Pekanbaru (Antara Kalteng) - Profesor diaspora dari Savannah State University Deden Rukmana mengatakan keberadaan media sosial turut menghambat penulisan jurnal ilmiah.
"Keberadaan media sosial seperti Facebook, Twitter, maupun Whatsapp secara tidak langsung mengganggu konsentrasi dalam menulis. Contohnya baru mau menulis jurnal ilmiah, 'ting' masuk pesan Whatsapp," ujar Deden saat memberi kuliah umum di Universitas Riau di Pekanbaru, Rabu.
Oleh karena itu, lanjut dia, para peneliti maupun dosen harus fokus dalam menulis dan tidak terpengaruh dengan "gangguan" yang ada.
Dia menjelaskan ada beberapa tipe dari artikel akademik yakni artikel penelitian, uraian, bibliografi, resensi buku, dan lainnya.
Deden menjelaskan memang sulit untuk memulai dalam penulisan akademik. Salah satu upaya yang harus dilakukan adalah harus sering menulis, meningkatkan kemampuan diri serta berkomitmen.
"Setiap hari, harus diluangkan waktu untuk menulis. Rutin setiap harinya," imbuh dia,
Menurut dia, ada beberapa kriteria artikel yang bisa dipublikasikan yakni menggunakan data baru dengan pendekatan yang lama, menggunakan bukti lama dengan cara baru, serta menggabungkan bukti lama dengan data lama.
Meski demikian, dia mengakui ada beberapa kendala dalam penulisan jurnal internasional seperti penguasaan Bahasa Inggris.
"Masalah bahasa merupakan masalah kita semua. Jangan berkecil hati, yang penting menulis dan menulis," ucapnya.
Deden yang merupakan guru besar kajian perkotaan tersebut berharap para dosen untuk terus-menerus belajar meningkatkan kemampuan menulis.
Direktur Pascasarjana Universitas Riau, Tengku Zulkarnain mengatakan permasalahan utama dalam penelitian di Riau adalah sulitnya mendapatkan data di pemerintahan.
"Kalaupun data diberikan, hanya data mentahnya saja. Jika sudah diolah, mereka meminta bayaran," ungkap Zulkarnain.
Zulkarnain menjelaskan pihaknya berupaya untuk meningkatkan jurnal yang ada menjadi jurnal internasional.
"Kami ada sekitar 54 jurnal ilmiah yang ada. Kami ingin meningkatkan menjadi jurnal internasional."
Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) mengundang sebanyak 45 profesor diaspora yang ke Indonesia untuk membantu para akademisi dalam penulisan jurnal internasional.
Pemerintah berupaya meningkatkan publikasi jurnal internasional, yang bertujuan meningkatkan mutu perguruan tinggi.
Pada tahun ini, jumlah publikasi ilmiah internasional Indonesia yang terindeks Scopus pada 2015 hanya sekitar 5.000-an, namun per 5 Desember meningkat menjadi 9.012 jurnal. Jumlah tersebut, melebihi target awal kita pada 2016 yakni sekitar 6.000 jurnal.
"Keberadaan media sosial seperti Facebook, Twitter, maupun Whatsapp secara tidak langsung mengganggu konsentrasi dalam menulis. Contohnya baru mau menulis jurnal ilmiah, 'ting' masuk pesan Whatsapp," ujar Deden saat memberi kuliah umum di Universitas Riau di Pekanbaru, Rabu.
Oleh karena itu, lanjut dia, para peneliti maupun dosen harus fokus dalam menulis dan tidak terpengaruh dengan "gangguan" yang ada.
Dia menjelaskan ada beberapa tipe dari artikel akademik yakni artikel penelitian, uraian, bibliografi, resensi buku, dan lainnya.
Deden menjelaskan memang sulit untuk memulai dalam penulisan akademik. Salah satu upaya yang harus dilakukan adalah harus sering menulis, meningkatkan kemampuan diri serta berkomitmen.
"Setiap hari, harus diluangkan waktu untuk menulis. Rutin setiap harinya," imbuh dia,
Menurut dia, ada beberapa kriteria artikel yang bisa dipublikasikan yakni menggunakan data baru dengan pendekatan yang lama, menggunakan bukti lama dengan cara baru, serta menggabungkan bukti lama dengan data lama.
Meski demikian, dia mengakui ada beberapa kendala dalam penulisan jurnal internasional seperti penguasaan Bahasa Inggris.
"Masalah bahasa merupakan masalah kita semua. Jangan berkecil hati, yang penting menulis dan menulis," ucapnya.
Deden yang merupakan guru besar kajian perkotaan tersebut berharap para dosen untuk terus-menerus belajar meningkatkan kemampuan menulis.
Direktur Pascasarjana Universitas Riau, Tengku Zulkarnain mengatakan permasalahan utama dalam penelitian di Riau adalah sulitnya mendapatkan data di pemerintahan.
"Kalaupun data diberikan, hanya data mentahnya saja. Jika sudah diolah, mereka meminta bayaran," ungkap Zulkarnain.
Zulkarnain menjelaskan pihaknya berupaya untuk meningkatkan jurnal yang ada menjadi jurnal internasional.
"Kami ada sekitar 54 jurnal ilmiah yang ada. Kami ingin meningkatkan menjadi jurnal internasional."
Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) mengundang sebanyak 45 profesor diaspora yang ke Indonesia untuk membantu para akademisi dalam penulisan jurnal internasional.
Pemerintah berupaya meningkatkan publikasi jurnal internasional, yang bertujuan meningkatkan mutu perguruan tinggi.
Pada tahun ini, jumlah publikasi ilmiah internasional Indonesia yang terindeks Scopus pada 2015 hanya sekitar 5.000-an, namun per 5 Desember meningkat menjadi 9.012 jurnal. Jumlah tersebut, melebihi target awal kita pada 2016 yakni sekitar 6.000 jurnal.