Jakarta (ANTARA) - Siswa peneliti tanaman Bajakah berharap temuannya mengenai tumbuhan yang memiliki kandungan antioksidan tinggi dan teruji mereduksi tumor pada hewan percobaan bisa dilanjutkan hingga menjadi obat fitofarmaka.
"Kami berharap bisa diteliti oleh para ahli. Harapan kami akar bajakah sebagai obat fitofarmaka, obat kanker, bisa menjadi solusi bagi kemanusiaan," kata salah satu siswa peneliti tanaman Bajakah Aysa Aurealya Maharani di Kementerian Kesehatan Jakarta, Senin.
Siswa-siswi dari SMAN 2 Palangka Raya yang meneliti tanaman Bajakah yaitu Anggina Rafitri, Aisya Aurealya Maharani, dan Yazid Rafli akbar mengunjungi Kementerian Kesehatan untuk bertemu dengan Menkes Nila Moeloek dan jajarannya terkait penelitian tanaman Bajakah.
Baca juga: Menkes segera lakukan penelitian terkait Bajakah untuk obat kanker
Dia mengakui saat ini hasil penelitiannya sudah mendapatkan dukungan dari Gubernur Kalimantan Tengah. Sementara Menteri Kesehatan Nila Moeloek saat menerima siswa tersebut di Kemenkes mengatakan bahwa Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes siap untuk melanjutkan penelitian Bajakah agar bisa berkembang.
Fitofarmaka merupakan obat berbahan dasar herbal yang telah teruji secara klinis bisa menyembuhkan penyakit pada manusia dan diproduksi secara terstandar. Fitofarmaka biasanya sudah berbentuk obat pada umumnya namun dengan bahan baku herbal.
Tingkatan obat tradisional di bawah fitofarmaka ialah obat herbal terstandar yang telah diuji keamanan dan khasiatnya untuk kesehatan dan dibuat dengan racikan bahan baku herbal yang sudah ditentukan standarnya. Obat tradisional selanjutnya adalah jamu yang dipercaya memiliki khasiatnya untuk tubuh dan bisa dibuat oleh masyarakat.
Baca juga: Bajakah berpotensi dikembangkan, tapi belum teruji sembuhkan kanker
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes Siswanto menjabarkan ada sejumlah tahapan proses pengujian yang perlu dilewati untuk memastikan khasiat tanaman Bajakah dan bisa diproduksi menjadi obat fitofarmaka.
Uji praklinis untuk obat kanker harus dites dengan dua sel kanker yang berbeda. Bila tanaman Bajakah bermanfaat membunuh sel kanker payudara, harus diuji ulang dengan sel kanker lain.
Selanjutnya tahap pengujian beralih ke hewan, yaitu mencit atau tikus putih kecil yang disuntikkan sel kanker. Apabila pengujian pada hewan berhasil, tahapan selanjutnya dilakukan pada manusia dengan tiga fase yang harus dilalui.
Baca juga: BPOM Kalteng larang penjualan Bajakah sebagai obat kanker
"Fase satu untuk melihat toksisitas atau keamanan dan cara kerja. Fase dua untuk melihat efikasinya, manfaatnya dalam jumlah sampel terbatas. Fase tiga baru dilakukan pada jumlah pasien yang banyak, kalau itu sudah terbukti barulah diklaim bahwa memang ekstrak tadi mempunyai antikanker melalui uji klinis," kata Siswanto.
Perlu diketahui, dalam proses penelitian tanaman herbal mulai dari menguji khasiat hingga produksi secara massal untuk membuat produk obat fitofarmaka membutuhkan waktu yang cukup lama dan dana penelitian yang tidak sedikit. Sama halnya seperti perusahaan farmasi melakukan penelitian dan pengembangan untuk membuat obat jenis baru yang membutuhkan waktu belasan atau bahkan puluhan tahun.
