Jakarta (ANTARA) - Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia membahas pelindungan merek Korea di Indonesia dengan Korea Trade-Investment Promotion Agency (Kotra) agar kesamaan merek asal Korea dan Indonesia dapat dihindari dan diselesaikan.
Direktur Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa DJKI Kemenkumham Anom Wibowo mengatakan saat ini masih terdapat merek Korea yang memiliki persamaan dengan merek Indonesia dan hal tersebut merupakan masalah yang harus didiskusikan bersama.
"Masalah tersebut harus kita diskusikan bersama, bagaimana cara pelindungan ke depannya. Oleh sebab itu, kita perlu mendengar dari pelanggan kami, baik dari domestik maupun dari pihak lainnya termasuk Kotra," ujar Anom sebagaimana keterangan tertulis dikutip di Jakarta, Sabtu.
Sebagai contoh, papar Anom, ada beberapa merek dagang produk Korea, seperti merek kosmetik ataupun produk makanan, yang tidak hanya terlihat mirip, tetapi hampir sama secara keseluruhan, yakni dari segi nama dan bentuk produknya.
Anom menjelaskan DJKI memiliki ketentuan bahwa sebelum merek dagang statusnya didaftarkan, mereka akan melalui proses publikasi terlebih dahulu.
Selama masa tersebut, pemilik merek dagang Korea yang mereknya sudah terdaftar di DJKI dan menemukan merek yang sama dapat mengajukan keberatan.
"Saya pikir mekanisme tersebut dapat digunakan oleh para pemilik merek dagang dari Korea sehingga mereka dapat menilai sendiri merek-merek yang menyerupai merek dagang di Indonesia," kata Anom.
Sebelumnya, pada Kamis (4/7), Anom selaku Direktur Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa DJKI melakukan audiensi bersama Direktur Jenderal Kotra Lee Jang Hee di Kantor Kotra Jakarta.
Pada kesempatan itu, Lee melalui Deputy Director Do Hee Su menawarkan Knowledge Sharing Program (KSP), yakni program yang diinisiasi langsung Pemerintah Korea Selatan.
Program KSP bertujuan berbagi pengalaman dan pengetahuan dalam hal kebijakan ekonomi, industri, kekayaan sosial, infrastruktur, lingkungan, dan pemerintahan.
"Kebijakan terkait kekayaan intelektual juga dapat menjadi salah satu isu dalam program KSP, tepatnya di bidang manajemen publik terkait administrasi publik, pemerintahan digital, dan ketenagakerjaan," kata dia.
Di sisi lain, audiensi tersebut menandai komitmen DJKI dan Kotra menghadapi tantangan adanya merek dagang Korea yang mirip atau sama dengan merek dagang yang ada di Indonesia.
Kegiatan itu diharapkan dapat melahirkan solusi yang baik dalam mencegah terjadinya masalah serupa di kemudian hari.
Direktur Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa DJKI Kemenkumham Anom Wibowo mengatakan saat ini masih terdapat merek Korea yang memiliki persamaan dengan merek Indonesia dan hal tersebut merupakan masalah yang harus didiskusikan bersama.
"Masalah tersebut harus kita diskusikan bersama, bagaimana cara pelindungan ke depannya. Oleh sebab itu, kita perlu mendengar dari pelanggan kami, baik dari domestik maupun dari pihak lainnya termasuk Kotra," ujar Anom sebagaimana keterangan tertulis dikutip di Jakarta, Sabtu.
Sebagai contoh, papar Anom, ada beberapa merek dagang produk Korea, seperti merek kosmetik ataupun produk makanan, yang tidak hanya terlihat mirip, tetapi hampir sama secara keseluruhan, yakni dari segi nama dan bentuk produknya.
Anom menjelaskan DJKI memiliki ketentuan bahwa sebelum merek dagang statusnya didaftarkan, mereka akan melalui proses publikasi terlebih dahulu.
Selama masa tersebut, pemilik merek dagang Korea yang mereknya sudah terdaftar di DJKI dan menemukan merek yang sama dapat mengajukan keberatan.
"Saya pikir mekanisme tersebut dapat digunakan oleh para pemilik merek dagang dari Korea sehingga mereka dapat menilai sendiri merek-merek yang menyerupai merek dagang di Indonesia," kata Anom.
Sebelumnya, pada Kamis (4/7), Anom selaku Direktur Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa DJKI melakukan audiensi bersama Direktur Jenderal Kotra Lee Jang Hee di Kantor Kotra Jakarta.
Pada kesempatan itu, Lee melalui Deputy Director Do Hee Su menawarkan Knowledge Sharing Program (KSP), yakni program yang diinisiasi langsung Pemerintah Korea Selatan.
Program KSP bertujuan berbagi pengalaman dan pengetahuan dalam hal kebijakan ekonomi, industri, kekayaan sosial, infrastruktur, lingkungan, dan pemerintahan.
"Kebijakan terkait kekayaan intelektual juga dapat menjadi salah satu isu dalam program KSP, tepatnya di bidang manajemen publik terkait administrasi publik, pemerintahan digital, dan ketenagakerjaan," kata dia.
Di sisi lain, audiensi tersebut menandai komitmen DJKI dan Kotra menghadapi tantangan adanya merek dagang Korea yang mirip atau sama dengan merek dagang yang ada di Indonesia.
Kegiatan itu diharapkan dapat melahirkan solusi yang baik dalam mencegah terjadinya masalah serupa di kemudian hari.