Jakarta (ANTARA) - Stres yang berkepanjangan atau merasa lelah yang luar biasa, bisa jadi Anda sedang mengalami yang namanya burnout namun tidak menyadarinya.
Putu Andani, M.Psi., psikolog dari TigaGenerasi mengatakan banyak seorang ibu yang tidak menyadari jika dirinya mengalami masalah stres, burnout, dan depresi karena merasa baik-baik saja asalkan seluruh tugasnya sebagai istri, ibu, dan guru dapat diselesaikan.
Burnout memiliki gejala tertentu yang seringnya justru disadari oleh orang lain seperti pasangan atau keluarga. Beberapa gejala atau tanda Anda mengidap burnout adalah kedekatan emosional yang berkurang dengan anak dan suami, tidak memiliki passion, hilang konsentrasi dan mudah marah.
Baca juga: Cara atasi kelelahan mental untuk hadapi 2021
"Kalau yang kita rasakan sendiri ya kayak kelelahan itu ya sama less of emotional bonding baik itu kegiatan parenting, hubungan kita dengan suami, pekerjaan rumah tangga, pikiran kita itu hanya ke survival mood aja gimana caranya ini beres," ujar Putu dalam diskusi "Tips Para Ibu Hadapi Tantangan 2021", Rabu.
Putu mengatakan sikap berusaha bertahan adalah salah satu ciri dari burnout, padahal untuk melakukan pekerjaan yang disukai membutuhkan ketertarikan dan rasa bahagia.
Menurut Putu, sikap survival mood ini jika dibiarkan akan berbahaya sehingga berdampak pada anggota keluarga terutama anak yang ikut terbawa stres.
Baca juga: Ini perbedaan stres dan 'parental burnout'
"Kita saking survival mood-nya jadi enggak sadar, ini bisa dilihat dari perilaku yang ditunjukkan sama anak dan suami misalnya anak-anak jadi cepat nangis, selain dia mungkin beradaptasi dia juga stres dengan kita yang enggak responsif. Jadi tanda-tandanya selain dari diri sendiri, di lingkungan sekitar apakah ada juga perilaku yang berubah," kata Putu.
Putu memberikan saran agar para ibu tidak menyalahkan diri sendiri jika ada sesuatu yang berjalan tidak sesuai dengan rencana. Kemampuan untuk melepaskan dan mengikhlaskan juga diperlukan untuk memberi ketenangan batin.
"Dengan letting go kita jadi lebih sehat mental, lebih tahu prioritas, dan buat ibu-ibu yang masih struggle dengan burnout semangat, take a break jangan lupa, bercerita, regulasi diri apakah ada yang harus diturunkan standarnya atau harus didelegasikan," kata Putu.
Baca juga: Risiko terserang masalah mental bisa meningkat akibat COVID-19
Baca juga: Psikolog sebut religiusitas tak berkaitan dengan kesehatan mental
Baca juga: Efektifkah jalani terapi kesehatan mental lewat pesan teks?
Putu Andani, M.Psi., psikolog dari TigaGenerasi mengatakan banyak seorang ibu yang tidak menyadari jika dirinya mengalami masalah stres, burnout, dan depresi karena merasa baik-baik saja asalkan seluruh tugasnya sebagai istri, ibu, dan guru dapat diselesaikan.
Burnout memiliki gejala tertentu yang seringnya justru disadari oleh orang lain seperti pasangan atau keluarga. Beberapa gejala atau tanda Anda mengidap burnout adalah kedekatan emosional yang berkurang dengan anak dan suami, tidak memiliki passion, hilang konsentrasi dan mudah marah.
Baca juga: Cara atasi kelelahan mental untuk hadapi 2021
"Kalau yang kita rasakan sendiri ya kayak kelelahan itu ya sama less of emotional bonding baik itu kegiatan parenting, hubungan kita dengan suami, pekerjaan rumah tangga, pikiran kita itu hanya ke survival mood aja gimana caranya ini beres," ujar Putu dalam diskusi "Tips Para Ibu Hadapi Tantangan 2021", Rabu.
Putu mengatakan sikap berusaha bertahan adalah salah satu ciri dari burnout, padahal untuk melakukan pekerjaan yang disukai membutuhkan ketertarikan dan rasa bahagia.
Menurut Putu, sikap survival mood ini jika dibiarkan akan berbahaya sehingga berdampak pada anggota keluarga terutama anak yang ikut terbawa stres.
Baca juga: Ini perbedaan stres dan 'parental burnout'
"Kita saking survival mood-nya jadi enggak sadar, ini bisa dilihat dari perilaku yang ditunjukkan sama anak dan suami misalnya anak-anak jadi cepat nangis, selain dia mungkin beradaptasi dia juga stres dengan kita yang enggak responsif. Jadi tanda-tandanya selain dari diri sendiri, di lingkungan sekitar apakah ada juga perilaku yang berubah," kata Putu.
Putu memberikan saran agar para ibu tidak menyalahkan diri sendiri jika ada sesuatu yang berjalan tidak sesuai dengan rencana. Kemampuan untuk melepaskan dan mengikhlaskan juga diperlukan untuk memberi ketenangan batin.
"Dengan letting go kita jadi lebih sehat mental, lebih tahu prioritas, dan buat ibu-ibu yang masih struggle dengan burnout semangat, take a break jangan lupa, bercerita, regulasi diri apakah ada yang harus diturunkan standarnya atau harus didelegasikan," kata Putu.
Baca juga: Risiko terserang masalah mental bisa meningkat akibat COVID-19
Baca juga: Psikolog sebut religiusitas tak berkaitan dengan kesehatan mental
Baca juga: Efektifkah jalani terapi kesehatan mental lewat pesan teks?