Palangka Raya (ANTARA) - Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Kalimantan Tengah (Kalteng) menilai moderasi beragama bukanlah upaya memoderasikan agama, melainkan moderasi pemahaman dan pengamalan dalam beragama namun, upaya tersebut merupakan langkah strategis dalam menangkal intoleran dan radikalisme.
Ketua FKPT Kalteng Khairil Anwar di Palangka Raya, Rabu, mengatakan ada tujuh kelompok yang mampu melakukan penguatan terhadap moderasi beragama di setiap daerah.
"Pertama birokrasi, dunia pendidikan, TNI-Polri, media, masyarakat sipil, partai politik dan dunia bisnis," kata Khairil saat menjadi narasumber dalam sosialisasi pendidikan wawasan kebangsaan bagi tenaga pendidik di Palangka Raya.
Ia menuturkan, penguatan perspektif moderasi beragama bagi birokrat, untuk memenuhi hak sipil dan hak beragama warga negara Indonesia. Selanjutnya melalui dunia pendidikan, dilakukan penanaman nilai-nilai moderasi beragama dan pengelolaan institusi pendidikan secara non-diskriminasi.
Kemudian, TNI-Polri bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum serta penegakan hukum dengan perspektif pemenuhan hak konstitusi dan moderasi beragama. Bahkan melalui media memberikan pengayaan literasi masyarakat sebagai pembentukan nilai kolektif pengurangan sentimen kebencian.
Baca juga: Pemprov Kalteng diminta bahas bersama wacana pembongkaran gedung KONI
"Tentunya perlu dilakukan penguatan peran dan kapasitas tokoh masyarakat, adat, agama, budayawan, organisasi masyarakat, perempuan dan anak muda," katanya.
Khairil menegaskan, partai politik perlu melakukan penguatan praktik politik bermartabat dengan menghindari isu suku, agama, ras dan antargolongan (sara). Terakhir, dunia usaha bisa mengembangkan ekonomi inklusif dan keterlibatan dalam penguatan moderasi beragama.
Moderasi beragama sangat penting, mengingat Indonesia baru selesai melaksanakan pemilu. Setelah pilpres dan pileg, tentu akan memunculkan banyak sentimen yang berdampak pada tumbuhnya sikap intoleran. Hal itu berbahaya bagi masyarakat, karena sikap intoleran bisa memicu sebuah gerakan radikalisme.
"Intoleransi adalah pendapat atau pikiran yang merupakan benih penolakan seseorang terhadap hak-hak sosial, politik, dan praktik keagamaan orang lain, seperti paham takfiri, anti-Pancasila dan anti-NKRI," demikian Khairil.
Baca juga: Kalteng berhasil lampaui target BKPM, realisasi investasi capai Rp19 triliun
Baca juga: Bappedalitbang pacu inovasi penelitian tingkatkan daya saing Kalimantan Tengah
Baca juga: Pengutamaan Bahasa Indonesia di ruang publik Kalimantan Tengah
Ketua FKPT Kalteng Khairil Anwar di Palangka Raya, Rabu, mengatakan ada tujuh kelompok yang mampu melakukan penguatan terhadap moderasi beragama di setiap daerah.
"Pertama birokrasi, dunia pendidikan, TNI-Polri, media, masyarakat sipil, partai politik dan dunia bisnis," kata Khairil saat menjadi narasumber dalam sosialisasi pendidikan wawasan kebangsaan bagi tenaga pendidik di Palangka Raya.
Ia menuturkan, penguatan perspektif moderasi beragama bagi birokrat, untuk memenuhi hak sipil dan hak beragama warga negara Indonesia. Selanjutnya melalui dunia pendidikan, dilakukan penanaman nilai-nilai moderasi beragama dan pengelolaan institusi pendidikan secara non-diskriminasi.
Kemudian, TNI-Polri bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum serta penegakan hukum dengan perspektif pemenuhan hak konstitusi dan moderasi beragama. Bahkan melalui media memberikan pengayaan literasi masyarakat sebagai pembentukan nilai kolektif pengurangan sentimen kebencian.
Baca juga: Pemprov Kalteng diminta bahas bersama wacana pembongkaran gedung KONI
"Tentunya perlu dilakukan penguatan peran dan kapasitas tokoh masyarakat, adat, agama, budayawan, organisasi masyarakat, perempuan dan anak muda," katanya.
Khairil menegaskan, partai politik perlu melakukan penguatan praktik politik bermartabat dengan menghindari isu suku, agama, ras dan antargolongan (sara). Terakhir, dunia usaha bisa mengembangkan ekonomi inklusif dan keterlibatan dalam penguatan moderasi beragama.
Moderasi beragama sangat penting, mengingat Indonesia baru selesai melaksanakan pemilu. Setelah pilpres dan pileg, tentu akan memunculkan banyak sentimen yang berdampak pada tumbuhnya sikap intoleran. Hal itu berbahaya bagi masyarakat, karena sikap intoleran bisa memicu sebuah gerakan radikalisme.
"Intoleransi adalah pendapat atau pikiran yang merupakan benih penolakan seseorang terhadap hak-hak sosial, politik, dan praktik keagamaan orang lain, seperti paham takfiri, anti-Pancasila dan anti-NKRI," demikian Khairil.
Baca juga: Kalteng berhasil lampaui target BKPM, realisasi investasi capai Rp19 triliun
Baca juga: Bappedalitbang pacu inovasi penelitian tingkatkan daya saing Kalimantan Tengah
Baca juga: Pengutamaan Bahasa Indonesia di ruang publik Kalimantan Tengah