Sampit (ANTARA) - Anggota DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah, Parimus meminta pemerintah kabupaten merangkul dan membina penambang tradisional agar mereka bisa bekerja secara legal sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan.
"Pemerintah daerah jangan hanya melihat mereka itu salah. Justru, pelaku 'illegal mining' (penambang liar) ini harus dirangkul dan dibantu agar mereka bisa bekerja secara legal. Bantu mereka mendapatkan izin," kata Parimus di Sampit, Rabu.
Saat ini diperkirakan masih cukup banyak warga yang berprofesi sebagai penambang emas tradisional. Mereka biasanya menambang di sungai dan di darat yang diperkirakan terdapat potensi emas.
Aktivitas penambangan tradisional sudah ada sejak dulu. Selama potensi penambangan emas secara tradisional dinilai masih menjanjikan, maka profesi ini diperkirakan akan masih ada. Namun umumnya mereka memang memiliki keterbatasan dalam hal perizinan dan aturan hukum.
Penambang tradisional yang mencari emas, pasir zirkon maupun galian C, perlu dibina. Apalagi, aturan memberi peluang untuk merangkul mereka dan diarahkan agar bisa bekerja secara legal.
Seperti penambang emas tradisional, bisa diarahkan dan difasilitasi dengan pengusulan Wilayah Pertambangan Rakyat atau WPR. Melalui WPR, para penambang bisa bekerja secara legal sehingga tidak khawatir akan ditertibkan oleh aparat penegak hukum karena mereka menambang di lokasi yang memang sudah diizinkan untuk penambangan rakyat.
Parimus mengaku yakin masyarakat juga ingin bekerja sesuai aturan dan dinyatakan legal. Hanya, selama ini mungkin mereka dihadapkan pada berbagai kendala dalam mengurus perizinan, seperti kurangnya informasi maupun kendala-kendala lain.
Untuk itulah pemerintah kabupaten harus membantu ini agar penambang bisa mendapatkan izin beraktivitas secara legal. Membina penambang agar bekerja secara legal, berarti juga menjadi bagian upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengentaskan kemiskinan.
Baca juga: Legislator Kotim minta Dishub konsisten larang truk masuk kota
Sesuai aturan, kata Parimus, pengajuan izin oleh perseorangan bisa dengan luasan satu hektare, namun apabila berkelompok maka akan diberikan maksimal untuk luasan lima hektare.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba, termuat aturan tentang WPR. Jika sebelumnya bisa diberikan luas maksimal 25 hektare dan kedalaman maksimal 25 meter, melalui perubahan Revisi UU Minerba ini diberikan menjadi luasan maksimal 100 hektare dan memiliki cadangan mineral logam dengan kedalaman maksimal 100 meter.
Parimus yang juga anggota Komisi II menambahkan, meski kewenangan perizinan pengelolaan pertambangan diselenggarakan oleh pemerintah pusat, namun ada pengaturan, terdapat jenis perizinan yang akan didelegasikan kepada pemerintah daerah, diantaranya perizinan batuan skala kecil dan Izin Pertambangan Rakyat (IPR).
Pembinaan kepada penambang tradisional tidak hanya agar penambang bisa bekerja legal, juga untuk melindungi penambang dari oknum-oknum tertentu. Pembinaan ini juga akan memudahkan pemerintah dalam mengawasi penambangan tradisional serta mencegah dampak buruk terhadap lingkungan.
"Penambang itu cuma ingin mencari makan. Berbeda dengan perusahaan yang mencari keuntungan. Sudah seharusnya pemerintah berpihak kepada masyarakat. Mereka harus dibantu," demikian Parimus.
Baca juga: Legislator Kalteng: Warga di Kotim keluhkan listrik sering padam
"Pemerintah daerah jangan hanya melihat mereka itu salah. Justru, pelaku 'illegal mining' (penambang liar) ini harus dirangkul dan dibantu agar mereka bisa bekerja secara legal. Bantu mereka mendapatkan izin," kata Parimus di Sampit, Rabu.
Saat ini diperkirakan masih cukup banyak warga yang berprofesi sebagai penambang emas tradisional. Mereka biasanya menambang di sungai dan di darat yang diperkirakan terdapat potensi emas.
Aktivitas penambangan tradisional sudah ada sejak dulu. Selama potensi penambangan emas secara tradisional dinilai masih menjanjikan, maka profesi ini diperkirakan akan masih ada. Namun umumnya mereka memang memiliki keterbatasan dalam hal perizinan dan aturan hukum.
Penambang tradisional yang mencari emas, pasir zirkon maupun galian C, perlu dibina. Apalagi, aturan memberi peluang untuk merangkul mereka dan diarahkan agar bisa bekerja secara legal.
Seperti penambang emas tradisional, bisa diarahkan dan difasilitasi dengan pengusulan Wilayah Pertambangan Rakyat atau WPR. Melalui WPR, para penambang bisa bekerja secara legal sehingga tidak khawatir akan ditertibkan oleh aparat penegak hukum karena mereka menambang di lokasi yang memang sudah diizinkan untuk penambangan rakyat.
Parimus mengaku yakin masyarakat juga ingin bekerja sesuai aturan dan dinyatakan legal. Hanya, selama ini mungkin mereka dihadapkan pada berbagai kendala dalam mengurus perizinan, seperti kurangnya informasi maupun kendala-kendala lain.
Untuk itulah pemerintah kabupaten harus membantu ini agar penambang bisa mendapatkan izin beraktivitas secara legal. Membina penambang agar bekerja secara legal, berarti juga menjadi bagian upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengentaskan kemiskinan.
Baca juga: Legislator Kotim minta Dishub konsisten larang truk masuk kota
Sesuai aturan, kata Parimus, pengajuan izin oleh perseorangan bisa dengan luasan satu hektare, namun apabila berkelompok maka akan diberikan maksimal untuk luasan lima hektare.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba, termuat aturan tentang WPR. Jika sebelumnya bisa diberikan luas maksimal 25 hektare dan kedalaman maksimal 25 meter, melalui perubahan Revisi UU Minerba ini diberikan menjadi luasan maksimal 100 hektare dan memiliki cadangan mineral logam dengan kedalaman maksimal 100 meter.
Parimus yang juga anggota Komisi II menambahkan, meski kewenangan perizinan pengelolaan pertambangan diselenggarakan oleh pemerintah pusat, namun ada pengaturan, terdapat jenis perizinan yang akan didelegasikan kepada pemerintah daerah, diantaranya perizinan batuan skala kecil dan Izin Pertambangan Rakyat (IPR).
Pembinaan kepada penambang tradisional tidak hanya agar penambang bisa bekerja legal, juga untuk melindungi penambang dari oknum-oknum tertentu. Pembinaan ini juga akan memudahkan pemerintah dalam mengawasi penambangan tradisional serta mencegah dampak buruk terhadap lingkungan.
"Penambang itu cuma ingin mencari makan. Berbeda dengan perusahaan yang mencari keuntungan. Sudah seharusnya pemerintah berpihak kepada masyarakat. Mereka harus dibantu," demikian Parimus.
Baca juga: Legislator Kalteng: Warga di Kotim keluhkan listrik sering padam