Kupang (ANTARA) - Pemilik operator tur PT Flores Komodo Tours, Oyan Kristian, mengemukakan praktik pungutan liar (pungli) masih marak terjadi pada sejumlah objek wisata di Kabupaten Sumba Barat Daya, Pulau Sumba, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
"Beberapa kali saya membawa tamu ke sejumlah destinasi di Sumba Barat Daya, kasusnya sama terus, banyak pungutan liar yang dilakukan warga setempat," kata Oyan Kristian kepada ANTARA ketika dihubungi dari Kupang, Senin.
Ia mengatakan, praktik pungutan liar tersebut terjadi pada sejumlah destinasi di Sumba Barat Daya seperti Tanjung Mareha, Watu Malando, Pantai Mbawana.
Ia menyebut, praktik pungutan liar dilakukan dengan berbagai alasan seperti buku tamu untuk tiket masuk, parkiran, pemakaian toilet.
Selain itu, lanjutnya, ketika wisatawan berdiri di samping kuda untuk berpose juga harus membayar di luar dari biaya ketika ingin menunggangi kuda.
"Anak-anak datang begitu saja berdiri di depan pintu toilet tanpa menginformasikan biaya penggunaan toilet tapi ketika selesai digunakan baru ditodong untuk bayar sekian," katanya.
Oyan menjelaskan, selain itu kelakuan warga pada di berbagai objek wisata setempat juga telah menimbulkan ketidaknyamanan bagi wisatawan.
"Ketika saya membawa para tamu tiba di Pantai Mbawana langsung dikerumuni warga setempat, anak-anak minta uang untuk beli permen, beli buku, dan yang dewasa menyodorkan souvenir terkesan memaksa tamu untuk membelinya," katanya.
Oyan mengaku menyayangkan praktik seperti ini masih marak terjadi yang menurutnya telah menghadirkan kesan buruk kunjungan wisatawan.
Ia menambahkan, sebagai pelaku wisata, pihaknya siap membantu mempromosikan berbagai destinasi wisata yang ada namun perlu dikelola secara baik untuk memastikan agar betul-betul siap dikunjungi.
"Karena percuma kalau promosi gencar terus tapi ketika tamu datang menjadi kecewa karena destinasi kita tidak siap dari berbagai aspek," katanya.
"Beberapa kali saya membawa tamu ke sejumlah destinasi di Sumba Barat Daya, kasusnya sama terus, banyak pungutan liar yang dilakukan warga setempat," kata Oyan Kristian kepada ANTARA ketika dihubungi dari Kupang, Senin.
Ia mengatakan, praktik pungutan liar tersebut terjadi pada sejumlah destinasi di Sumba Barat Daya seperti Tanjung Mareha, Watu Malando, Pantai Mbawana.
Ia menyebut, praktik pungutan liar dilakukan dengan berbagai alasan seperti buku tamu untuk tiket masuk, parkiran, pemakaian toilet.
Selain itu, lanjutnya, ketika wisatawan berdiri di samping kuda untuk berpose juga harus membayar di luar dari biaya ketika ingin menunggangi kuda.
"Anak-anak datang begitu saja berdiri di depan pintu toilet tanpa menginformasikan biaya penggunaan toilet tapi ketika selesai digunakan baru ditodong untuk bayar sekian," katanya.
Oyan menjelaskan, selain itu kelakuan warga pada di berbagai objek wisata setempat juga telah menimbulkan ketidaknyamanan bagi wisatawan.
"Ketika saya membawa para tamu tiba di Pantai Mbawana langsung dikerumuni warga setempat, anak-anak minta uang untuk beli permen, beli buku, dan yang dewasa menyodorkan souvenir terkesan memaksa tamu untuk membelinya," katanya.
Oyan mengaku menyayangkan praktik seperti ini masih marak terjadi yang menurutnya telah menghadirkan kesan buruk kunjungan wisatawan.
Ia menambahkan, sebagai pelaku wisata, pihaknya siap membantu mempromosikan berbagai destinasi wisata yang ada namun perlu dikelola secara baik untuk memastikan agar betul-betul siap dikunjungi.
"Karena percuma kalau promosi gencar terus tapi ketika tamu datang menjadi kecewa karena destinasi kita tidak siap dari berbagai aspek," katanya.