Baca juga: Antisipasi Bajakah beracun, Pemprov Kalteng awasi penjualan
Baca juga: Tekanan darah tinggi pasca konsumsi bajakah, kata Sekda Kalteng
Baca juga: Danrem sebut pemesanan Bajakah ada yang capai satu ton
"Kami berharap bisa diteliti oleh para ahli. Harapan kami akar bajakah sebagai obat fitofarmaka, obat kanker, bisa menjadi solusi bagi kemanusiaan," kata salah satu siswa peneliti tanaman Bajakah Aysa Aurealya Maharani di Kementerian Kesehatan Jakarta, Senin.
Siswa-siswi dari SMAN 2 Palangka Raya yang meneliti tanaman Bajakah yaitu Anggina Rafitri, Aisya Aurealya Maharani, dan Yazid Rafli akbar mengunjungi Kementerian Kesehatan untuk bertemu dengan Menkes Nila Moeloek dan jajarannya terkait penelitian tanaman Bajakah.
Baca juga: Menkes segera lakukan penelitian terkait Bajakah untuk obat kanker
Dia mengakui saat ini hasil penelitiannya sudah mendapatkan dukungan dari Gubernur Kalimantan Tengah. Sementara Menteri Kesehatan Nila Moeloek saat menerima siswa tersebut di Kemenkes mengatakan bahwa Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes siap untuk melanjutkan penelitian Bajakah agar bisa berkembang.
Fitofarmaka merupakan obat berbahan dasar herbal yang telah teruji secara klinis bisa menyembuhkan penyakit pada manusia dan diproduksi secara terstandar. Fitofarmaka biasanya sudah berbentuk obat pada umumnya namun dengan bahan baku herbal.
Tingkatan obat tradisional di bawah fitofarmaka ialah obat herbal terstandar yang telah diuji keamanan dan khasiatnya untuk kesehatan dan dibuat dengan racikan bahan baku herbal yang sudah ditentukan standarnya. Obat tradisional selanjutnya adalah jamu yang dipercaya memiliki khasiatnya untuk tubuh dan bisa dibuat oleh masyarakat.
Baca juga: Bajakah berpotensi dikembangkan, tapi belum teruji sembuhkan kanker
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes Siswanto menjabarkan ada sejumlah tahapan proses pengujian yang perlu dilewati untuk memastikan khasiat tanaman Bajakah dan bisa diproduksi menjadi obat fitofarmaka.
Uji praklinis untuk obat kanker harus dites dengan dua sel kanker yang berbeda. Bila tanaman Bajakah bermanfaat membunuh sel kanker payudara, harus diuji ulang dengan sel kanker lain.
Selanjutnya tahap pengujian beralih ke hewan, yaitu mencit atau tikus putih kecil yang disuntikkan sel kanker. Apabila pengujian pada hewan berhasil, tahapan selanjutnya dilakukan pada manusia dengan tiga fase yang harus dilalui.
Baca juga: BPOM Kalteng larang penjualan Bajakah sebagai obat kanker
"Fase satu untuk melihat toksisitas atau keamanan dan cara kerja. Fase dua untuk melihat efikasinya, manfaatnya dalam jumlah sampel terbatas. Fase tiga baru dilakukan pada jumlah pasien yang banyak, kalau itu sudah terbukti barulah diklaim bahwa memang ekstrak tadi mempunyai antikanker melalui uji klinis," kata Siswanto.
Perlu diketahui, dalam proses penelitian tanaman herbal mulai dari menguji khasiat hingga produksi secara massal untuk membuat produk obat fitofarmaka membutuhkan waktu yang cukup lama dan dana penelitian yang tidak sedikit. Sama halnya seperti perusahaan farmasi melakukan penelitian dan pengembangan untuk membuat obat jenis baru yang membutuhkan waktu belasan atau bahkan puluhan tahun.
Baca juga: Antisipasi Bajakah beracun, Pemprov Kalteng awasi penjualan
Baca juga: Tekanan darah tinggi pasca konsumsi bajakah, kata Sekda Kalteng
Baca juga: Danrem sebut pemesanan Bajakah ada yang capai satu ton