Palangka Raya (ANTARA) - Senat Universitas Palangka Raya, Kalimantan Tengah, diminta lebih serius mengawal proses pemilihan rektor yang informasinya akan dilaksanakan pada tahun 2022, agar integritas tetap terjaga dan sesuai jalurnya.
Berdasarkan tulisan salah seorang Dosen Fisip UPR Ricky Zulfauzan di salah satu media on-line, tahapan pemilihan Rektor sudah harus dimulai sejak 7 April 2022, kata Demisioner Presiden Mahasiswa BEM UPR tahun 2018-2019 Karuna Mardiansyah melalui rilisi diterima di Palangka Raya, Rabu.
"Itulah kenapa kami meminta pemilihan rektor UPR dikawal oleh Senat Universitas selaku yang memiliki kapasitas," ucapnya.
Pengawalan itu juga bertujuan menunjukkan bahwa UPR sebagai Universitas Negeri tertua di Kalteng, selalu mampu memberikan contoh bagaimana proses demokratisasi yang baik dan benar ditengah masyarakat.
Karuna yang merupakan Sarjana Pertanian UPR itu mengatakan, jangan sampai tulisan Dosen UPR Ricky Zulfauzan, yang mengkritisi isu perpanjangan masa jabatan rektor UPR DR Andrie Elia SE MSi karena dinilai tidak memiliki dasar hukum kuat, dibiarkan begitu saja tanpa ada upaya pengawalan.
"Sebenarnya telaah kritis dari Dosen UPR itu seketika menyadarkan civitas kampus yang belakangan tampak tenang, tapi ternyata menyimpan situasi mengarah pada penistaan pada nilai-nilai akademis," kata dia.
Namun di sisi lain, menurut dia, sangat menyayangkan telaah ini pertama kali datangnya dari salah seorang dosen. Sebab, isu perpanjangan rektor UPR itu semestinya harus dikritisi oleh organisasi-organisasi mahasiswa, terutama Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UPR.
Bahkan, bagi dirinya, itu menjadi tamparan keras kepada para petinggi BEM, dan para alumni sangat malu atas tindakan diamnya para mahasiswa tersebut. Untuk itu, dirinya sebagai alumni pun mempertanyakan sikap diamnya BEM UPR tersebut.
"Apakah mereka menjadi bagian dari situasi ini?. Akan banyak pertanyaan yang mengarah kecurigaan pada sikap BEM UPR. Kami berharap mereka segera mungkin menanggapi proses ini, karena tampaknya mengarah pada proses yang inkonstitusional," demikian Karuna.