Sampit (ANTARA) - Sekretaris Komisi I DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah, Hendra Sia mengaku menerima keluhan terkait tingginya biaya pembuatan surat keterangan tanah atau SKT sehingga sangat membebani masyarakat.
"Seperti di salah satu desa di Kecamatan Telaga Antang, masyarakat mengeluh biaya SKT terlalu tinggi. Mereka menyebut biaya itu bahkan sampai Rp1,3 juta. Kami berharap ini jadi perhatian agar tidak membebani masyarakat desa," kata Hendra Sia di Sampit, Senin.
Politisi Partai Perindo ini mengaku menyikapi serius keluhan tersebut, apalagi pemerintah desa memang merupakan salah satu mitra kerja Komisi I. Dia berharap ini juga menjadi perhatian pemerintah kabupaten untuk mengingatkan jajarannya di tingkat desa agar tidak membebani warga.
Legislator yang mewakili daerah pemilihan 5 meliputi Kecamatan Parenggean, Antang Kalang, Telaga Antang, Mentaya Hulu, Tualan Hulu dan Bukit Santuai ini mengaku kaget mendengar keluhan yang disampaikan warga tersebut.
Jika biaya itu resmi karena diatur dalam peraturan desa masing-masing untuk pemasukan desa, maka keluhan yang disampaikan masyarakat berarti menjadi pengingat bahwa tarif yang ditetapkan itu dirasa terlalu tinggi dan membebani warga.
Apalagi jika ternyata biaya pembuatan SKT itu di luar aturan, sudah seharusnya dihentikan. Pemerintah desa jangan sampai melakukan tindakan-tindakan melanggar hukum karena jika terbukti maka ada konsekuensi hukum yang harus diterima.
Baca juga: Sumbangan perbaikan jalan lingkar selatan Sampit tidak sesuai harapan
Menurut Hendra Sia, pembuatan SKT tersebut seharusnya bisa digratiskan jika memang pemerintah desa beriktikad membantu masyarakat. Anggaran yang dimiliki desa sudah cukup besar dan aparaturnya sudah digaji, sehingga sudah seharusnya lebih berkomitmen meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
DPRD berharap pemerintah desa meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Artinya, pelayanan dipermudah, disederhanakan dan murah sehingga masyarakat benar-benar terbantu.
Keluhan yang disampaikan masyarakat tersebut dikhawatirkan juga terjadi di desa lainnya. Menurutnya, kondisi ini harus diubah karena tidak sejalan dengan tekad pemerintah melakukan reformasi birokrasi dengan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
"Kita tidak boleh menghambat ekonomi. Jangan sampai pemerintah desa malah membebani masyarakat. Siapa tahu warga membuat SKT itu untuk dijadikan agunan pinjam ke bank atau untuk jual beli karena mereka perlu uang. Kalau warga yang memberi secara suka rela tergantung kemampuan mereka, saya rasa itu masih wajar, tapi kalau dipasang tarif tinggi itu yang membebani," demikian Hendra Sia.
Baca juga: Bupati Kotim paparkan poin penting rancangan RPJMD
Baca juga: Calon Paskibraka Kotim wajib bebas COVID-19
"Seperti di salah satu desa di Kecamatan Telaga Antang, masyarakat mengeluh biaya SKT terlalu tinggi. Mereka menyebut biaya itu bahkan sampai Rp1,3 juta. Kami berharap ini jadi perhatian agar tidak membebani masyarakat desa," kata Hendra Sia di Sampit, Senin.
Politisi Partai Perindo ini mengaku menyikapi serius keluhan tersebut, apalagi pemerintah desa memang merupakan salah satu mitra kerja Komisi I. Dia berharap ini juga menjadi perhatian pemerintah kabupaten untuk mengingatkan jajarannya di tingkat desa agar tidak membebani warga.
Legislator yang mewakili daerah pemilihan 5 meliputi Kecamatan Parenggean, Antang Kalang, Telaga Antang, Mentaya Hulu, Tualan Hulu dan Bukit Santuai ini mengaku kaget mendengar keluhan yang disampaikan warga tersebut.
Jika biaya itu resmi karena diatur dalam peraturan desa masing-masing untuk pemasukan desa, maka keluhan yang disampaikan masyarakat berarti menjadi pengingat bahwa tarif yang ditetapkan itu dirasa terlalu tinggi dan membebani warga.
Apalagi jika ternyata biaya pembuatan SKT itu di luar aturan, sudah seharusnya dihentikan. Pemerintah desa jangan sampai melakukan tindakan-tindakan melanggar hukum karena jika terbukti maka ada konsekuensi hukum yang harus diterima.
Baca juga: Sumbangan perbaikan jalan lingkar selatan Sampit tidak sesuai harapan
Menurut Hendra Sia, pembuatan SKT tersebut seharusnya bisa digratiskan jika memang pemerintah desa beriktikad membantu masyarakat. Anggaran yang dimiliki desa sudah cukup besar dan aparaturnya sudah digaji, sehingga sudah seharusnya lebih berkomitmen meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
DPRD berharap pemerintah desa meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Artinya, pelayanan dipermudah, disederhanakan dan murah sehingga masyarakat benar-benar terbantu.
Keluhan yang disampaikan masyarakat tersebut dikhawatirkan juga terjadi di desa lainnya. Menurutnya, kondisi ini harus diubah karena tidak sejalan dengan tekad pemerintah melakukan reformasi birokrasi dengan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
"Kita tidak boleh menghambat ekonomi. Jangan sampai pemerintah desa malah membebani masyarakat. Siapa tahu warga membuat SKT itu untuk dijadikan agunan pinjam ke bank atau untuk jual beli karena mereka perlu uang. Kalau warga yang memberi secara suka rela tergantung kemampuan mereka, saya rasa itu masih wajar, tapi kalau dipasang tarif tinggi itu yang membebani," demikian Hendra Sia.
Baca juga: Bupati Kotim paparkan poin penting rancangan RPJMD
Baca juga: Calon Paskibraka Kotim wajib bebas COVID-19