Palangka Raya (ANTARA) - Hardianur atau pemilik akun Facebook Nuy (23) warga Jalan Dr Murjani, Gang Kurnia Kota Palangka Raya, Provinsi Kalimantan Tengah yang menjadi tersangka dalam kasus penyebaran ujaran kebencian di media sosial, mengaku sangat tersiksa berada di dalam penjara. 

"Saya sangat menyesal pak. Karena apa yang saya unggah ke media sosial itu bukan buatan saya, melainkan dapat dari orang lain dan saya hanya meneruskan saja," kata Hardianur saat dibincangi di Ruang Tahanan dan Barang Bukti Polda Kalteng, Kamis. 

Hardiannur yang kini berstatus menjadi tersangka dalam kasus ujaran kebencian itu mengakui, bahwa dirinya sangat menderita berada di dalam penjara. Menderitanya lantaran yang bersangkutan tidak bisa berkumpul sama istri dan keluarga akibat dari kecerobohan yang tidak sengaja lakukan. 

Bahkan, dirinya membagikan tersebut sama sekali tidak mendapatkan keuntungan apa-apa dari konten yang berisi unsur ujaran kebencian serta bisa membuat gaduh kelompok-kelompok tertentu yang ada di provinsi setempat. Padahal kontennyang disebarkan itu belum benar-benar terjadi.

"Saran saya untuk masyarakat Kalteng mari bijak dalam bermedia sosial, teliti sebelum menyebarkan informasi. Apalagi kebenarannya belum benar-benar diketahui. Kalau tidak diteliti dengan benar, takutnya kita juga menyebarkan berita yang kebenarannya belum pasti alias berita bohong," ungkap Hardianur dengan nada sedih dan mata hendak meneteskan air mata. 

Pria baru satu tahun menikah tersebut menyebut dalam postingannya yang dilakukan sama sekali tidak ada mendapatkan keuntungan apapun. Bahkan dirinya mengaku menjadi korban tahun politik yang baru saja dilaksanakan itu. 

"Jujur saja memang saya ada sedikit rasa simpati terhadap salah satu pasangan calon presiden, tetapi bukan pendukung," ucapnya. 

Di lokasi yang sama, Kabid Humas Polda Kalteng Kombes PolHendra Rochmawan menegaskan, pihaknya berjanji akan menindak tegas para pelaku penyebar ujaran kebencian di media sosial khususnya yang berada di provinsi setempat. 

Sebelum dan sesudah pemilihan umum (pemilu) hampir ratusan menurunkan akun milik para provaganda elit politik yang tidak mau menerima kekalahannya di pesta demokrasi, sehingga ia membawa embel-embel agama sehingga konten-konten berita bohong dan melibatkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) melalui media sosial. 

"Maka dari itu peran Kepolisian di Bidang Hubungan Masyarakat (Humas) Polda Kalteng terus berusaha untuk menentramkan mengenai permasalahan tersebut di media sosial khususnya," jelasnya. 

Hendra mengatakan, berkaca dari kasus ini sudah ada puluhan sebenarnya diamankan petugas. Hanya saja ada yang diberikan pembinaan serta ada yang diproses sesuai dengan perbuatannya. 

"Sekali lagi kami tidak akan tinggal diam untuk menindak pelaku penyebar berita bohong, ujaran kebencian serta hal-hal yang dapat merugikan masyarakat serta membuat gaduh bangsa ini," tandas perwira berpangkat melati tiga itu. 

Pewarta : Adi Wibowo
Uploader : Admin 3
Copyright © ANTARA 2024