aman dari kerusakan.
Baca juga: Pedagang sebut pencairan bansos buat harga telur di Sampit naik
Baca juga: Petani di Sampit siap pasok jagung untuk perayaan tahun baru
Baca juga: Pemkab Kotim apresiasi perusahaan bantu masyarakat sekitar pelabuhan