Undang-udang Cipta Kerja tetap berlaku, kata Jokowi
Jakarta (ANTARA) - Presiden Joko Widodo menegaskan Undang-undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) tetap berlaku pasca-putusan Mahkamah Konstitusi.
"Seluruh materi dan substansi dalam Undang-Undang Cipta kerja dan aturan sepenuhnya tetap berlaku, tanpa ada satu pasal pun yang dibatalkan atau dinyatakan tidak berlaku oleh MK," kata Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka Jakarta, Senin.
Presiden Jokowi menyampaikan hal tersebut didampingi para menteri koordinator kabinet Indonesia Maju yaitu Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD, Menteri Koordinator bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Korodinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto serta Menteri Sekretaris Negara Pratikno.
"Saya telah memerintahkan kepada para menko dan para menteri terkait untuk segera menindaklanjuti putusan MK itu secepatnya," tambah Presiden.
Baca juga: Setiap anggota Korpri harus tetap berikan pelayanan terbaik bagi masyarakat
Menurut Presiden Jokowi, pemerintah dan DPR sebagai pembentuk undang-undang diberikan waktu paling lambat 2 tahun untuk melakukan revisi atau perbaikan.
"Dengan demikian seluruh peraturan pelaksanaan Cipta Kerja yang ada saat ini masih tetap berlaku dengan dinyatakan masih berlakunya Undang-undang Cipta Kerja oleh MK," ucap Presiden.
Presiden pun menegaskan komitmen pemerintah terhadap agenda reformasi struktural melalui deregulasi dan debirokratisasi.
"Akan terus kita jalankan kepastian hukum dan dukungan pemerintah untuk kemudahan investasi dan berusaha akan terus saya pimpin. Saya pastikan sebagai negara demokrasi yang berdasarkan hukum pemerintah menghormati dan segera melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi MK nomor 91/PUU-XVIII/2020," ungkap Presiden.
Baca juga: Bertentangan dengan UUD 1945, MK nyatakan UU Cipta Kerja belum miliki hukum mengingkat
Presiden Jokowi juga meminta agar pelaku usaha dan investor tidak perlu khawatir.
"Saya pastikan kepada para pelaku usaha dan para investor dari dalam dan luar negeri bahwa investasi yang telah dilakukan serta investasi yang sedang dan akan berproses tetap aman dan terjamin. Sekali lagi saya pastikan pemerintah menjamin keamanan dan kepastian investasi di Indonesia," ujar Presiden menegaskan.
Sembilan orang hakim MK yaitu Anwar Usman selaku ketua Aswanto, Wahiduddin Adams, Suhartoyo, Enny Nurbaningsih, Saldi Isra, Arief Hidayat, Manahan M.P. Sitompul, dan Daniel Yusmic P. Foekh pada 25 November 2021 telah mengambil putusan dalam perkara uji formil UU Cipta Kerja.
Setidaknya ada lima poin utama dalam putusan hakim MK mengenai uji formil UU Cipta Kerja.
Baca juga: Menko Airlangga sebut UU Cipta Kerja tidak bertentangan dengan UUD 1945
Pertama, MK menyatakan pembentukan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat (inkonstitusional) secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai "tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 tahun sejak putusan diucapkan".
Kedua, menyatakan UU Ciptaker masih tetap berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu 2 tahun.
Ketiga, MK memerintahkan kepada pembentuk UU untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 2 tahun dan apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan maka UU Ciptaker menjadi inkonstitusional secara permanen.
Keempat, dalam masa 2 tahun perbaikan tersebut maka pasal-pasal atau materi muatan undang-undang yang telah dicabut atau diubah oleh UU Ciptaker dinyatakan berlaku kembali.
Baca juga: UU Cipta Kerja beri kemudahan bagi UMKM soal izin
Kelima, MK menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Ada enam pihak yang terdiri dari individu maupun kelompok masyarakat yaitu Hakiimi Irawan Bangkid Pamungkas (mantan buruh Perjanjian Kerja Waktu Tertentu), Ali Sujito (mahasiswa), Muhtar Said (dosen), Migrant Care, Badan Koordinasi Kerapatan Adat Nagari Sumatera Barat dan Mahkamah Adat Alam Minangkabau yang mengajukan gugatan uji formil UU Ciptaker ke MK.
Para penggugat mengatakan UU Cipta Kerja yang menerapkan konsep "Omnibus law" yang terbagi atas 11 klaster sebagai penggabungan dari 78 UU itu tidak memenuhi ketentuan pembentukan UU berdasarkan UUD 1945 (Cacat formil/Cacat Prosedur) karena terdapat pelanggaranpelanggaran yang dilakukan secara terang benderan dan secara nyata diketahui oleh publik.
Baca juga: Apa saja dampak dari penerapan 'omnibus law'?
