Palangka Raya (ANTARA) - Anggota Komisi II DPRD Kalimantan Tengah Ina Prayawati meminta pemerintah pusat, agar dapat terus melakukan penguatan terhadap daya saing terhadap produk dalam negeri.
"Hal tersebut dapat dilakukan dengan melakukan pembatasan impor beberapa barang elektronik, seperti AC, kulkas, TV dan lainnya," katanya di Palangka Raya, Kamis.
Dia menilai, langkah tersebut dapat memperkuat industri elektronika dalam negeri. Namun pemerintah pusat juga perlu memperkuat daya saing produk dalam negeri, terutama di pasar e-commerce.
Hal tersebut dapat dilakukan dengan mengimplementasikan standarisasi produk, baik standar nasional (SNI) maupun standar global, yang muaranya merupakan jaminan kualitas produk dalam negeri.
"Seringkali pasar e-commerce selalu menjadi pintu masuknya produk-produk dari luar tanah air," ucapnya.
Kemudian, lanjut srikandi PDI Perjuangan Kalimantan Tengah ini menilai, juga perlu adanya kemandirian bahan baku dan bahan penolong di industri elektronika. Sebab berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), menunjukkan bahwa impor bagan baku dan barang penolong untuk industri elektronika di tanah air cukup tinggi.
"Di 2023, total impor bahan baku dan barang penolong untuk industri elektronik mencapai 183.699,6 ribu ton. Nilai impor (CIF) pada tahun yang sama mencapai 171.913,0 juta dolar AS," ujarnya.
Untuk itu lanjut Ina mengatakan, jika momentum pembatasan impor harus juga dibarengi dengan pemetaan yang jelas untuk mengatasi berbagai keterbatasan industri dalam negeri.
Keterbatasan tersebut, yakni keterbatasan sumber daya. Ia mencontohkan seperti bahan baku satu unit chip dan komponen elektronika harus diimpor dari negara Jepang dan Korea Selatan.
"Industri bahan baku dan komponen elektronik perlu terus berinovasi dan berkolaborasi untuk mengatasi tantangan ini," jelasnya.
Selain itu, ia juga menilai jika perlu adanya regulasi yang tepat, bukan hanya untuk menjaga iklim usaha industri di dalam negeri tetap kondusif, namun juga menyiasati aturan WTO atau perjanjian organisasi perdagangan dunia, yang melarang penutupan pintu impor produk luar negeri.
Baca juga: DPRD Kalteng minta penurunan angka kecelakaan terus dijaga
Diketahui, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 6 Tahun 2024 tentang Tata Cara Penerbitan Pertimbangan Teknis Impor Produk Elektronik.
Dalam beleid itu ditetapkan terdapat 139 pos tarif elektronik yang diatur dengan rincian 78 pos tarif diterapkan Persetujuan Impor (PI) dan Laporan Surveyor (LS) serta 61 pos tarif lainnya diterapkan hanya dengan LS.
Beberapa produk yang termasuk ke dalam 78 pos tarif tersebut di antaranya adalah AC, televisi, mesin cuci, kulkas, kabel fiber optik, kulkas, laptop dan beberapa produk elektronik lainnya.
"Semoga ke depan produk dalam negeri bisa lebih berkembang dan didukung agar dapat bersaing di pasar global," demikian Ina Prayawati.
Baca juga: Sambut Idul Fitri, pegawai non ASN di Sekretariat DPRD Kalteng diberikan tali asih
Baca juga: DPRD Kalteng dukung penuh Paskah Nasional di Palangka Raya
Baca juga: Pemda di Kalteng harus optimal awasi pembayaran THR tepat waktu
"Hal tersebut dapat dilakukan dengan melakukan pembatasan impor beberapa barang elektronik, seperti AC, kulkas, TV dan lainnya," katanya di Palangka Raya, Kamis.
Dia menilai, langkah tersebut dapat memperkuat industri elektronika dalam negeri. Namun pemerintah pusat juga perlu memperkuat daya saing produk dalam negeri, terutama di pasar e-commerce.
Hal tersebut dapat dilakukan dengan mengimplementasikan standarisasi produk, baik standar nasional (SNI) maupun standar global, yang muaranya merupakan jaminan kualitas produk dalam negeri.
"Seringkali pasar e-commerce selalu menjadi pintu masuknya produk-produk dari luar tanah air," ucapnya.
Kemudian, lanjut srikandi PDI Perjuangan Kalimantan Tengah ini menilai, juga perlu adanya kemandirian bahan baku dan bahan penolong di industri elektronika. Sebab berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), menunjukkan bahwa impor bagan baku dan barang penolong untuk industri elektronika di tanah air cukup tinggi.
"Di 2023, total impor bahan baku dan barang penolong untuk industri elektronik mencapai 183.699,6 ribu ton. Nilai impor (CIF) pada tahun yang sama mencapai 171.913,0 juta dolar AS," ujarnya.
Untuk itu lanjut Ina mengatakan, jika momentum pembatasan impor harus juga dibarengi dengan pemetaan yang jelas untuk mengatasi berbagai keterbatasan industri dalam negeri.
Keterbatasan tersebut, yakni keterbatasan sumber daya. Ia mencontohkan seperti bahan baku satu unit chip dan komponen elektronika harus diimpor dari negara Jepang dan Korea Selatan.
"Industri bahan baku dan komponen elektronik perlu terus berinovasi dan berkolaborasi untuk mengatasi tantangan ini," jelasnya.
Selain itu, ia juga menilai jika perlu adanya regulasi yang tepat, bukan hanya untuk menjaga iklim usaha industri di dalam negeri tetap kondusif, namun juga menyiasati aturan WTO atau perjanjian organisasi perdagangan dunia, yang melarang penutupan pintu impor produk luar negeri.
Baca juga: DPRD Kalteng minta penurunan angka kecelakaan terus dijaga
Diketahui, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 6 Tahun 2024 tentang Tata Cara Penerbitan Pertimbangan Teknis Impor Produk Elektronik.
Dalam beleid itu ditetapkan terdapat 139 pos tarif elektronik yang diatur dengan rincian 78 pos tarif diterapkan Persetujuan Impor (PI) dan Laporan Surveyor (LS) serta 61 pos tarif lainnya diterapkan hanya dengan LS.
Beberapa produk yang termasuk ke dalam 78 pos tarif tersebut di antaranya adalah AC, televisi, mesin cuci, kulkas, kabel fiber optik, kulkas, laptop dan beberapa produk elektronik lainnya.
"Semoga ke depan produk dalam negeri bisa lebih berkembang dan didukung agar dapat bersaing di pasar global," demikian Ina Prayawati.
Baca juga: Sambut Idul Fitri, pegawai non ASN di Sekretariat DPRD Kalteng diberikan tali asih
Baca juga: DPRD Kalteng dukung penuh Paskah Nasional di Palangka Raya
Baca juga: Pemda di Kalteng harus optimal awasi pembayaran THR tepat waktu