London (ANTARA News) - Film adaptasi dari novel William Faulkner "The
Sound and the Fury" garapan aktor dan sutradara James Franco mendapat
beragam ulasan saat ditayangkan di Venice Film Festival pada Jumat
(5/9), tapi para penggemar dengan gembira menyambutnya.
Kehadiran Franco menarik kerumunan besar saat presentasi penghargaan "Glory to the Filmmaker" dan penayangan perdana filmnya di Palace of Cinema, Venice Lido.
Adaptasi dari novel karya penulis Amerika Serikat peraih Hadiah Nobel Sastra itu merupakan film adaptasi kedua Franco, yang tahun 2013 menyutradarai, menulis naskah dan membintangi adaptasi novel "As I Lay Dying".
Franco mengatakan film "The Sound and the Fury" garapannya sangat berbeda dengan versi film adaptasi dari novel yang sama yang dibuat tahun 1959 dan dibintangi oleh Joanne Woodward dan Yul Brynner.
"Itu film bagus saya kira, tapi menurut saya ada perbedaan besarnya adalah bahwa ketika mereka mengadaptasi 'Sound and the Fury' sepertinya tujuan mereka hanya mengadaptasi narasi, ceritanya, dan mereka tidak berusaha mengambil gaya atau struktur dari buku itu," kata Franco dalam konferensi pers.
"Dalam pikiran saya ketika saya berpikir tentang 'The Sound and the Fury' saya tidak berpikir, 'Oh, yeah, ini cerita tentang kematian satu keluarga Selatan, seperti bahwa itu hanya separuhnya, dan yang separuhnya adalah cara menulisnya, bagaimana ini diceritakan, bukan hanya apa yang dikisahkan."
"Jadi sebagai pembuat film yang mengadaptasi itu, saya pikir saya bertanggungjawab untuk menemukan kesetaraan cara Faulkner memberikan efek pada prosa," tambah Franco, yang mendapuk dirinya menjadi anak idiot bernama Benjy, satu dari tiga saudara dari keluarga Compson yang tenggelam di reruntuhan.
Meski novel Faulkner sangat kompleks dan film adaptasi garapan Franco hanya berdurasi 101 menit namun laman sinema Indiewire menyebut film itu "entah bagaimana tetap bisa memanjakan", demikian seperti dilansir kantor berita Reuters.
Kehadiran Franco menarik kerumunan besar saat presentasi penghargaan "Glory to the Filmmaker" dan penayangan perdana filmnya di Palace of Cinema, Venice Lido.
Adaptasi dari novel karya penulis Amerika Serikat peraih Hadiah Nobel Sastra itu merupakan film adaptasi kedua Franco, yang tahun 2013 menyutradarai, menulis naskah dan membintangi adaptasi novel "As I Lay Dying".
Franco mengatakan film "The Sound and the Fury" garapannya sangat berbeda dengan versi film adaptasi dari novel yang sama yang dibuat tahun 1959 dan dibintangi oleh Joanne Woodward dan Yul Brynner.
"Itu film bagus saya kira, tapi menurut saya ada perbedaan besarnya adalah bahwa ketika mereka mengadaptasi 'Sound and the Fury' sepertinya tujuan mereka hanya mengadaptasi narasi, ceritanya, dan mereka tidak berusaha mengambil gaya atau struktur dari buku itu," kata Franco dalam konferensi pers.
"Dalam pikiran saya ketika saya berpikir tentang 'The Sound and the Fury' saya tidak berpikir, 'Oh, yeah, ini cerita tentang kematian satu keluarga Selatan, seperti bahwa itu hanya separuhnya, dan yang separuhnya adalah cara menulisnya, bagaimana ini diceritakan, bukan hanya apa yang dikisahkan."
"Jadi sebagai pembuat film yang mengadaptasi itu, saya pikir saya bertanggungjawab untuk menemukan kesetaraan cara Faulkner memberikan efek pada prosa," tambah Franco, yang mendapuk dirinya menjadi anak idiot bernama Benjy, satu dari tiga saudara dari keluarga Compson yang tenggelam di reruntuhan.
Meski novel Faulkner sangat kompleks dan film adaptasi garapan Franco hanya berdurasi 101 menit namun laman sinema Indiewire menyebut film itu "entah bagaimana tetap bisa memanjakan", demikian seperti dilansir kantor berita Reuters.