Jakarta (ANTARA) - Beberapa karyawan Twitter dilaporkan telah mengatur akun mereka menjadi pribadi atau private, dan menghapus biografi online mereka karena khawatir menjadi target pendukung Presiden Trump.
Selain itu, dikutip dari The Verge, Minggu, beberapa eksekutif Twitter juga telah mendapat pengamanan pribadi karena perusahaan media sosial tersebut memperhitungkan keputusannya untuk tak segan-segan memblokir "suara yang lantang."
Akun Trump @realDonaldTrump secara permanen diblokir Twitter pada 8 Januari, "karena risiko hasutan kekerasan lebih lanjut," kata Twitter.
Baca juga: Twitter blokir akun Trump secara permanen
Baca juga: Twitter larang klaim palsu tentang vaksin COVID-19
Trump mengatakan kepada para pendukungnya dalam rapat umum tepat sebelum serangan di Capitol AS pada 6 Januari, mereka "harus menunjukkan kekuatan," dan "berjuang lebih keras," yang mendorong untuk berjalan ke Capitol.
Trump mencuitkan bahwa Wakil Presiden Mike Pence "tidak memiliki keberanian untuk melakukan apa yang seharusnya dilakukan," dan kemudian -- sementara serangan masih berlangsung -- dia mencuitkan "kami mencintaimu" kepada para pendukungnya.
Dewan Perwakilan Rakyat AS memakzulkan Trump untuk kedua kalinya pada 13 Januari karena "menghasut pemberontakan."
CEO Twitter Jack Dorsey, yang bekerja jarak jauh dari pulau pribadi saat kerusuhan terjadi, tidak sepenuhnya yakin larangan sementara terhadap presiden pada hari itu adalah keputusan yang tepat.
Para eksekutif Twitter kepada Dorsey mengatakan bahwa tanggapan terhadap cuitan Trump sehari setelah kerusuhan menunjukkan adanya potensi besar untuk lebih banyak kekerasan di dunia nyata, yang pada akhirnya mengarah pada pemblokiran permanen akun Twitter.
Lebih dari 300 karyawan Twitter telah menandatangani petisi internal yang menyerukan penangguhan permanen Trump. Pada saat itu perusahaan media sosial tersebut telah memutuskan untuk memblokir Trump.
Setelah Twitter mengumumkan larangannya, Snapchat mengeluarkan larangan permanennya sendiri, dan Twitch serta Facebook memberikan larangan tanpa batas pada akun Presiden Trump.
Facebook mengatakan, "Risiko membiarkan Presiden terus menggunakan layanan kami ... terlalu besar." Selain itu, Shopify menghapus toko kampanye Trump, sumber utama penjualan aksesori kampanye, seperti topi "Make America Great Again."
Dalam utas Twitter, Dorsey mengatakan bahwa memblokir akun Trump adalah keputusan yang tepat.
"Kerusakan offline akibat pidato online terbukti nyata, dan itu yang mendorong kebijakan dan penegakan kami di atas segalanya," tulis Dorsey.