Sampit (ANTARA) - Selain membahas penundaan reses, rapat DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah pada Senin sore juga diisi bantahan para legislator atas tudingan terhadap lembaga mereka yang dinilai menjadi penghambat pembangunan daerah.
"Pernyataan bupati bahwa penundaan 35 persen DAU (dana alokasi umum) oleh pusat akibat kesalahan DPRD, itu bahaya. Kini opini di masyarakat seolah-olah DPRD ini jadi penghambat pemerintah daerah. Itu tidak benar," kata anggota Fraksi Golkar Muhammad Arsyad saat rapat di Sampit, Senin.
Dia berharap masalah ini diklarifikasi dan dijelaskan karena selama ini apa yang dilakukan DPRD adalah dalam koridor menjalankan tugas pengawasan. Terkait polemik rasionalisasi anggaran Sekretariat DPRD, menurutnya itu bukan karena DPRD menolak pemangkasan anggaran, tetapi lebih pada keinginan meminta penjelasan demi keterbukaan.
Arsyad mengusulkan agar DPRD mengundang bupati bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah serta Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Kotawaringin Timur untuk membahas masalah ini hingga tuntas.
Dia meyakinkan bahwa apa yang dilakukan DPRD adalah untuk kepentingan masyarakat luas. Apalagi selama ini banyak warga yang mengeluhkan belum menerima bantuan terkait penanganan COVID-19 sehingga itu menjadi salah satu dasar mengapa DPRD ingin meminta penjelasan.
"Bupati harus bertanggung jawab atas pernyataannya. Buktikan, di mana yang dianggap DPRD menghambat pemerintah daerah. Kalau memang DPRD salah, kita minta maaf. Begitu pula sebaliknya. Kita ini demi kepentingan masyarakat," kata Arsyad.
Sekretaris Fraksi Gerindra Juliansyah juga mengaku tidak sependapat dengan tudingan DPRD dianggap menghambat pemerintah daerah. Pernyataan ini harus diklarifikasi agar tidak menggiring opini di masyarakat karena sangat wajar jika DPRD melakukan pengawasan terhadap eksekutif.
"Masa kita yang disalahkan atas keterlambatan itu. Ini harus diklarifikasi karena menyangkut nama lembaga ini," tegas Juliansyah.
Hal serupa diungkapkan Sekretaris Fraksi PKB, Bima Santoso. Menurutnya tudingan seolah-olah DPRD menjadi penyebab keluarnya sanksi penundaan 35 persen DAU oleh pemerintah pusat, harus diluruskan agar tidak menjadi opini yang salah di masyarakat.
"Kita wajib klarifikasi. Kita di DPRD Kotawaringin Timur tidak pernah menghambat, tapi justru mengawal dan mendorong kinerja eksekutif. Kita ini mitra kerja sejajar," kata Bima.
Baca juga: Legislator ini khawatir Kotim tidak siap jika harus lakukan PSBB
Ketua Fraksi PKB, Muhammad Abadi justru berpendapat bahwa penundaan 35 persen DAU tersebut justru karena keterlambatan pemerintah kabupaten dalam menyusun dan melaporkan rasionalisasi anggaran terkait penanganan COVID-19.
Sejak awal dirinya sudah mengingatkan karena petunjuk pemerintah pusat sudah jelas, termasuk tentang batas waktu terakhir. Anehnya, kata dia, pembahasan rasionalisasi itu baru dilakukan menjelang batas akhir sehingga wajar jika akhirnya terlambat.
"Kenapa jadi DPRD seolah-olah DPRD yang menjadi penyebab kesalahan itu? Semestinya ketika surat edaran realokasi anggaran itu terbit pada 2 April, itu langsung ditindaklanjuti, tetapi faktanya tidak begitu," tegas Abadi.
Sementara itu, Wakil Ketua I DPRD Kotawaringin Timur Rudianur yang memimpin rapat menganggap dinamika ini merupakan hal biasa. Namun, DPRD menilai perlu bagi bupati, Tim Anggaran Pemerintah Daerah serta Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Kotawaringin Timur memenuhi undangan DPRD untuk menjelaskan semuanya.
"Katanya bupati siap untuk buka-bukaan. Nah, sekarang akan kami undang untuk ketigakalinya. Kami harap beliau hadir untuk menjelaskan dan mengklarifikasi semuanya. Kalau tetap tidak hadir, tentu ini akan tidak bagus. Jangan sampai nanti saat pembahasan APBD Perubahan, giliran DPRD yang tidak mau membahasnya. Sudah lah. Kalau memang tujuannya untuk masyarakat, ayo kita duduk bersama membahas semuanya," demikian Rudianur.
