Muara Teweh (ANTARA) - Dinas Kesehatan Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah, mengadakan pelatihan dasar menangani masalah kegawatdaruratan atau Basic Trauma Life Support (BTCLS) bagi perawat di 17 puskesmas kabupaten setempat.
"Pelatihan dasar ini merupakan salah satu upaya dalam peningkatan kompetensi bagi perawat dalam menangani masalah kegawatdaruratan akibat trauma dan gangguan kardiaovaskuler atau jantung," kata Kepala Dinas Kesehatan Barito Utara Pariadi AR di Muara Teweh, Rabu.
Menurut dia, penanganan yang cepat dan tepat dari mulai pre-hospital hingga intra-hopital oleh perawat sangat penting untuk mencegah kecacatan dan kematian. Oleh karena itu perawat dituntut untuk memiliki kompetensi dalam menangani masalah kegawatdaruratan akibat trauma dan gangguan kardiovaskuler.
"Penanganan masalah ini ditunjukkan untuk melakukan pengkajian awal dan memberikan penanganan kegawatdaruratan dasar sehingga dapat menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan," katanya.
Dia mengatakan, pelatihan dasar ini ditunjukkan bagi perawat, calon perawat yang berada pada masa pendidikan keperawatan di semester akhir dan perawat fresh graduated. Untuk mempertahankan dan mengembangkan kompetensi keperawatan gawat darurat (emergensi) bagi perawat yang sudah bekerja, telah dipersiapkan pelatihan keperawatan emergensi dasar, intermediate dan advanced.
Puskesmas, jelasnya, merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan primer, yang berfungsi sebagai garda terdepan dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Pelatihan BTCLS sangat penting bagi perawat di puskesmas karena dapat membantu mereka untuk mencegah kematian atau kerusakan organ pada korban gawat darurat atau bencana, menekan tingkat kecacatan akibat trauma dan jantung, melakukan penanganan pasien dengan kegawatdaruratan trauma dan kardiovaskular.
"Apresiasi juga kami sampaikan kepada semua pihak yang telah berkontribusi dan berpartisipasi aktif sehingga pelatihan BTCLS ini dapat dilaksanakan pada tahun ini,” katanya.
Dia menjelaskan, di Indonesia data dari riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan bahwa prevelansi penyakit jantung koroner (PJK) sejak tahun 2007-2018 mengalami peningkatan.
Selain itu, data juga menunjukkan bahwa telah terjadi pergeseran usia pasien PJK yang tadinya banyak terjadi di usia tua, saat ini PJK juga dialami oleh kelompok usia muda (25-34 tahun).
Menurut dia berdasarkan jenis kelamin, prevalensi PJK terjadi lebih sering pada wanita dibandingkan dengan laki-laki. Penduduk perkotaan lebih banyak menderita PJK dibandingkan penduduk pedesaan. Dalam kondisi gawat darurat, PJK yang tidak tertangani dengan baik dapat mengakibatkan henti jantung hingga kematian.
Selain PJK, kata Pariadi, prevalensi cedera di Indonesia juga mengalami peningkatan. Cedera yang tidak ditangani dengan baik selain dapat berujung pada kematian juga dapat berujung kecacatan yang mengganggu aktivitas sehari hari bahkan menyebabkan korban tidak produktif dan kehilangan pekerjaan.
Lebih lanjut Kadis Kesehatan, menurut data Riskesdas tahun 2018 cedera sering terjadi pada penduduk usia produktif (15-24 tahun) yang menyebabkan panca indera tidak berfungsi, kehilangan sebagian anggota badan dan catat permanen. Laki laki lebih sering mengalami cedera dibandingkan dengan wanita.
“Anggota gerak atas dan bawah adalah bagian tubuh yang paling sering mengalami cedera. Kecelakaan lalu lintas adalah penyebab utama terjadinya cedera. Berdasarkan tempat terjadinya, rumah dan lingkungan sekitarnya menjadi tempat tersering terjadinya cedera (44.7 persen) sedangkan jalan raya menempati posisi kedua tersering (31.4 persen),” kata dia.
Pelatihan ini diikuti sebanyak 30 orang peserta dari 17 Puskesmas yang ada di Kabupaten Barito Utara. Pelatihan dilaksanakan dengan metode pelatihan daring tiga hari dari tempat masing-masing dan luring selama tiga hari di aula Dinas Kesehatan setempat.
