Sampit (ANTARA) - Anggota Komisi III DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah Riskon Fabiansyah meminta pemerintah daerah tidak membiarkan kerumunan warga karena rawan terjadi penularan COVID-19.

"Seperti sebelum Hari Raya Idul Fitri kemarin, pusat-pusat perbelanjaan yang ada di Sampit pengunjungnya membeludak tanpa ada imbauan yang mewajibkan pengunjung pasar untuk memakai masker," ujar Riskon di Sampit, Rabu.

Politisi Partai Golkar ini mengapresiasi langkah yang diambil pemerintah daerah melalui Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 dengan melakukan rapid test terhadap pedagang di Pusat Perbelanjaan Mentaya Sampit.

Menurut Riskon, langkah tersebut sudah tepat dalam upaya pencegahan dan deteksi dini penyebaran COVID-19 di Kotawaringin Timur. Hasil rapid test bisa menjadi acuan pemerintah daerah dalam membuat kebijakan penanganan COVID-19.

Namun Riskon mengaku menyayangkan kurangnya perhatian Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 terkait pengawasan selama ini terhadap kegiatan-kegiatan di pusat berkumpulnya masyarakat, seperti pusat perbelanjaan tradisional maupun super market.

Pengawasan dan ketegasan terhadap kegiatan bersifat kerumunan orang banyak, dinilai tidak kalah penting dengan pelaksanaan rapid test. Upaya lain akan sia-sia jika ternyata pemerintah tidak tegas, apalagi jika sampai membiarkan adanya kerumunan warga karena sangat rawan terjadi penularan COVID-19.

Hal berbeda dengan tempat ibadah yang diimbau untuk tidak melaksanakan shalat berjamaah sementara waktu. Bahkan shalat Idul Fitri pun diimbau dilaksanakan di rumah, meski ini banyak dikeluhkan oleh umat Islam di daerah ini.

Riskon menyarankan, dengan kebijakan 'New Normal' yang digulirkan pemerintah pusat, Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Kotawaringin Timur diharapkan juga berinovasi melakukan kegiatan sosialisasi di pusat-pusat keramaian masyarakat terkait COVID-19 agar aktivitas masyarakat bisa berjalan, namun tetap mengedepankan protokol kesehatan, khususnya 'physical distancing'.

"Karena kamj melihat pesan tentang bahaya Corona inilah yang sampai saat ini belum sampai dengan baik kepada masyarakat," tambah Riskon.

Riskon juga menyarankan agar rapid test harus betul-betul diperhitungkan manfaatnya karena biayanya tidak sedikit. Harga setiap alat rapid test diketahui lebih dari Rp400.000 sehingga membutuhkan biaya yang sangat besar.

Menurut Riskon, hal yang dibutuhkan masyarakat saat ini bukan hanya masalah deteksi dini dan sosialisasi bahaya Corona, tetapi yang tidak kalah penting adalah bahwa masyarakat Kotawaringin Timur menunggu perhatian pemerintah daerah terhadap masyarakat yang terdampak pandemi Corona.

Pemerintah daerah diminta jangan hanya fokus dengan masyarakat yang sakit, tetapi juga masyarakat yang sehat tetapi bisa akan sakit karena tidak ada pekerjaan dan pemasukan. Mereka juga harus mendapat perhatian.

Riskon mencontohkan kabupaten tetangga yang sudah merealisasikan bantuan beras kepada masyarakat terdampak COVID-19. Dia berharap pemerintah kabupaten juga melakukan hal yang sama untuk membantu masyarakat Kotawaringin Timur yang terdampak COVID-19.

"Masa Pemkab Kotim tidak mampu memberi bantuan kepada masyarakatnya? Padahal Kotim salah satu kabupaten dengan PAD tertinggi di Kalteng. Mudah-mudahan ini bisa jadi pertimbangan karena terkait anggaran saat ini dengan di keluarkannya PP Nomor 1 tahun 2020 dan juga sudah diundangkan, anggaran penanganan COVID-19 tidak lagi melalui pembahasan dengan DPRD. Jadi, semestinya bantuan bisa lebih cepat diterima masyarakat Kotim," demikian Riskon.

Baca juga: Tiga reaktif COVID-19, hasil rapid test di PPM Sampit

Baca juga: Bupati Kotim sebut pasar berisiko tinggi penyebaran COVID-19

Baca juga: Gugus Tugas gelar rapid test dadakan bagi pedagang PPM Sampit

Pewarta : Norjani
Uploader : Admin 2
Copyright © ANTARA 2024