Sampit (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah menggelar diskusi publik laporan antara penyusunan dokumen rencana penanggulangan bencana (RPB), khususnya menyiapkan rencana-rencana kontijensi menghadapi potensi bencana.
“Kotim merupakan salah satu daerah yang memiliki tingkat kerawanan bencana yang tinggi, untuk itu kita perlu menyiapkan rencana kontijensi untuk memitigasi dampak dan menanggulangi bencana itu,” kata Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesra Sekretariat Daerah Kotim Rihel di Sampit, Selasa.
Kegiatan yang digelar melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) melibatkan Universitas Palangka Raya (UPR), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), organisasi perangkat daerah (OPD), instansi vertikal, serta asosiasi camat dan asosiasi kepala desa.
Rihel menuturkan, Kotim salah satu daerah yang memiliki tingkat kerawanan bencana yang tinggi, seperti banjir, kebakaran hutan dan lahan (karhutla), dan abrasi. Kejadian bencana ini merupakan hal yang tidak pernah diharapkan dan bisa terjadi kapan saja.
Namun, apabila dicermati dampak negatif dan kerugian akibat dari bencana pada dasarnya dapat dikurangi apabila memiliki data dan analisis yang memadai dalam hal perencanaan penanggulangan bencana.
“Untuk itulah digelar kegiatan ini untuk menyusun RPB Kotim, dimana kegiatan ini adalah lanjutan dari FGD rancangan awal atau laporan pendahuluan penyusunan RPB yang dilaksanakan pada 30 Mei 2024 lalu,” ucapnya.
Dokumen RPB merupakan dokumen lima tahunan turunan dari Rencana Induk Penanggulangan Bencana (RIPB) 2020-2024, yakni rencana jangka panjang 25 tahun yang memuat visi-misi, kebijakan dan strategi, serta peta pelaksanaan penanggulangan bencana.
Dokumen RPB disusun berdasarkan hasil analisis risiko bencana, selain itu juga memuat upaya penanggulangan bencana yang dijabarkan dalam program kegiatan penanggulangan bencana dan rincian anggarannya.
Rihel pun berpesan kepada seluruh peserta agar dapat memberikan komitmen, masukan dan kontribusi nyata dalam penyusunan RPB Kotim agar mencapai hasil yang diharapkan.
Baca juga: Bawaslu Kotim Ngampus ajak mahasiswa awasi pilkada
Sementara itu, Kepala Pelaksana BPBD Kotim Multazam menyampaikan penyusunan RPB ini merupakan kelanjutan dari kajian risiko bencana (KRB) yang dimulai pada 2022. KRB memuat data tematik yang bisa di overlay dengan peta yang ada di Kotim, sehingga memberikan gambaran lokasi-lokasi rawan bencana.
Selanjutnya, disusunlah RPB dengan melihat kerawanan bencana tersebut serta dampaknya pada kerusakan lingkungan hingga korban jiwa.
“Rencana-rencana kontijensi yang kita susun ini, berikutnya pada 2025 akan menjadi bagian untuk melengkapi seluruh dokumen yang bisa dipadupadankan dengan rencana pembangunan secara makro di Kotim,” jelasnya.
Berdasarkan KRB, hampir setiap kecamatan di Kotim memiliki potensi kerawanan bencana, hanya saja tingkatannya berbeda-beda. Ada yang rendah, sedang dan tinggi. Data itu pun telah terdistribusi ke beberapa wilayah dan sudah dilakukan digitasi.
Di antaranya, untuk wilayah yang rawan banjir meliputi wilayah utara hingga sebagian wilayah tengah Kotim, dari Kecamatan Antang Kalang hingga Kota Besi. Sedangkan, untuk rawan karhutla meliputi wilayah selatan ke tengah, dari Kecamatan Teluk Sampit hingga Cempaga.
Selain, bencana-bencana yang sudah sering terjadi maupun bencana yang konsepnya perlahan, pihaknya juga mengantisipasi adanya bencana lain yang menurutnya mungkin terjadi dengan adanya perubahan iklim yang sangat besar.
“Contohnya dari dampak perubahan iklim adalah cuaca ekstrem, seperti kemarin terjadi angin puting beliung di Palangka Raya yang cukup besar. Di Sampit dan sekitarnya sebenarnya juga terjadi walau intensitasnya rendah, tapi itu perlu kita waspadai,” lanjutnya.
Menurutnya, bencana seperti ini justru lebih berbahaya, sebab kejadiannya cepat dan dampak kerusakannya cukup hebat. Oleh sebab itu, melalui penyusunan RPB ini diharapkan Kotim memiliki langkah mitigasi, baik dari segi personel, peralatan maupun kapasitas atau pemahaman masyarakat terhadap bencana yang datang tiba-tiba.
“Kita harus beri edukasi, agar kemudian hari apabila terjadi bencana kita berharap dampaknya bisa kita minimalisir,” demikian Multazam.