Baca juga: UU Cipta Kerja permudah pembebasan kawasan hutan
Baca juga: UU Ciptaker tak turunkan standar penilaian AMDAL
"Seluruh materi dan substansi dalam Undang-Undang Cipta kerja dan aturan sepenuhnya tetap berlaku, tanpa ada satu pasal pun yang dibatalkan atau dinyatakan tidak berlaku oleh MK," kata Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka Jakarta, Senin.
Presiden Jokowi menyampaikan hal tersebut didampingi para menteri koordinator kabinet Indonesia Maju yaitu Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD, Menteri Koordinator bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Korodinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto serta Menteri Sekretaris Negara Pratikno.
"Saya telah memerintahkan kepada para menko dan para menteri terkait untuk segera menindaklanjuti putusan MK itu secepatnya," tambah Presiden.
Baca juga: Setiap anggota Korpri harus tetap berikan pelayanan terbaik bagi masyarakat
Menurut Presiden Jokowi, pemerintah dan DPR sebagai pembentuk undang-undang diberikan waktu paling lambat 2 tahun untuk melakukan revisi atau perbaikan.
"Dengan demikian seluruh peraturan pelaksanaan Cipta Kerja yang ada saat ini masih tetap berlaku dengan dinyatakan masih berlakunya Undang-undang Cipta Kerja oleh MK," ucap Presiden.
Presiden pun menegaskan komitmen pemerintah terhadap agenda reformasi struktural melalui deregulasi dan debirokratisasi.
"Akan terus kita jalankan kepastian hukum dan dukungan pemerintah untuk kemudahan investasi dan berusaha akan terus saya pimpin. Saya pastikan sebagai negara demokrasi yang berdasarkan hukum pemerintah menghormati dan segera melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi MK nomor 91/PUU-XVIII/2020," ungkap Presiden.
Baca juga: Bertentangan dengan UUD 1945, MK nyatakan UU Cipta Kerja belum miliki hukum mengingkat
Presiden Jokowi juga meminta agar pelaku usaha dan investor tidak perlu khawatir.
"Saya pastikan kepada para pelaku usaha dan para investor dari dalam dan luar negeri bahwa investasi yang telah dilakukan serta investasi yang sedang dan akan berproses tetap aman dan terjamin. Sekali lagi saya pastikan pemerintah menjamin keamanan dan kepastian investasi di Indonesia," ujar Presiden menegaskan.
Sembilan orang hakim MK yaitu Anwar Usman selaku ketua Aswanto, Wahiduddin Adams, Suhartoyo, Enny Nurbaningsih, Saldi Isra, Arief Hidayat, Manahan M.P. Sitompul, dan Daniel Yusmic P. Foekh pada 25 November 2021 telah mengambil putusan dalam perkara uji formil UU Cipta Kerja.
Setidaknya ada lima poin utama dalam putusan hakim MK mengenai uji formil UU Cipta Kerja.
Baca juga: Menko Airlangga sebut UU Cipta Kerja tidak bertentangan dengan UUD 1945
Pertama, MK menyatakan pembentukan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat (inkonstitusional) secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai "tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 tahun sejak putusan diucapkan".
Kedua, menyatakan UU Ciptaker masih tetap berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu 2 tahun.
Ketiga, MK memerintahkan kepada pembentuk UU untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 2 tahun dan apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan maka UU Ciptaker menjadi inkonstitusional secara permanen.
Keempat, dalam masa 2 tahun perbaikan tersebut maka pasal-pasal atau materi muatan undang-undang yang telah dicabut atau diubah oleh UU Ciptaker dinyatakan berlaku kembali.
Baca juga: UU Cipta Kerja beri kemudahan bagi UMKM soal izin
Kelima, MK menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Ada enam pihak yang terdiri dari individu maupun kelompok masyarakat yaitu Hakiimi Irawan Bangkid Pamungkas (mantan buruh Perjanjian Kerja Waktu Tertentu), Ali Sujito (mahasiswa), Muhtar Said (dosen), Migrant Care, Badan Koordinasi Kerapatan Adat Nagari Sumatera Barat dan Mahkamah Adat Alam Minangkabau yang mengajukan gugatan uji formil UU Ciptaker ke MK.
Para penggugat mengatakan UU Cipta Kerja yang menerapkan konsep "Omnibus law" yang terbagi atas 11 klaster sebagai penggabungan dari 78 UU itu tidak memenuhi ketentuan pembentukan UU berdasarkan UUD 1945 (Cacat formil/Cacat Prosedur) karena terdapat pelanggaranpelanggaran yang dilakukan secara terang benderan dan secara nyata diketahui oleh publik.
Baca juga: Apa saja dampak dari penerapan 'omnibus law'?
Baca juga: UU Cipta Kerja permudah pembebasan kawasan hutan
Baca juga: UU Ciptaker tak turunkan standar penilaian AMDAL