Jakarta (ANTARA
News) - Indonesian Corruption Watch (ICW) mempertanyakan berkurangnya
jumlah buron koruptor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) di dalam
laman Kejaksaan Agung.
"Yang jelas kami mempertanyakan itu, karena sampai sekarang
kejaksaan tidak pernah terbuka soal berapa buron koruptor yang masih
diburu," kata anggota Badan Pekerja ICW, Emerson F Yuntho, di Jakarta,
Senin.
Dari laman kejaksaan.go.id, empat buronan BLBI itu yakni Eko Edi
Putranto (Mantan Komisaris PT BHS), Hendro Bambang Sumantri (Pensiunan
Departemen Perdagangan RI), Lesmana Basuki (Presiden Direktur PT
Sejahtera Bank Umum (PT SBU)), dan Samadikun Hartono (Mantan Komisaris
Utama PT Bank Modern Tbk), dan Hary Matalata (Direktur PD Pooja dan PT
Devi Pooja Kumari), ditambah dua buron baru kasus Century Hesham Al
Warraq dan Rafat Ali Rizvy.
Pada 17 Oktober 2006, Kejagung menyebutkan ada 14 koruptor BLBI
yakni, Sudjiono Timan (Dirut PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia
(BPUI)), Eko Edi Putranto (Direksi Bank Harapan Sentosa (BHS)),
Samadikun Hartono (Presdir Bank Modern), Lesmana Basuki (Kasus BLBI).
Selanjutnya,
Sherny Kojongian (Direksi BHS), Hendro Bambang Sumantri (Kasus BLBI),
Eddy Djunaedi (Kasus BLBI), Ede Utoyo (Kasus BLBI), Toni Suherman (Kasus
BLBI), Bambang Sutrisno (Wadirut Bank Surya), Andrian Kiki Ariawan
(Direksi Bank Surya), Harry Mattalata alias Hariram Ramchmand Melwani
(Kasus BLBI), Nader Taher (Dirut PT Siak Zamrud Pusako), dan Dharmono K
Lawi (Kasus BLBI).
Kejagung melalui Wakil Jaksa Agung (Waja) saat itu, Dharmono pada
13 Juni 2012 menyebutkan masih ada 23 buron BLBI yang belum ditangkap
pasca dipulangkannya satu buron BLBI, Sherny Kojongian ke tanah air
setelah ditangkap Interpol di San Francisco, AS.
Emerson menambahkan kejaksaan harus memberikan penjelasan publik
mengenai berkurangnya jumlah buron koruptor itu dan harus terbuka secara
gamblang atau secara resmi sebenarnya ada berapa buron koruptor BLBI
yang masih diburu sampai sekarang.
"Kami meminta Kejagung agar terbuka menjelaskan sebenarnya ada berapa buron koruptor BLBI yang belum ditangkap," katanya.
Ia menduga kejagung sudah menghentikan kasus penyidikan sejumlah buron koruptor itu tanpa memberitahukan ke publik.
Ia menilai Kejagung tidak serius di dalam pengejaran para koruptor
tersebut, salah satunya saat kami meminta "up date" jumlah buronan
koruptor beberapa waktu lalu, sampai sekarang tidak ditanggapi.
"Sampai sekarang permintaan up date jumlah sesungguhnya buronan
koruptor yang belum ditangkap, belum dipenuhi sama sekali," katanya.
Semula, kata dia, jika sudah ada data yang jelas jumlahnya berapa maka akan disamakan dengan jumlah yang dimiliki oleh ICW.
Ia juga menyoroti soal hasil tangkapan buronan korupsi oleh
kejaksaan sejak berdirinya "Monitoring Center" atau alat sadap pada Juli
2011, bukannya kelas kakap.
"Kita sayangkan buronan korupsi yang ditangkap itu bukannya kelas kakap," katanya.
ICW Pertanyakan Berkurangnya Buron Koruptor Di Kejagung
Kami meminta Kejagung agar terbuka menjelaskan sebenarnya ada berapa buron koruptor BLBI yang belum ditangkap