Pekanbaru (ANTARA) - Pengamat hukum pidana dari Universitas Riau Dr Erdianto Effendi mengatakan, pemukulan dalam unjuk rasa termasuk dalam tindak pidana penganiayaan khususnya kepada wartawan, maka pelakunya dapat diproses hukum.

"Selain delik penganiayaan, pelaku dalam kasus penganiayaan wartawan di Makassar itu, juga dapat dikenakan Pasal 18 UU Pers No. 40 Tahun 1999," kata Erdianto Effendi, di Pekanbaru, Kamis.

Tanggapan tersebut disampaikannya terkait wartawan Perum Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA Muh Darwin Fathir menjadi salah seorang korban kekerasan dari oknum aparat keamanan saat meliput demo mahasiswa di Makassar, Selasa (24/9).

Menurut Erdianto, dalam UU Pers itu khususnya pasal 18 menyebutkan setiap orang yang melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang dapat menghambat atau menghalangi kerja jurnalis, maka diancam pidana kurungan penjara selama 2 tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.

Selain itu, katanya, mahasiswa yang unjuk rasa juga harus diperlakukan menurut standar operasional prosedur (SOP) yang berlaku, dan aparat kepolisian tidak boleh melakukan pemukulan.

"Jika ada tindakan anarkis dari mahasiswa, polisi dapat memproses hukum, tidak dengan balas memukul," katanya pula.

Ia menekankan, penegakan hukum boleh, tetapi tidak dengan cara yang melanggar hukum, dan tindakan menyalahi prosedur oleh aparat kepolisian dalam mengatasi unjuk rasa tidak dapat disebut membela diri.

Pewarta : Frislidia
Uploader : Admin Kalteng
Copyright © ANTARA 2024