Korupsi masih jadi tantangan reformasi birokrasi ASN
"Saya kira semua ASN harus tahu keberadaan LAPOR dan masyarakat juga sudah makin banyak yang memahami,"
Jakarta (ANTARA) - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo mengatakan korupsi masih jadi salah satu tantangan untuk mewujudkan reformasi pada bidang birokrasi, termasuk meningkatkan profesionalisme aparatur sipil negara (ASN).
Oleh karena itu, Tjahjo menerangkan bahwa pihaknya akan terus meningkatkan profesionalisme ASN agar tidak terjebak jerat korupsi melalui beberapa kebijakan, di antaranya pelaporan harta dan kekayaan secara berkala, penguatan sistem integritas internal, pengendalian gratifikasi dan penanganan benturan kepentingan (conflict of interest), serta pengelolaan sistem aduan yang terintegrasi dari masyarakat.
"Saya kira semua ASN harus tahu keberadaan LAPOR dan masyarakat juga sudah makin banyak yang memahami," kata Tjahjo saat menanggapi temuan Lembaga Survei Indonesia (LSI), salah satunya menyoroti persepsi korupsi di kalangan ASN, pada sebuah acara virtual di Jakarta, Ahad.
LAPOR merupakan aplikasi atau kanal virtual untuk masyarakat memberi keluhan dan aspirasi terkait dengan kinerja lembaga-lembaga pemerintah.
Tidak hanya itu, kata Tjahjo, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi juga berupaya membangun kolaborasi antarinstansi pemerintah, yang kemudian disebut dengan Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK).
Kemitraan itu melibatkan Kemenpan RB, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Dalam Negeri, Komisi Pemberantasan Korupsi, dan Kantor Staf Presiden.
"Tiap tahun kami merumuskan kebijakan dan aksi-aksi yang akan dilakukan tiap instansi pemerintah untuk menurunkan korupsi. Kami juga terus keliling daerah mengingatkan (ASN) mengenai area-area rawan korupsi," kata Tjahjo.
Dalam kesempatan yang sama, Tjahjo menjelaskan bahwa pihaknya telah menyelesaikan peta jalan reformasi birokrasi di Indonesia, yang pada tahap pertama fokusnya adalah mewujudkan birokrasi yang bersih dan akuntabel.
"Kedua, mewujudkan birokrasi yang capable (mampu/berdaya). Ketiga, mewujudkan birokrasi yang mampu memberikan pelayanan publik yang prima. Inilah yang diinginkan oleh Pak Presiden Jokowi," ucap Tjahjo.
Di samping korupsi, Tjahjo menyebut ASN juga masih menghadapi tantangan lain, di antaranya paham radikalisme teroris dan masalah narkoba.
Tjahjo mengaku tiap bulan masih kerap menghadiri sidang pemberian sanksi bagi ASN yang terlibat tiga masalah tersebut.
Ia menyebutkan beberapa ASN ada yang harus dipecat secara tidak hormat, dinonaktifkan, atau diturunpangkatkan oleh Pemerintah karena terlibat masalah korupsi, terpapar paham radikalisme teroris, atau peredaran narkoba.
"Saya sendiri (saat) satu tahun jadi Menpan RB sedih sekali harus hadir tiap bulan dalam rapat Badan Kepegawaian. Kami memutuskan (setidaknya) 30 sampai 40 orang harus dipecat, dinon-job-kan, dan diturunpangkatkan karena berkaitan dengan masalah tersebut," ujar Tjahjo menambahkan.
Penjelasan Tjahjo soal upaya pemerintah mengurangi dan mencegah korupsi di lingkaran ASN merupakan tanggapan terhadap temuan Lembaga Survei Indonesia yang menunjukkan mayoritas pegawai negeri sipil beranggapan bahwa tingkat korupsi di Indonesia masih relatif cukup tinggi.
"Sekitar 34,6 persen (PNS) menjawab tingkat korupsi di Indonesia saat ini meningkat, sementara 33,9 persen menyatakan tidak ada perubahan, dan 25,4 persen mengatakan (korupsi di Indonesia) menurun," kata Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan saat membacakan hasil survei terkait dengan persepsi korupsi pada kalangan PNS di Indonesia.
Survei terkait dengan persepsi korupsi itu merupakan bagian dari penelitian mengenai "Tantangan Reformasi Birokrasi: Persepsi Korupsi, Demokrasi, dan Intoleransi di Kalangan PNS" yang digelar oleh LSI pada periode 3 Januari sampai 31 Maret 2021.
