Sampit (ANTARA) - Harga sayur mayur di Kota Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah melonjak akibat petani gagal panen imbas cuaca buruk yang terjadi di daerah pemasok hasil pertanian.
“Sudah seminggu ini harga sayur melonjak, karena petani banyak yang gagal panen akibat hujan lebat terus menerus,” kata Ifal, salah seorang pedagang sayur di pasar tradisional di Sampit, Senin.
Ia menyebut rata-rata jenis sayur yang mengalami kenaikan harga adalah yang dipasok dari Pulau Jawa. Bahkan, ada yang mengalami kenaikan hampir tiga kali lipat dari harga asal, yakni bawang prei yang sebelumnya berkisar Rp30 ribu - Rp35 ribu per kilogram, kini sudah tembus di harga Rp80 ribu per kilogram.
Selain itu, jenis sayur lain yang juga mengalami kenaikan harga antara lain sayur kol dari harga Rp12 ribu - Rp13 ribu menjadi 20 ribu rupiah per kilogram. Lalu, sawi putih dari Rp15 ribu menjadi Rp25 per kilogram.
Menurut informasi yang ia terima, curah hujan tinggi yang terjadi di daerah pemasok sayur mayur menyebabkan lahan pertanian terendam, sehingga tanaman yang ada di lahan itu pun rusak.
“Kami cuma bisa berharap cuaca segera membaik, karena kalau masih hujan terus kemungkinan harga bakal naik lagi dan itu pengaruh ke omzet jualan kami,” ujarnya.
Ifal menambahkan, naiknya harga membuat omzet dagangan mereka mengalami penurunan, sebab banyak pembeli yang akhirnya mengurangi jumlah belanjaannya.
Ia tidak bisa memperkirakan kapan harga kembali normal. Untuk itu ia berharap adanya upaya dari pemerintah untuk segera menstabilkan harga sayur mayur.
Baca juga: Tidak ada calon perseorangan di Pilkada Kotim
Gagal panen akibat cuaca buruk juga dialami petani di Sampit. Salah satunya Handoko, petani hortikultura di Jalan HM Arsyad Km 6, Sampit.
Sebelumnya, Handoko mengaku lahan pertaniannya yang kurang dari satu hektar harus merugi hingga Rp10 juta lantaran hampir semua sayuran yang ia tanam rusak akibat terendam banjir yang berlangsung selama kurang lebih lima hari.
“Kalau kondisi lahan terendam maka tanaman bisa mati, apalagi untuk cabai ketahanannya cuma 2 sampai 3 hari sudah layu,” kata Handoko.
Ia menyampaikan, saat banjir mencapai titik terdalam yakni sekitar selutut orang dewasa hampir semua tanaman di lahannya rusak, bahkan beberapa jenis tanaman tenggelam di bawah permukaan air.
Beberapa jenis tanaman yang ada di lahannya antara lain bawang prei, cabai, jagung dan sawi. Tanaman yang selamat hanya sebagian kecil yang diletakkan di atas bangunan kayu khusus tempat pembibitan.
“Kalau sudah terendam begini bisa dipastikan rusak, kondisinya tidak bisa diselamatkan. Apalagi cabai, mau tidak mau dicabut,” ujarnya.
Tak banyak yang bisa ia lakukan selain menunggu banjir surut dan menanami kembali lahan pertaniannya. Kendati demikian, ia berharap pemerintah daerah bisa memberikan bantuan berupa bibit dan pupuk untuk meringankan beban para petani.
Baca juga: Tingkatkan kualitas pembelajaran, KKG di Mentaya Hilir Selatan gelar workshop
Baca juga: Kotim andalkan Tim Penanganan Konflik Sosial tangani permasalahan di sektor perkebunan
Baca juga: Diskominfo Kotim verifikasi lapangan 31 usulan peningkatan jangkauan internet