Jakarta (ANTARA) - Psikolog keluarga dan pernikahan Yulistin Puspaningrum menekankan pentingnya menjalankan komitmen pernikahan dalam upaya menghindari konflik yang dapat berujung pada perceraian.
"Pada saat kita melangkah ke perkawinan kita harus komitmen dengan pernikahan itu, kalau enggak komitmen, ada masalah sedikit bisa enggak cocok," kata psikolog lulusan Universitas Gadjah Mada itu saat dihubungi ANTARA pada Selasa.
Sebelum memutuskan untuk menikah, ia mengatakan, penting untuk menelusuri serta memahami kepribadian calon pasangan dan latar belakang keluarganya agar bisa berusaha meminimalkan potensi konflik setelah menikah.
Setelah menikah, Yulistin mengatakan, pasangan mesti mengupayakan komunikasi terjalin dengan baik dalam hal pemenuhan kebutuhan masing-masing.
Baca juga: Kasus perceraian di Palangka Raya selama 2023 capai 208 kasus
Menurut dia, setidaknya ada lima kebutuhan yang harus dipenuhi untuk menjaga keharmonisan rumah tangga, yaitu waktu, pelayanan, penghargaan, pemberian hadiah, dan pelukan.
Ia mengatakan bahwa sentuhan atau pelukan sangat berarti bagi pasangan dan dapat membuat pernikahan menjadi lebih bahagia. Sentuhan membuat pasangan merasa dibutuhkan dan dihargai kehadirannya.
Selain itu, menurut dia, pasangan sebaiknya mengupayakan adanya "efek kejutan" agar hubungan rumah tangga tidak menjadi pasif dan monoton.
Baca juga: Kenali penyebab perceraian kelabu seperti Bill & Melinda Gates
"Memang secara kimia, terutama laki-laki, bisa bosan saat tidak ada unsur keterkejutan... Saat pasangan ada sesuatu, enggak pasif, selalu ada yang baru, ini perlu dijaga, kalau enggak, bisa terjadi perceraian," katanya.
Ia menambahkan, dalam hal ini upaya untuk membangkitkan lagi rasa seperti semasa berpacaran atau pada awal pernikahan bisa dicoba.
Yulistin juga mengemukakan pentingnya pasangan memahami bahwa pernikahan adalah sesuatu yang sakral dan bahwa hubungan dalam pernikahan bisa "naik-turun."
"Dalam pernikahan ada siklus naik turun, tapi bagaimana kita bisa menjaga supaya saat jatuh bisa bangkit lagi, di media sosial apalagi, gangguan bisa berseliweran, kalau enggak kuat bisa jatuh," katanya.
Baca juga: Ini perbedaan 'love language' yang timbulkan konflik, tapi bisa diatasi
Baca juga: Kenali 'red flag' dalam hubungan asmara
Baca juga: Tips meminimalkan konflik dengan pasangan selama Ramadhan
"Pada saat kita melangkah ke perkawinan kita harus komitmen dengan pernikahan itu, kalau enggak komitmen, ada masalah sedikit bisa enggak cocok," kata psikolog lulusan Universitas Gadjah Mada itu saat dihubungi ANTARA pada Selasa.
Sebelum memutuskan untuk menikah, ia mengatakan, penting untuk menelusuri serta memahami kepribadian calon pasangan dan latar belakang keluarganya agar bisa berusaha meminimalkan potensi konflik setelah menikah.
Setelah menikah, Yulistin mengatakan, pasangan mesti mengupayakan komunikasi terjalin dengan baik dalam hal pemenuhan kebutuhan masing-masing.
Baca juga: Kasus perceraian di Palangka Raya selama 2023 capai 208 kasus
Menurut dia, setidaknya ada lima kebutuhan yang harus dipenuhi untuk menjaga keharmonisan rumah tangga, yaitu waktu, pelayanan, penghargaan, pemberian hadiah, dan pelukan.
Ia mengatakan bahwa sentuhan atau pelukan sangat berarti bagi pasangan dan dapat membuat pernikahan menjadi lebih bahagia. Sentuhan membuat pasangan merasa dibutuhkan dan dihargai kehadirannya.
Selain itu, menurut dia, pasangan sebaiknya mengupayakan adanya "efek kejutan" agar hubungan rumah tangga tidak menjadi pasif dan monoton.
Baca juga: Kenali penyebab perceraian kelabu seperti Bill & Melinda Gates
"Memang secara kimia, terutama laki-laki, bisa bosan saat tidak ada unsur keterkejutan... Saat pasangan ada sesuatu, enggak pasif, selalu ada yang baru, ini perlu dijaga, kalau enggak, bisa terjadi perceraian," katanya.
Ia menambahkan, dalam hal ini upaya untuk membangkitkan lagi rasa seperti semasa berpacaran atau pada awal pernikahan bisa dicoba.
Yulistin juga mengemukakan pentingnya pasangan memahami bahwa pernikahan adalah sesuatu yang sakral dan bahwa hubungan dalam pernikahan bisa "naik-turun."
"Dalam pernikahan ada siklus naik turun, tapi bagaimana kita bisa menjaga supaya saat jatuh bisa bangkit lagi, di media sosial apalagi, gangguan bisa berseliweran, kalau enggak kuat bisa jatuh," katanya.
Baca juga: Ini perbedaan 'love language' yang timbulkan konflik, tapi bisa diatasi
Baca juga: Kenali 'red flag' dalam hubungan asmara
Baca juga: Tips meminimalkan konflik dengan pasangan selama Ramadhan