Baca juga: DLH gandeng UGM teliti beban pencemar Sungai Mentaya
Baca juga: Gencarkan pemerataan pendidikan, Pemkab Kotim resmikan empat bangunan SD
Baca juga: Pemkab Kotim pastikan CFD tetap fasilitasi UMKM
“Kotim merupakan salah satu daerah yang memiliki tingkat kerawanan bencana yang tinggi, untuk itu kita perlu menyiapkan rencana kontijensi untuk memitigasi dampak dan menanggulangi bencana itu,” kata Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesra Sekretariat Daerah Kotim Rihel di Sampit, Selasa.
Kegiatan yang digelar melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) melibatkan Universitas Palangka Raya (UPR), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), organisasi perangkat daerah (OPD), instansi vertikal, serta asosiasi camat dan asosiasi kepala desa.
Rihel menuturkan, Kotim salah satu daerah yang memiliki tingkat kerawanan bencana yang tinggi, seperti banjir, kebakaran hutan dan lahan (karhutla), dan abrasi. Kejadian bencana ini merupakan hal yang tidak pernah diharapkan dan bisa terjadi kapan saja.
Namun, apabila dicermati dampak negatif dan kerugian akibat dari bencana pada dasarnya dapat dikurangi apabila memiliki data dan analisis yang memadai dalam hal perencanaan penanggulangan bencana.
“Untuk itulah digelar kegiatan ini untuk menyusun RPB Kotim, dimana kegiatan ini adalah lanjutan dari FGD rancangan awal atau laporan pendahuluan penyusunan RPB yang dilaksanakan pada 30 Mei 2024 lalu,” ucapnya.
Dokumen RPB merupakan dokumen lima tahunan turunan dari Rencana Induk Penanggulangan Bencana (RIPB) 2020-2024, yakni rencana jangka panjang 25 tahun yang memuat visi-misi, kebijakan dan strategi, serta peta pelaksanaan penanggulangan bencana.
Dokumen RPB disusun berdasarkan hasil analisis risiko bencana, selain itu juga memuat upaya penanggulangan bencana yang dijabarkan dalam program kegiatan penanggulangan bencana dan rincian anggarannya.
Rihel pun berpesan kepada seluruh peserta agar dapat memberikan komitmen, masukan dan kontribusi nyata dalam penyusunan RPB Kotim agar mencapai hasil yang diharapkan.
Baca juga: Bawaslu Kotim Ngampus ajak mahasiswa awasi pilkada
Sementara itu, Kepala Pelaksana BPBD Kotim Multazam menyampaikan penyusunan RPB ini merupakan kelanjutan dari kajian risiko bencana (KRB) yang dimulai pada 2022. KRB memuat data tematik yang bisa di overlay dengan peta yang ada di Kotim, sehingga memberikan gambaran lokasi-lokasi rawan bencana.
Selanjutnya, disusunlah RPB dengan melihat kerawanan bencana tersebut serta dampaknya pada kerusakan lingkungan hingga korban jiwa.
“Rencana-rencana kontijensi yang kita susun ini, berikutnya pada 2025 akan menjadi bagian untuk melengkapi seluruh dokumen yang bisa dipadupadankan dengan rencana pembangunan secara makro di Kotim,” jelasnya.
Berdasarkan KRB, hampir setiap kecamatan di Kotim memiliki potensi kerawanan bencana, hanya saja tingkatannya berbeda-beda. Ada yang rendah, sedang dan tinggi. Data itu pun telah terdistribusi ke beberapa wilayah dan sudah dilakukan digitasi.
Di antaranya, untuk wilayah yang rawan banjir meliputi wilayah utara hingga sebagian wilayah tengah Kotim, dari Kecamatan Antang Kalang hingga Kota Besi. Sedangkan, untuk rawan karhutla meliputi wilayah selatan ke tengah, dari Kecamatan Teluk Sampit hingga Cempaga.
Selain, bencana-bencana yang sudah sering terjadi maupun bencana yang konsepnya perlahan, pihaknya juga mengantisipasi adanya bencana lain yang menurutnya mungkin terjadi dengan adanya perubahan iklim yang sangat besar.
“Contohnya dari dampak perubahan iklim adalah cuaca ekstrem, seperti kemarin terjadi angin puting beliung di Palangka Raya yang cukup besar. Di Sampit dan sekitarnya sebenarnya juga terjadi walau intensitasnya rendah, tapi itu perlu kita waspadai,” lanjutnya.
Menurutnya, bencana seperti ini justru lebih berbahaya, sebab kejadiannya cepat dan dampak kerusakannya cukup hebat. Oleh sebab itu, melalui penyusunan RPB ini diharapkan Kotim memiliki langkah mitigasi, baik dari segi personel, peralatan maupun kapasitas atau pemahaman masyarakat terhadap bencana yang datang tiba-tiba.
“Kita harus beri edukasi, agar kemudian hari apabila terjadi bencana kita berharap dampaknya bisa kita minimalisir,” demikian Multazam.
Baca juga: DLH gandeng UGM teliti beban pencemar Sungai Mentaya
Baca juga: Gencarkan pemerataan pendidikan, Pemkab Kotim resmikan empat bangunan SD
Baca juga: Pemkab Kotim pastikan CFD tetap fasilitasi UMKM