Sampit (ANTARA) - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah merekomendasikan status quo terhadap lahan kemitraan antara PT Sinar Citra Cemerlang (SCC) dan Koperasi Itah Epat Hapakat.
“Hari ini kami telah mendengar penjelasan dari semua pihak terkait. Kami minta perusahaan segera menyelesaikan permasalahan plasma, jika tidak maka lahan dianggap berstatus quo,” kata Ketua Komisi II DPRD Kotim Juliansyah di Sampit, Senin.
Hal ini ia sampaikan usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II terkait permasalahan kemitraan lahan seluas 643,84 hektare antara Koperasi Itah Epat Hapakat dengan PT SCC.
RDP ini sekaligus menindaklanjuti surat Koperasi Itah Epat Hapakat Nomor 007/SP/KOP-IEH/DS BR/V/2024 tanggal 12 Mei 2024 perihal permohonan atensi atau perhatian khusus kepada Komisi II DPRD Kotim terkait permasalahan kemitraan lahan yang telah berlangsung cukup lama.
Ketua Koperasi Itah Epat Hapakat, Diwil menyampaikan permasalahan ini sempat dibawa ke ranah kepolisian. Tepatnya, pada 21 Mei 2023 lalu di Polres Kotim ada kesepakatan bahwa perusahaan akan merealisasikan tuntutan warga melalui koperasi dalam bentuk lahan plasma.
Apabila plasma tidak direalisasikan maka perusahaannya akan diputus oleh pemerintah daerah, namun menurutnya hingga kini kesepakatan itu belum terealisasi
Ia juga menyebutkan, perusahaan sudah mengakui kepemilikan lahan oleh masyarakat, dibuktikan bahwa sejak tahun 2015 sampai 2022 akhir perusahaan masih membayarkan kompensasi.
Baca juga: Tower sutet terkepung karhutla, Satgas Kotim berjibaku padamkan api
“Namun sejak 1 Januari 2023 hingga 2024, hampir 20 bulan belum dibayarkan. Ada 58 dokumen kepemilikan lahan yang sudah diketahui oleh RT hingga kepala desa dan camat dan juga ditandatangani direktur PT SCC saat itu,” ujarnya.
Sementara perwakilan PT SCC, Basurami menyampaikan, bahwa perusahaan telah menindaklanjuti sejumlah tuntutan pihak koperasi atau Diwil Cs.
“Pertama, perusahaan sudah membayar tuntutan penyelesaian kepada Diwil Cs sebesar Rp2,7 miliar. Penyerahan melalui Polres Kotim dilengkapi BA kesepakatan penyelesaian,” sebutnya.
Kedua, tuntutan plasma juga sudah ditindaklanjuti oleh perusahaan, namun sesuai Undang-Undang yang berlaku terkait plasma 20 persen diperuntukkan bagi masyarakat bukan untuk perorangan atau kelompok.
Dalam kesempatan itu, Basurami juga menyampaikan surat pernyataan dari Pimpinan PT SCC di antaranya terkait dua poin yang ia sampaikan tersebut.
Pihaknya juga menegaskan PT SCC memiliki produk pemerintah yang sah berupa hak guna usaha (HGU), sehingga perusahaan merupakan satu-satunya pihak yang memegang hak penggunaan lahan tersebut.
Selain itu, lahan yang diklaim oleh koperasi tidak memiliki legal standing atau payung hukum yang jelas, sebab koperasi hanya mempunyai surat pernyataan yang bukan merupakan bukti kepemilikan lahan.
“Sejujurnya kami sedih dengan gejolak yang terjadi, karena di PT SCC ada 400 masyarakat asli Kecamatan Cempaga dan Cempaga Hulu yang menggali rezeki. Kalau tidak ada gejolak, tentu masyarakat yang bekerja terjamin dan perusahaan pun bisa melaksanakan usaha,” tuturnya.
Baca juga: DPRD Kotim dukung upaya bangkitkan kejayaan sepak bola
Di sisi lain, Kepala Bagian Tata Pemerintahan Setda Kotim Oktav Pahlevi turut memberikan tanggapan terkait permasalahan antara PT SCC dan Koperasi Itah Epat Hapakat yang disebut sudah selesai dimediasi di pemerintah daerah, bahkan mediasi sudah ditutup.
"Sebelumnya pemerintah telah memfasilitasi dan mediasi untuk persoalan ini, dan kami sudah melakukan verifikasi terhadap dokumen yang dimiliki kedua belah pihak sejak tahun 2020,” bebernya.
Ia mengatakan, Pemkab Kotim sudah beberapa kali melakukan upaya mediasi antara kedua belah pihak tetapi tidak mendapatkan atau menghasilkan kesepakatan atas penyelesaian masalah tersebut.
Pemkab Kotim menyarankan permasalahan ini harus diselesaikan melalui litigasi yaitu proses peradilan. Terkait, pihak yang terlebih dahulu melaporkan ke pengadilan menjadi tanggung jawab masing-masing pihak.
Setelah mendengar paparan dari semua pihak terkait, Komisi II DPRD Kotim pun menyampaikan tiga rekomendasi yang saling berkaitan.
Pertama, meminta kepada pihak perusahaan menyelesaikan plasma atau permintaan Sesuai dengan kesepakatan pada tanggal 15 Desember 2021.
Kedua, apabila perusahaan belum bisa melaksanakan hasil kesepakatan yang tertuang di poin pertama, maka lokasi lahan seluas 643,84 hektare dianggap berstatus quo dan tidak dapat dilakukan aktivitas oleh pihak perusahaan maupun pihak koperasi.
Ketiga, apabila terjadi kesalahan dalam kesimpulan rapat hari ini nanti akan dilakukan perbaikan-perbaikan di kemudian hari.
Baca juga: Bupati Kotim apresiasi Kades Rasau Tumbuh hibahkan tanah pembangunan pustu
Baca juga: Telusuri dugaan pungli di sekolah, DPRD Kotim gelar RDP dengan Disdik
Baca juga: Wabup Kotim: Apresiasi Bunda PAUD harus dilakukan secara jujur