Sampit (ANTARA) - Bupati Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah H Supian Hadi berencana menghapus sejumlah zona parkir di Kota Sampit karena banyak dikeluhkan masyarakat.
"Akan ada pengurangan zona parkir karena banyak dikeluhkan masyarakat. Ada yang cuma mampir sebentar, ditagih bayar parkir. Ada yang beli barang sedikit, juga dipungut parkir, bahkan mahal bayar parkirnya," kata Supian Hadi saat rapat evaluasi akhir tahun 2019 di Sampit, Selasa.
Menurut Supian, masalah ini menjadi perhatian serius pemerintah daerah. Jika kebijakan pungutan parkir di pinggir jalan banyak dikeluhkan masyarakat, berarti ada yang harus dievaluasi karena pemerintah daerah tidak ingin membebani masyarakat.
Selama ini banyak keluhan masyarakat terhadap pungutan parkir karena dinilai memberatkan. Warga tidak mempermasalahkan terkait tarif, tetapi lebih pada sikap juru parkir yang langsung memungut biaya parkir padahal terkadang pengendara hanya mampir sebentar di pinggir jalan.
Pemerintah daerah segera membahas zona parkir mana saja yang akan dihapus, misalnya Japan Achmad Yani, Tjilik Riwut, MT Haryono atau lokasi lainnya. Kebijakan itu nantinya akan dituangkan dalam keputusan bupati.
Baca juga: Dandim Sampit soroti maraknya sengketa pertanahan di Kotim
Supian mengakui, pemungutan parkir di pinggir jalan tersebut banyak dikeluhkan masyarakat maupun pelaku usaha. Pemberlakuan parkir disebutkan turut mempengaruhi tingkat transaksi di tempat usaha seperti toko dan lainnya.
"Ini mengganggu pedagang, terutama pedagang kecil. Orang malas parkir, akhirnya orang sekaligus berbelanja ke mal, supermarket atau swalayan. Karcis parkirnya juga tidak ada, sehingga secara PAD (pendapatan asli daerah) juga tidak bisa terlalu diharapkan," ujar Supian Hadi.
Wacana pengurangan zona parkir tersebut disambut positif. Masyarakat berharap kebijakan itu benar-benar dilaksanakan mulai asal 2020 nanti agar tidak lagi membebani masyarakat.
"Kadang jengkel juga. Cuma berhentilah sebentar ke warung makan, sudah ditagih bayar parkir. Ini bukan soal Rp2000, tapi kepatutan. Jujur saja, saya akhirnya menghindari berbelanja di warung atau toko yang ada tukang parkirnya," kata Budi, warga Sampit.
Menurutnya, keluhan ini sudah bertahun-tahun disampaikan masyarakat namun tidak ditanggapi serius oleh pemerintah daerah. Pungutan parkir tanpa karcis resmi juga patut dipertanyakan karena rawan terjadi penyimpangan dan kebocoran pendapatan daerah.
Baca juga: Pimpin rapat evaluasi akhir tahun, ini harapan Bupati Kotim
Baca juga: Pemkab Kotim tidak rayakan malam Tahun Baru
"Akan ada pengurangan zona parkir karena banyak dikeluhkan masyarakat. Ada yang cuma mampir sebentar, ditagih bayar parkir. Ada yang beli barang sedikit, juga dipungut parkir, bahkan mahal bayar parkirnya," kata Supian Hadi saat rapat evaluasi akhir tahun 2019 di Sampit, Selasa.
Menurut Supian, masalah ini menjadi perhatian serius pemerintah daerah. Jika kebijakan pungutan parkir di pinggir jalan banyak dikeluhkan masyarakat, berarti ada yang harus dievaluasi karena pemerintah daerah tidak ingin membebani masyarakat.
Selama ini banyak keluhan masyarakat terhadap pungutan parkir karena dinilai memberatkan. Warga tidak mempermasalahkan terkait tarif, tetapi lebih pada sikap juru parkir yang langsung memungut biaya parkir padahal terkadang pengendara hanya mampir sebentar di pinggir jalan.
Pemerintah daerah segera membahas zona parkir mana saja yang akan dihapus, misalnya Japan Achmad Yani, Tjilik Riwut, MT Haryono atau lokasi lainnya. Kebijakan itu nantinya akan dituangkan dalam keputusan bupati.
Baca juga: Dandim Sampit soroti maraknya sengketa pertanahan di Kotim
Supian mengakui, pemungutan parkir di pinggir jalan tersebut banyak dikeluhkan masyarakat maupun pelaku usaha. Pemberlakuan parkir disebutkan turut mempengaruhi tingkat transaksi di tempat usaha seperti toko dan lainnya.
"Ini mengganggu pedagang, terutama pedagang kecil. Orang malas parkir, akhirnya orang sekaligus berbelanja ke mal, supermarket atau swalayan. Karcis parkirnya juga tidak ada, sehingga secara PAD (pendapatan asli daerah) juga tidak bisa terlalu diharapkan," ujar Supian Hadi.
Wacana pengurangan zona parkir tersebut disambut positif. Masyarakat berharap kebijakan itu benar-benar dilaksanakan mulai asal 2020 nanti agar tidak lagi membebani masyarakat.
"Kadang jengkel juga. Cuma berhentilah sebentar ke warung makan, sudah ditagih bayar parkir. Ini bukan soal Rp2000, tapi kepatutan. Jujur saja, saya akhirnya menghindari berbelanja di warung atau toko yang ada tukang parkirnya," kata Budi, warga Sampit.
Menurutnya, keluhan ini sudah bertahun-tahun disampaikan masyarakat namun tidak ditanggapi serius oleh pemerintah daerah. Pungutan parkir tanpa karcis resmi juga patut dipertanyakan karena rawan terjadi penyimpangan dan kebocoran pendapatan daerah.
Baca juga: Pimpin rapat evaluasi akhir tahun, ini harapan Bupati Kotim
Baca juga: Pemkab Kotim tidak rayakan malam Tahun Baru