Taliban melarang sinetron melibatkan pemain perempuan

id taliban,afghanistan,Taliban melarang sinetron melibatkan pemain perempuan

Taliban melarang sinetron melibatkan pemain perempuan

Hadia (10) (tengah) seorang siswi kelas 4 sekolah dasar berjalan pulang dari sekolahnya di Kabul, Afghanistan, 20 Oktober 2021. Gerakan Islam garis keras Taliban, yang merebut kekuasaan awal tahun ini setelah menggulingkan pemerintah yang didukung Barat, mengizinkan anak perempuan tingkat sekolah dasar kembali ke kelas, tetapi tidak membiarkan anak perempuan lainnya menghadiri sekolah menengah dan universitas. ANTARA FOTO/REUTERS/Zohra Bensemra/wsj.

Kabul (ANTARA) - Pemerintah Taliban merilis sederet pembatasan terhadap media Afghanistan, termasuk melarang drama televisi (sinetron) melibatkan pemain perempuan dan mewajibkan pembaca berita perempuan memakai "hijab Islami".

Kementerian Penyebaran Kebajikan dan Pencegahan Kejahatan Afghanistan menetapkan sembilan aturan media pekan ini, sebagian besar melarang media apa pun yang bertentangan dengan "nilai-nilai Islam atau Afghanistan", kata juru bicara pemerintah Taliban pada Selasa (23/11).

Beberapa pembatasan khusus ditargetkan pada kaum perempuan, sebuah langkah yang berpotensi memicu kekhawatiran komunitas internasional.

"Drama (televisi)... atau program-program yang menayangkan akting perempuan, tidak boleh disiarkan," tulis aturan tersebut.

Aturan itu juga mewajibkan wartawan perempuan yang bersiaran untuk memakai "hijab Islami" tanpa mendefinisikan apa maknanya.

Baca juga: Taliban mulai bayarkan gaji pegawai negeri Afghanistan

Meski sebagian besar perempuan di Afghanistan sudah berjilbab, pernyataan Taliban di masa lalu bahwa perempuan harus memakai "hijab Islami" kerap membuat para pegiat HAM perempuan khawatir. Mereka menganggap istilah itu tidak jelas dan dapat ditafsirkan secara kolot.

Aturan tersebut mendapat kecaman dari pengawas HAM internasional Human Rights Watch (HRW), yang menyebutkan bahwa kebebasan media di Afghanistan merosot.

"Hilangnya ruang untuk perbedaan pendapat dan pembatasan yang semakin ketat bagi kaum perempuan di bidang media dan seni itu menghancurkan," ucap Patricia Goss, seorang petinggi HRW untuk kawasan Asia lewat pernyataan.

Meski pejabat Taliban sudah berupaya meyakinkan kaum perempuan dan masyarakat internasional bahwa hak-hak perempuan akan dilindungi sejak mereka mengambil alih Afghanistan pada 15 Agustus lalu, banyak pendukung HAM dan perempuan masih meragukan janji itu.

Di bawah pemerintahan Taliban yang lalu, perempuan tidak boleh keluar rumah kecuali untuk bersekolah atau didampingi oleh kerabat laki-lakinya.

Sumber: Reuters

Baca juga: Pengungsi Afghanistan di NTT unjuk rasa tuntut Kemenkumham bantu proses status kewarganegaraan

Baca juga: Pendukung Taliban arak peti mati berbendera Amerika

Baca juga: Serangan AS mengenai seorang tersangka bom bunuh diri di Kabul