Setidaknya, ada kurang lebih 915.504 pegawai negeri sipil atau 22 persen dari keseluruhan jumlah PNS di Indonesia yang terpilih sebagai responden survei.
Oleh karena itu, Tjahjo menerangkan bahwa pihaknya akan terus meningkatkan profesionalisme ASN agar tidak terjebak jerat korupsi melalui beberapa kebijakan, di antaranya pelaporan harta dan kekayaan secara berkala, penguatan sistem integritas internal, pengendalian gratifikasi dan penanganan benturan kepentingan (conflict of interest), serta pengelolaan sistem aduan yang terintegrasi dari masyarakat.
"Saya kira semua ASN harus tahu keberadaan LAPOR dan masyarakat juga sudah makin banyak yang memahami," kata Tjahjo saat menanggapi temuan Lembaga Survei Indonesia (LSI), salah satunya menyoroti persepsi korupsi di kalangan ASN, pada sebuah acara virtual di Jakarta, Ahad.
LAPOR merupakan aplikasi atau kanal virtual untuk masyarakat memberi keluhan dan aspirasi terkait dengan kinerja lembaga-lembaga pemerintah.
Tidak hanya itu, kata Tjahjo, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi juga berupaya membangun kolaborasi antarinstansi pemerintah, yang kemudian disebut dengan Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK).
Kemitraan itu melibatkan Kemenpan RB, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Dalam Negeri, Komisi Pemberantasan Korupsi, dan Kantor Staf Presiden.
"Tiap tahun kami merumuskan kebijakan dan aksi-aksi yang akan dilakukan tiap instansi pemerintah untuk menurunkan korupsi. Kami juga terus keliling daerah mengingatkan (ASN) mengenai area-area rawan korupsi," kata Tjahjo.
Dalam kesempatan yang sama, Tjahjo menjelaskan bahwa pihaknya telah menyelesaikan peta jalan reformasi birokrasi di Indonesia, yang pada tahap pertama fokusnya adalah mewujudkan birokrasi yang bersih dan akuntabel.
"Kedua, mewujudkan birokrasi yang capable (mampu/berdaya). Ketiga, mewujudkan birokrasi yang mampu memberikan pelayanan publik yang prima. Inilah yang diinginkan oleh Pak Presiden Jokowi," ucap Tjahjo.
Di samping korupsi, Tjahjo menyebut ASN juga masih menghadapi tantangan lain, di antaranya paham radikalisme teroris dan masalah narkoba.
Tjahjo mengaku tiap bulan masih kerap menghadiri sidang pemberian sanksi bagi ASN yang terlibat tiga masalah tersebut.
Ia menyebutkan beberapa ASN ada yang harus dipecat secara tidak hormat, dinonaktifkan, atau diturunpangkatkan oleh Pemerintah karena terlibat masalah korupsi, terpapar paham radikalisme teroris, atau peredaran narkoba.
"Saya sendiri (saat) satu tahun jadi Menpan RB sedih sekali harus hadir tiap bulan dalam rapat Badan Kepegawaian. Kami memutuskan (setidaknya) 30 sampai 40 orang harus dipecat, dinon-job-kan, dan diturunpangkatkan karena berkaitan dengan masalah tersebut," ujar Tjahjo menambahkan.
Penjelasan Tjahjo soal upaya pemerintah mengurangi dan mencegah korupsi di lingkaran ASN merupakan tanggapan terhadap temuan Lembaga Survei Indonesia yang menunjukkan mayoritas pegawai negeri sipil beranggapan bahwa tingkat korupsi di Indonesia masih relatif cukup tinggi.
"Sekitar 34,6 persen (PNS) menjawab tingkat korupsi di Indonesia saat ini meningkat, sementara 33,9 persen menyatakan tidak ada perubahan, dan 25,4 persen mengatakan (korupsi di Indonesia) menurun," kata Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan saat membacakan hasil survei terkait dengan persepsi korupsi pada kalangan PNS di Indonesia.
Survei terkait dengan persepsi korupsi itu merupakan bagian dari penelitian mengenai "Tantangan Reformasi Birokrasi: Persepsi Korupsi, Demokrasi, dan Intoleransi di Kalangan PNS" yang digelar oleh LSI pada periode 3 Januari sampai 31 Maret 2021.
Setidaknya, ada kurang lebih 915.504 pegawai negeri sipil atau 22 persen dari keseluruhan jumlah PNS di Indonesia yang terpilih sebagai responden survei.