Ambon (ANTARA) - Majelis hakim Pengadilan Negeri Ambon menjatuhkan vonis lima tahun penjara terhadap Siti Nurlela Ongso alias Hajah Aya, terdakwa pemalsuan sembilan sertifikat dan penjualan tanah senilai Rp1,127 miliar.
"Menyatakan terdakwa secara sah dan meyakinkan terbukti bersalah melanggar pasal 263 ayat (1) dan ayat (2) KUH Pidana tentang pemalsuan," kata ketua majelis hakim, Syamsudin La Hasan didampingi Jenny Tulak dan Esau Yarisetouw selaku hakim anggota di Ambon, Rabu.
Yang memberatkan terdakwa dijatuhi vonis lima tahun penjara karena telah menjual tanah milik orang senilai Rp1,127 miliar sehingga merugikan saksi korban Jopie Thenu dan keluarganya.
Baca juga: Hampir 40 persen tanah pengukuran PTSL Kalteng belum bisa diterbitkan sertifikatnya
Sedangkan hal yang meringankan adalah terdakwa berlaku sopan serta mengakui perbuatannya dan belum pernah dihukum.
Pada bulan Januari 2017, saksi korban Jopie Thenu bertemu terdakwa di salah satu hotel di Kota Ambon lalu saksi korban mengatakan akan menjual lahannya di Desa Suli, Kecamatan Salahutu (Pulau Ambon), Kabupaten Maluku Tengah sebab dia sudah lama mencari pembeli namun tidak ketemu.
Kemudian terdakwa mengaku kepada korban akan mencari calon pembeli lahan tersebut dan disetujui korban.
Baca juga: Tanah dengan titik api yang disampaikan BPN Kalteng, tak sampai 20 persen bersertifikat
Selanjutnya pada bulan Juni 2018, terdakwa mendatangi rumah korban di Kota Sorong (Papua) untuk mengabarkan kalau dirinya sudah mendapatkan calon pembeli lahan milik korban.
Pada tanggal 8 Desember 2017, saksi korban datang ke Kota Ambon dan bertemu terdakwa di salah satu hotel dan terdakwa meminta dibuat surat kuasa untuk proses penjualan lahan dimaksud.
"Selain membuat surat kuasa, saksi korban juga menyerahkan sembilan lembar sertifikat kepada terdakwa, dan setelah itu Haja Aya menemui calon pembeli bernama Phollo Setian dan isterinya Tinjte Anggrek," kata JPU.
Baca juga: BTN dan BPN jalin kerjasama percepat 16.000 sertifikat tanah
Terdakwa kemudian melakukan proses penawaran harga dengan calon pembeli dan disepakati harga Rp1,127 miliar untuk lahan seluas 8.000 M2 dengan pembayaran secara cicil, namun terdakwa tidak pernah lagi menghubungi saksi korban.
Belakangan saksi korban menerima informasi dari saksi lainnya bernama Masel Sahusilawane kalau tanah miliknya sudah dijual kepada Phollo Setian berama isterinya Ny. Tinjte Anggrek dan dibayarkan secara mencicil, dimana pembayaran pertama tanggal 27 November 2017 sebesar Rp20 juta.
Proses pembayaran secara mencicil ini sebanyak 13 kali dan terakhir sebesar Rp40 juta dan setelah dilunasi, terdakwa tidak menyerahkannya kepada saksi korban tetapi dipakai untuk kepentingan pribadi.
JPU menjerat terdakwa dengan pasal 378 juncto pasal 263 ayat (1) dan ayat (2) KUH Pidana tentang pencurian dan penggelapan.
Atas putusan majelis hakim, baik JPU maupun terdakwa melalui penasihat hukumnya Abdusyukur Kaliki masih menyatakan pikir-pikir.
Baca juga: 2025 seluruh tanah masyarakat sudah terdaftar
"Menyatakan terdakwa secara sah dan meyakinkan terbukti bersalah melanggar pasal 263 ayat (1) dan ayat (2) KUH Pidana tentang pemalsuan," kata ketua majelis hakim, Syamsudin La Hasan didampingi Jenny Tulak dan Esau Yarisetouw selaku hakim anggota di Ambon, Rabu.
Yang memberatkan terdakwa dijatuhi vonis lima tahun penjara karena telah menjual tanah milik orang senilai Rp1,127 miliar sehingga merugikan saksi korban Jopie Thenu dan keluarganya.
Baca juga: Hampir 40 persen tanah pengukuran PTSL Kalteng belum bisa diterbitkan sertifikatnya
Sedangkan hal yang meringankan adalah terdakwa berlaku sopan serta mengakui perbuatannya dan belum pernah dihukum.
Pada bulan Januari 2017, saksi korban Jopie Thenu bertemu terdakwa di salah satu hotel di Kota Ambon lalu saksi korban mengatakan akan menjual lahannya di Desa Suli, Kecamatan Salahutu (Pulau Ambon), Kabupaten Maluku Tengah sebab dia sudah lama mencari pembeli namun tidak ketemu.
Kemudian terdakwa mengaku kepada korban akan mencari calon pembeli lahan tersebut dan disetujui korban.
Baca juga: Tanah dengan titik api yang disampaikan BPN Kalteng, tak sampai 20 persen bersertifikat
Selanjutnya pada bulan Juni 2018, terdakwa mendatangi rumah korban di Kota Sorong (Papua) untuk mengabarkan kalau dirinya sudah mendapatkan calon pembeli lahan milik korban.
Pada tanggal 8 Desember 2017, saksi korban datang ke Kota Ambon dan bertemu terdakwa di salah satu hotel dan terdakwa meminta dibuat surat kuasa untuk proses penjualan lahan dimaksud.
"Selain membuat surat kuasa, saksi korban juga menyerahkan sembilan lembar sertifikat kepada terdakwa, dan setelah itu Haja Aya menemui calon pembeli bernama Phollo Setian dan isterinya Tinjte Anggrek," kata JPU.
Baca juga: BTN dan BPN jalin kerjasama percepat 16.000 sertifikat tanah
Terdakwa kemudian melakukan proses penawaran harga dengan calon pembeli dan disepakati harga Rp1,127 miliar untuk lahan seluas 8.000 M2 dengan pembayaran secara cicil, namun terdakwa tidak pernah lagi menghubungi saksi korban.
Belakangan saksi korban menerima informasi dari saksi lainnya bernama Masel Sahusilawane kalau tanah miliknya sudah dijual kepada Phollo Setian berama isterinya Ny. Tinjte Anggrek dan dibayarkan secara mencicil, dimana pembayaran pertama tanggal 27 November 2017 sebesar Rp20 juta.
Proses pembayaran secara mencicil ini sebanyak 13 kali dan terakhir sebesar Rp40 juta dan setelah dilunasi, terdakwa tidak menyerahkannya kepada saksi korban tetapi dipakai untuk kepentingan pribadi.
JPU menjerat terdakwa dengan pasal 378 juncto pasal 263 ayat (1) dan ayat (2) KUH Pidana tentang pencurian dan penggelapan.
Atas putusan majelis hakim, baik JPU maupun terdakwa melalui penasihat hukumnya Abdusyukur Kaliki masih menyatakan pikir-pikir.
Baca juga: 2025 seluruh tanah masyarakat sudah terdaftar