Baca juga: Reses DPRD Kotim ditunda imbas polemik rasionalisasi anggaran
Baca juga: Harga gula tinggi di pasaran, warga Sampit serbu Bulog
"Pernyataan bupati bahwa penundaan 35 persen DAU (dana alokasi umum) oleh pusat akibat kesalahan DPRD, itu bahaya. Kini opini di masyarakat seolah-olah DPRD ini jadi penghambat pemerintah daerah. Itu tidak benar," kata anggota Fraksi Golkar Muhammad Arsyad saat rapat di Sampit, Senin.
Dia berharap masalah ini diklarifikasi dan dijelaskan karena selama ini apa yang dilakukan DPRD adalah dalam koridor menjalankan tugas pengawasan. Terkait polemik rasionalisasi anggaran Sekretariat DPRD, menurutnya itu bukan karena DPRD menolak pemangkasan anggaran, tetapi lebih pada keinginan meminta penjelasan demi keterbukaan.
Arsyad mengusulkan agar DPRD mengundang bupati bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah serta Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Kotawaringin Timur untuk membahas masalah ini hingga tuntas.
Dia meyakinkan bahwa apa yang dilakukan DPRD adalah untuk kepentingan masyarakat luas. Apalagi selama ini banyak warga yang mengeluhkan belum menerima bantuan terkait penanganan COVID-19 sehingga itu menjadi salah satu dasar mengapa DPRD ingin meminta penjelasan.
"Bupati harus bertanggung jawab atas pernyataannya. Buktikan, di mana yang dianggap DPRD menghambat pemerintah daerah. Kalau memang DPRD salah, kita minta maaf. Begitu pula sebaliknya. Kita ini demi kepentingan masyarakat," kata Arsyad.
Sekretaris Fraksi Gerindra Juliansyah juga mengaku tidak sependapat dengan tudingan DPRD dianggap menghambat pemerintah daerah. Pernyataan ini harus diklarifikasi agar tidak menggiring opini di masyarakat karena sangat wajar jika DPRD melakukan pengawasan terhadap eksekutif.
"Masa kita yang disalahkan atas keterlambatan itu. Ini harus diklarifikasi karena menyangkut nama lembaga ini," tegas Juliansyah.
Hal serupa diungkapkan Sekretaris Fraksi PKB, Bima Santoso. Menurutnya tudingan seolah-olah DPRD menjadi penyebab keluarnya sanksi penundaan 35 persen DAU oleh pemerintah pusat, harus diluruskan agar tidak menjadi opini yang salah di masyarakat.
"Kita wajib klarifikasi. Kita di DPRD Kotawaringin Timur tidak pernah menghambat, tapi justru mengawal dan mendorong kinerja eksekutif. Kita ini mitra kerja sejajar," kata Bima.
Baca juga: Legislator ini khawatir Kotim tidak siap jika harus lakukan PSBB
Ketua Fraksi PKB, Muhammad Abadi justru berpendapat bahwa penundaan 35 persen DAU tersebut justru karena keterlambatan pemerintah kabupaten dalam menyusun dan melaporkan rasionalisasi anggaran terkait penanganan COVID-19.
Sejak awal dirinya sudah mengingatkan karena petunjuk pemerintah pusat sudah jelas, termasuk tentang batas waktu terakhir. Anehnya, kata dia, pembahasan rasionalisasi itu baru dilakukan menjelang batas akhir sehingga wajar jika akhirnya terlambat.
"Kenapa jadi DPRD seolah-olah DPRD yang menjadi penyebab kesalahan itu? Semestinya ketika surat edaran realokasi anggaran itu terbit pada 2 April, itu langsung ditindaklanjuti, tetapi faktanya tidak begitu," tegas Abadi.
Sementara itu, Wakil Ketua I DPRD Kotawaringin Timur Rudianur yang memimpin rapat menganggap dinamika ini merupakan hal biasa. Namun, DPRD menilai perlu bagi bupati, Tim Anggaran Pemerintah Daerah serta Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Kotawaringin Timur memenuhi undangan DPRD untuk menjelaskan semuanya.
"Katanya bupati siap untuk buka-bukaan. Nah, sekarang akan kami undang untuk ketigakalinya. Kami harap beliau hadir untuk menjelaskan dan mengklarifikasi semuanya. Kalau tetap tidak hadir, tentu ini akan tidak bagus. Jangan sampai nanti saat pembahasan APBD Perubahan, giliran DPRD yang tidak mau membahasnya. Sudah lah. Kalau memang tujuannya untuk masyarakat, ayo kita duduk bersama membahas semuanya," demikian Rudianur.
Baca juga: Reses DPRD Kotim ditunda imbas polemik rasionalisasi anggaran
Baca juga: Harga gula tinggi di pasaran, warga Sampit serbu Bulog