Sedangkan tim fasilitator atau instruktur ada lima orang instruktur yang berpengalaman di bidang gawat darurat bersertifikasi sebagai fasilitator atau instruktur, satu pengendali pelatihan dan satu petugas QS.
"Pelatihan dasar ini merupakan salah satu upaya dalam peningkatan kompetensi bagi perawat dalam menangani masalah kegawatdaruratan akibat trauma dan gangguan kardiaovaskuler atau jantung," kata Kepala Dinas Kesehatan Barito Utara Pariadi AR di Muara Teweh, Rabu.
Menurut dia, penanganan yang cepat dan tepat dari mulai pre-hospital hingga intra-hopital oleh perawat sangat penting untuk mencegah kecacatan dan kematian. Oleh karena itu perawat dituntut untuk memiliki kompetensi dalam menangani masalah kegawatdaruratan akibat trauma dan gangguan kardiovaskuler.
"Penanganan masalah ini ditunjukkan untuk melakukan pengkajian awal dan memberikan penanganan kegawatdaruratan dasar sehingga dapat menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan," katanya.
Dia mengatakan, pelatihan dasar ini ditunjukkan bagi perawat, calon perawat yang berada pada masa pendidikan keperawatan di semester akhir dan perawat fresh graduated. Untuk mempertahankan dan mengembangkan kompetensi keperawatan gawat darurat (emergensi) bagi perawat yang sudah bekerja, telah dipersiapkan pelatihan keperawatan emergensi dasar, intermediate dan advanced.
Puskesmas, jelasnya, merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan primer, yang berfungsi sebagai garda terdepan dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Pelatihan BTCLS sangat penting bagi perawat di puskesmas karena dapat membantu mereka untuk mencegah kematian atau kerusakan organ pada korban gawat darurat atau bencana, menekan tingkat kecacatan akibat trauma dan jantung, melakukan penanganan pasien dengan kegawatdaruratan trauma dan kardiovaskular.
"Apresiasi juga kami sampaikan kepada semua pihak yang telah berkontribusi dan berpartisipasi aktif sehingga pelatihan BTCLS ini dapat dilaksanakan pada tahun ini,” katanya.
Dia menjelaskan, di Indonesia data dari riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan bahwa prevelansi penyakit jantung koroner (PJK) sejak tahun 2007-2018 mengalami peningkatan.
Selain itu, data juga menunjukkan bahwa telah terjadi pergeseran usia pasien PJK yang tadinya banyak terjadi di usia tua, saat ini PJK juga dialami oleh kelompok usia muda (25-34 tahun).
Menurut dia berdasarkan jenis kelamin, prevalensi PJK terjadi lebih sering pada wanita dibandingkan dengan laki-laki. Penduduk perkotaan lebih banyak menderita PJK dibandingkan penduduk pedesaan. Dalam kondisi gawat darurat, PJK yang tidak tertangani dengan baik dapat mengakibatkan henti jantung hingga kematian.
Selain PJK, kata Pariadi, prevalensi cedera di Indonesia juga mengalami peningkatan. Cedera yang tidak ditangani dengan baik selain dapat berujung pada kematian juga dapat berujung kecacatan yang mengganggu aktivitas sehari hari bahkan menyebabkan korban tidak produktif dan kehilangan pekerjaan.
Lebih lanjut Kadis Kesehatan, menurut data Riskesdas tahun 2018 cedera sering terjadi pada penduduk usia produktif (15-24 tahun) yang menyebabkan panca indera tidak berfungsi, kehilangan sebagian anggota badan dan catat permanen. Laki laki lebih sering mengalami cedera dibandingkan dengan wanita.
“Anggota gerak atas dan bawah adalah bagian tubuh yang paling sering mengalami cedera. Kecelakaan lalu lintas adalah penyebab utama terjadinya cedera. Berdasarkan tempat terjadinya, rumah dan lingkungan sekitarnya menjadi tempat tersering terjadinya cedera (44.7 persen) sedangkan jalan raya menempati posisi kedua tersering (31.4 persen),” kata dia.
Pelatihan ini diikuti sebanyak 30 orang peserta dari 17 Puskesmas yang ada di Kabupaten Barito Utara. Pelatihan dilaksanakan dengan metode pelatihan daring tiga hari dari tempat masing-masing dan luring selama tiga hari di aula Dinas Kesehatan setempat.
Sedangkan tim fasilitator atau instruktur ada lima orang instruktur yang berpengalaman di bidang gawat darurat bersertifikasi sebagai fasilitator atau instruktur, satu pengendali pelatihan dan satu petugas QS.