Palangka Raya (ANTARA) - Anggota DPD RI Agustin Teras Narang menilai moderasi beragama dinilai penting terus diupayakan, agar kerukunan antar umat beragama yang menjadi salah satu pilar penting dalam mendorong pembangunan bangsa, dapat terlaksana secara optimal.
Moderasi beragama itu dapat berlangsung apabila kearifan lokal yang dapat menampung sekian banyak perbedaan dapat tumbuh dan terpelihara dengan baik, kata Teras Narang usai menjadi pemateri di Moderasi Lembaga Keagamaan Buddha yang digelar Bimas Budhha, Kanwil Kementerian Agama RI Kalimantan Tengah di Palangka Raya, kemarin.
"Untuk di Provinsi Kalimantan Tengah, ada kearifan lokal yang menampung banyak perbedaan sekaligus menjadi cerminan Pancasila, yakni Huma Betang. Kearifan lokal ini harapannya bisa juga dihidupi oleh umat Buddha yang ada di Kalteng," ucapnya.
Menurut Gubernur Kalimantan Tengah periode 2005-2015 itu, kearifan lokal Kalteng yang tercermin dalam falsafah huma betang, telah terbukti relevan menjaga kondusivitas masyarakat. Untuk itu, dirinya mengajak setiap elemen masyarakat di Kalteng, termasuk Umat Buddha, perlu bersama-sama membangun harmoni nilai-nilai kebangsaan lewat kearifan lokal , sehingga turut memperkuat moderasi beragama.
Teras Narang mengatakan moderasi beragama merupakan upaya menjaga semangat teguh beriman menurut prinsip dan keyakinan setiap umat beragama, sembari menaruh hormat pada umat yang beragama berbeda. Dan moderat, tidak berarti bersikap kompromistis soal prinsip dasar atau ritual pokok agama demi menyenangkan kelompok lain.
"Sikap moderat adalah sikap siap sedia untuk berdialog dan membangun kehidupan bersama, ketimbang mempersoalkan perbedaan prinsip keagamaan yang berbeda," ucapnya.
Senator asal Kalimantan Tengah itu mengakui, belakangan ada tantangan dalam menjaga kerukunan umat beragama, menurutnya berdasarkan Survei Kerukunan Umat Beragama dari Kementerian agama pada tahun 2019, Indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB) di Indonesia tahun 2019 masih terbilang tinggi dengan skor 73,83, dengan rentang 0 sampai 100.
"Salah satu dimensi yang mempengaruhi kerukunan umat beragama ini adalah kearifan lokal, sehingga pertemuan dan kerja sama dalam panggung kebudayaan dinilai perlu diintensifkan," kata Teras Narang.
Teras yang pernah menjadi Presiden Majelis Adat Dayak Nasional (MADN) pun menyebut bahwa semangat moderasi beragama pun selaras dengan falsafah huma betang yang yang menjunjung tinggi kejujuran, kesetaraan, kebersamaan dan toleransi serta taat pada hukum. Baik hukum negara, hukum adat dan hukum alam.
Baca juga: Warnai Indonesia, Teras dorong pemuda Kalteng jadi creative minority
"Lewat perilaku hidup yang 'belom bahadat' atau hidup beradat sesuai falsafah Huma betang, diharapkan akan mewujud pula Belom Penyang Hinje Simpei atau hidup yang berdampingan, rukun dan damai sejahtera bersama," demikian Teras Narang.
Sementara itu, Partiyem yang merupakan Pembimas Umat Buddha Kalimantan Tengah, mengakui hal yang sama. Dalam menjalankan tugas negara dan merasakan penugasan yang membuatnya kadang harus terpisah dari keluarga, ia merasa bahwa suasana kondusif dan rukun di Kalteng amat membantu.
Dia mengatakan, terkait keberagaman, Umat Buddha di Kalteng sendiri cukup merasakannya. Umat Buddha di Kalteng sebutnya saat ini memiliki 5 majelis yang dalam urusan makanan saja memiliki prinsip berbeda. Ada yang vegetarian dan lainnya juga ada yang berbeda memandang soal prinsip vegetarian ini.
Meski demikian, dirinya bersyukur dengan semangat moderasi agama, semua dapat rukun.
Kerukunan di tengah perbedaan ini, juga dalam konteks masyarakat Kalteng menurutnya amat menggembirakan.
"Saya bersyukur ditugaskan di Kalteng," kata Partiyem yag merupakan satu-satunya Pembimas Perempuan di Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha, Kementerian Agama RI tersebut.
