Jakarta (ANTARA) - Dewan Pers meminta Tempo melayangkan surat permohonan maaf dan melayani hak jawab Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia lantaran pemberitaan soal izin tambang yang mengaitkan Bahlil tidak sesuai fakta.
"Teradu (Tempo) wajib melayani Hak Jawab dari Pengadu (Bahlil) secara proporsional, disertai permintaan maaf kepada Pengadu dan masyarakat pembaca, selambat-lambatnya pada edisi berikutnya setelah Hak Jawab diterima,” tulis Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu dalam surat resmi yang diterima ANTARA, Senin.
Tidak hanya untuk Tempo, Ninik menjelaskan Bahlil juga diminta memberikan hak jawab kepada Tempo selambat-lambatnya tujuh hari kerja setelah surat dari Dewan Pers tersebut diterima.
"Teradu wajib melaporkan bukti tindak lanjut PPR ini ke Dewan Pers selambat-lambatnya 3 x 24 jam setelah Hak Jawab dimuat. Apabila Pengadu tidak memberikan Hak Jawab dalam batas waktu, maka Teradu tidak wajib untuk memuat Hak Jawab,” jelas surat tersebut.
Semua berawal ketika Dewan Pers menerima aduan pihak Bahlil tanggal 5 Maret lalu soal serangkaian berita di Majalah Tempo dalam laporan utama yang berjudul "Main Upeti Izin Tambang" yang terbit pada edisi 4-10 Maret 2024.
Tidak cukup sampai disitu, Bahlil selaku pihak pengadu juga mengadukan Podcast "Bocor Alus" milik Tempo karena membahas soal berita serupa yakni "Dugaan Permintaan Izin Tambang Menteri Bahlil Lahadalia" yang dianggap menayangkan berita tidak benar.
Atas aduan tersebut, Dewan Pers pun menggelar klarifikasi yang dihadiri oleh ke dua pihak yakni Bahlil yang diwakili Staf Khusus Menteri Investasi, Tina Talisa dan pihak Tempo.
Pertemuan itu pun terjadi pada Rabu (13/3) dan Kamis (14/3) lalu. Berdasarkan pertemuan tersebut, Dewan Pers pun menyatakan bahwa Tempo harus melayani hak Jawab kepada Bahlil disertai permintaan maaf kepada masyarakat. Dalam surat tersebut Tempo terbukti melanggar Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik karena tidak akurat.
Di dalam surat tersebut juga dijelaskan jika Tempo tidak melayani Hak Jawab bisa dipidana denda senilai Rp500.000.000 dan keputusan ini pun bersifat final dan mengikat secara etik.
Bahlil pun merespon sikap Dewan Pers tersebut atas laporan yang telah dia layangkan itu.
"Hari ini baru kami terima, saya baru terima surat cinta dari Dewan Pers yang menyatakan bahwa Tempo dalam kesimpulan dan rekomendasi Dewan Pers itu meminta maaf kepada saya sebagai pengadu dan memberikan hak jawab yang proporsional dan melanggar pasal 1 kode etik, itu rekomendasi dari Dewan Etik. Tapi saya suka kok, kita bersahabat," kata Bahlil dalam siaran persnya.
Walau demikian, Bahlil tetap mengharapkan kerja Tempo dan seluru media massa yang bertugas sebagai pengawas kinerja pemerintah.
"Saya sangat menghargai Tempo. Tempo adalah majalah langganan saya, favorit saya. Sejak mahasiswa, saya suka dan saya apresiasi. Saya meyakini kinerja pemerintah hanya dapat berjalan dengan baik jika terdapat koordinasi dan kolaborasi yang terjalin secara positif antara semua media dengan pemerintah," kata Bahlil.
"Teradu (Tempo) wajib melayani Hak Jawab dari Pengadu (Bahlil) secara proporsional, disertai permintaan maaf kepada Pengadu dan masyarakat pembaca, selambat-lambatnya pada edisi berikutnya setelah Hak Jawab diterima,” tulis Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu dalam surat resmi yang diterima ANTARA, Senin.
Tidak hanya untuk Tempo, Ninik menjelaskan Bahlil juga diminta memberikan hak jawab kepada Tempo selambat-lambatnya tujuh hari kerja setelah surat dari Dewan Pers tersebut diterima.
"Teradu wajib melaporkan bukti tindak lanjut PPR ini ke Dewan Pers selambat-lambatnya 3 x 24 jam setelah Hak Jawab dimuat. Apabila Pengadu tidak memberikan Hak Jawab dalam batas waktu, maka Teradu tidak wajib untuk memuat Hak Jawab,” jelas surat tersebut.
Semua berawal ketika Dewan Pers menerima aduan pihak Bahlil tanggal 5 Maret lalu soal serangkaian berita di Majalah Tempo dalam laporan utama yang berjudul "Main Upeti Izin Tambang" yang terbit pada edisi 4-10 Maret 2024.
Tidak cukup sampai disitu, Bahlil selaku pihak pengadu juga mengadukan Podcast "Bocor Alus" milik Tempo karena membahas soal berita serupa yakni "Dugaan Permintaan Izin Tambang Menteri Bahlil Lahadalia" yang dianggap menayangkan berita tidak benar.
Atas aduan tersebut, Dewan Pers pun menggelar klarifikasi yang dihadiri oleh ke dua pihak yakni Bahlil yang diwakili Staf Khusus Menteri Investasi, Tina Talisa dan pihak Tempo.
Pertemuan itu pun terjadi pada Rabu (13/3) dan Kamis (14/3) lalu. Berdasarkan pertemuan tersebut, Dewan Pers pun menyatakan bahwa Tempo harus melayani hak Jawab kepada Bahlil disertai permintaan maaf kepada masyarakat. Dalam surat tersebut Tempo terbukti melanggar Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik karena tidak akurat.
Di dalam surat tersebut juga dijelaskan jika Tempo tidak melayani Hak Jawab bisa dipidana denda senilai Rp500.000.000 dan keputusan ini pun bersifat final dan mengikat secara etik.
Bahlil pun merespon sikap Dewan Pers tersebut atas laporan yang telah dia layangkan itu.
"Hari ini baru kami terima, saya baru terima surat cinta dari Dewan Pers yang menyatakan bahwa Tempo dalam kesimpulan dan rekomendasi Dewan Pers itu meminta maaf kepada saya sebagai pengadu dan memberikan hak jawab yang proporsional dan melanggar pasal 1 kode etik, itu rekomendasi dari Dewan Etik. Tapi saya suka kok, kita bersahabat," kata Bahlil dalam siaran persnya.
Walau demikian, Bahlil tetap mengharapkan kerja Tempo dan seluru media massa yang bertugas sebagai pengawas kinerja pemerintah.
"Saya sangat menghargai Tempo. Tempo adalah majalah langganan saya, favorit saya. Sejak mahasiswa, saya suka dan saya apresiasi. Saya meyakini kinerja pemerintah hanya dapat berjalan dengan baik jika terdapat koordinasi dan kolaborasi yang terjalin secara positif antara semua media dengan pemerintah," kata Bahlil.