Palangka Raya (ANTARA) - Ketua Komisi I DPRD Kalimantan Tengah Freddy Ering menyatakan bahwa provinsi ini terancam kehilangan 21 ribu hektare lahan, akibat tak kunjung tuntasnya persoalan tata batas dengan Kalimantan Timur.
Lahan seluas 21 ribu hektare terancam hilang itu berada di Kabupaten Barito Utara yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kaltim, kata Freddy Ering di Palangka Raya, Senin.
"Jadi, kalau dibiarkan berlarut-larut dan tidak diselesaikan segera oleh pemerintah daerah, maka Kalteng sendiri yang akan mengalami kerugian," tambahnya.
Dikatakan, kesalahan-kesalahan administrasi sebelumnya dan kurang aktifnya pemerintah provinsi serta kabupaten berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), bisa menjadi salah satu penyebab beralihnya 21 ribu hektare wilayah Kalteng ke Kaltim.
Freddy Ering menilai pemerintah di Kalteng kalah 'canggih' dari Kaltim dalam hal penataan administrasi. Bahkan, Pemda di Kaltim sangat pro aktif mengurus tata batas ke Kemendagri. Hal itu yang membuat Kalteng terancam kehilangan 21 ribu hektare.
"Kalau tak ingin kehilangan 21 ribu hektare yang persis berada di lahan PT BEK itu, maka pemda di Kalteng harus pro aktif juga menata dan mengurus permasalahan tata batas ke Kemendagri," tegasnya.
Menurut Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu, penyelesaian sengketa tata batas antarprovinsi ini pada dasarnya merupakan domain pemerintah pusat melalui kementerian terkait. Hanya, pemerintah provinsi tetap memiliki peran dalam menyiapkan data-data administrasi, yang nantinya menjadi dasar untuk mempertahankan wilayah disengketakan.
Baca juga: Prihatin dengan stok darah, Ketua DPRD Kalteng inisiasi donor darah
Freddy Ering mengatakan apabila sampai saat ini tidak ada terobosan, artinya Kalteng akan mengalami kerugian karena kehilangan 21 ribu hektare wilayahnya.
"Jadi inilah yang harusnya lebih dipahami dalam menyelesaikan sengketa batas ini," ucapnya.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Komisi 1 DPRD Kalteng, lahan seluas 21 ribu hektare yang terancam hilang itu memiliki banyak sumber daya alam (SDA) yang bisa dimaksimalkan untuk pemasukan daerah, terutama royalti dari operasional PT BEK yang selama ini beraktivitas di wilayah yang disengketakan.
Dia mengatakan selama ini operasional PT BEK masuk di 21 ribu hektare itu, dan royaltinya masuk Kaltim. Jika nanti berdasarkan putusan Kemendagri 21 ribu hektare itu masuk Kalteng, maka royaltinya juga masuk ke sini.
"Sekarang ini tinggal bagaimana pemerintah provinsi pro aktif menyelesaikan," demikian Freddy Ering.
Baca juga: Bupati Barut harapkan masalah tata batas segera diselesaikan
Baca juga: DPRD Kalteng pantau pelayanan Samsat dan Bank Kalteng di Barito Utara
Baca juga: Pansus DPRD Kalteng pastikan terus awasi anggaran COVID-19 dan Bansos
Lahan seluas 21 ribu hektare terancam hilang itu berada di Kabupaten Barito Utara yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kaltim, kata Freddy Ering di Palangka Raya, Senin.
"Jadi, kalau dibiarkan berlarut-larut dan tidak diselesaikan segera oleh pemerintah daerah, maka Kalteng sendiri yang akan mengalami kerugian," tambahnya.
Dikatakan, kesalahan-kesalahan administrasi sebelumnya dan kurang aktifnya pemerintah provinsi serta kabupaten berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), bisa menjadi salah satu penyebab beralihnya 21 ribu hektare wilayah Kalteng ke Kaltim.
Freddy Ering menilai pemerintah di Kalteng kalah 'canggih' dari Kaltim dalam hal penataan administrasi. Bahkan, Pemda di Kaltim sangat pro aktif mengurus tata batas ke Kemendagri. Hal itu yang membuat Kalteng terancam kehilangan 21 ribu hektare.
"Kalau tak ingin kehilangan 21 ribu hektare yang persis berada di lahan PT BEK itu, maka pemda di Kalteng harus pro aktif juga menata dan mengurus permasalahan tata batas ke Kemendagri," tegasnya.
Menurut Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu, penyelesaian sengketa tata batas antarprovinsi ini pada dasarnya merupakan domain pemerintah pusat melalui kementerian terkait. Hanya, pemerintah provinsi tetap memiliki peran dalam menyiapkan data-data administrasi, yang nantinya menjadi dasar untuk mempertahankan wilayah disengketakan.
Baca juga: Prihatin dengan stok darah, Ketua DPRD Kalteng inisiasi donor darah
Freddy Ering mengatakan apabila sampai saat ini tidak ada terobosan, artinya Kalteng akan mengalami kerugian karena kehilangan 21 ribu hektare wilayahnya.
"Jadi inilah yang harusnya lebih dipahami dalam menyelesaikan sengketa batas ini," ucapnya.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Komisi 1 DPRD Kalteng, lahan seluas 21 ribu hektare yang terancam hilang itu memiliki banyak sumber daya alam (SDA) yang bisa dimaksimalkan untuk pemasukan daerah, terutama royalti dari operasional PT BEK yang selama ini beraktivitas di wilayah yang disengketakan.
Dia mengatakan selama ini operasional PT BEK masuk di 21 ribu hektare itu, dan royaltinya masuk Kaltim. Jika nanti berdasarkan putusan Kemendagri 21 ribu hektare itu masuk Kalteng, maka royaltinya juga masuk ke sini.
"Sekarang ini tinggal bagaimana pemerintah provinsi pro aktif menyelesaikan," demikian Freddy Ering.
Baca juga: Bupati Barut harapkan masalah tata batas segera diselesaikan
Baca juga: DPRD Kalteng pantau pelayanan Samsat dan Bank Kalteng di Barito Utara
Baca juga: Pansus DPRD Kalteng pastikan terus awasi anggaran COVID-19 dan Bansos