Baca juga: Teras Narang desak RUU perlindungan data pribadi segera disahkan
Baca juga: Teras Narang: Buktikan rakyat Kalteng punya kapasitas di food estate
Baca juga: UKI: Revisi UU Otsus Papua harus menjawab masalah mendasar masyarakat
Moderasi beragama itu dapat berlangsung apabila kearifan lokal yang dapat menampung sekian banyak perbedaan dapat tumbuh dan terpelihara dengan baik, kata Teras Narang usai menjadi pemateri di Moderasi Lembaga Keagamaan Buddha yang digelar Bimas Budhha, Kanwil Kementerian Agama RI Kalimantan Tengah di Palangka Raya, kemarin.
"Untuk di Provinsi Kalimantan Tengah, ada kearifan lokal yang menampung banyak perbedaan sekaligus menjadi cerminan Pancasila, yakni Huma Betang. Kearifan lokal ini harapannya bisa juga dihidupi oleh umat Buddha yang ada di Kalteng," ucapnya.
Menurut Gubernur Kalimantan Tengah periode 2005-2015 itu, kearifan lokal Kalteng yang tercermin dalam falsafah huma betang, telah terbukti relevan menjaga kondusivitas masyarakat. Untuk itu, dirinya mengajak setiap elemen masyarakat di Kalteng, termasuk Umat Buddha, perlu bersama-sama membangun harmoni nilai-nilai kebangsaan lewat kearifan lokal , sehingga turut memperkuat moderasi beragama.
Teras Narang mengatakan moderasi beragama merupakan upaya menjaga semangat teguh beriman menurut prinsip dan keyakinan setiap umat beragama, sembari menaruh hormat pada umat yang beragama berbeda. Dan moderat, tidak berarti bersikap kompromistis soal prinsip dasar atau ritual pokok agama demi menyenangkan kelompok lain.
"Sikap moderat adalah sikap siap sedia untuk berdialog dan membangun kehidupan bersama, ketimbang mempersoalkan perbedaan prinsip keagamaan yang berbeda," ucapnya.
Senator asal Kalimantan Tengah itu mengakui, belakangan ada tantangan dalam menjaga kerukunan umat beragama, menurutnya berdasarkan Survei Kerukunan Umat Beragama dari Kementerian agama pada tahun 2019, Indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB) di Indonesia tahun 2019 masih terbilang tinggi dengan skor 73,83, dengan rentang 0 sampai 100.
"Salah satu dimensi yang mempengaruhi kerukunan umat beragama ini adalah kearifan lokal, sehingga pertemuan dan kerja sama dalam panggung kebudayaan dinilai perlu diintensifkan," kata Teras Narang.
Teras yang pernah menjadi Presiden Majelis Adat Dayak Nasional (MADN) pun menyebut bahwa semangat moderasi beragama pun selaras dengan falsafah huma betang yang yang menjunjung tinggi kejujuran, kesetaraan, kebersamaan dan toleransi serta taat pada hukum. Baik hukum negara, hukum adat dan hukum alam.
Baca juga: Warnai Indonesia, Teras dorong pemuda Kalteng jadi creative minority
"Lewat perilaku hidup yang 'belom bahadat' atau hidup beradat sesuai falsafah Huma betang, diharapkan akan mewujud pula Belom Penyang Hinje Simpei atau hidup yang berdampingan, rukun dan damai sejahtera bersama," demikian Teras Narang.
Sementara itu, Partiyem yang merupakan Pembimas Umat Buddha Kalimantan Tengah, mengakui hal yang sama. Dalam menjalankan tugas negara dan merasakan penugasan yang membuatnya kadang harus terpisah dari keluarga, ia merasa bahwa suasana kondusif dan rukun di Kalteng amat membantu.
Dia mengatakan, terkait keberagaman, Umat Buddha di Kalteng sendiri cukup merasakannya. Umat Buddha di Kalteng sebutnya saat ini memiliki 5 majelis yang dalam urusan makanan saja memiliki prinsip berbeda. Ada yang vegetarian dan lainnya juga ada yang berbeda memandang soal prinsip vegetarian ini.
Meski demikian, dirinya bersyukur dengan semangat moderasi agama, semua dapat rukun.
Kerukunan di tengah perbedaan ini, juga dalam konteks masyarakat Kalteng menurutnya amat menggembirakan.
"Saya bersyukur ditugaskan di Kalteng," kata Partiyem yag merupakan satu-satunya Pembimas Perempuan di Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha, Kementerian Agama RI tersebut.
Baca juga: Teras Narang desak RUU perlindungan data pribadi segera disahkan
Baca juga: Teras Narang: Buktikan rakyat Kalteng punya kapasitas di food estate
Baca juga: UKI: Revisi UU Otsus Papua harus menjawab masalah mendasar masyarakat