Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Pembina Pengurus Pusat Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PP Perti) KH Anwar Sanusi mengatakan perintah membayar zakat mengajarkan umat untuk berbagi dan mensucikan diri.
“Kalau zakat mal itu kan harus dikumpulin dulu kalau pas itu kira-kira 100 gram lah baru dapat zakat. Tetapi kalau zakat fitrah itu asal hari ini misalnya kita ada, lalu besok kita masih ada persediaan, maka kemudian kita juga wajib zakat fitrah. Apalagi bayi yang baru lahir saja sudah kena zakat fitrah, apalagi yang tua,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Antara, Selasa.
Ia mengatakan, fitrah itu sendiri artinya suci. Sehingga hari raya Idul Fitri itu kembali kepada kesucian. Artinya orang yang mampu makan pada hari ini dan besoknya masih ada persediaan maka wajib melakukan zakat fitrah.
Menurut dia, ada beberapa manfaat dari umat Islam yang melakukan zakat fitrah, selain untuk mensucikan diri, yaitu bisa untuk membantu faktor sosial dan faktor sosial. Faktor sosial yaitu silaturahmi antara yang mampu dan tidak mampu.
“Sehingga terjalin harmonisasi antara yang mampu dan tidak mampu. Yang tidak mampu mengatakan ‘saya disumbang oleh orang-orang yang mampu’. Jadi ada interaksi sosial sesama masyarakat, sehingga ada silaturahminya,” ujar mantan anggota DPR RI periode 1997-2014) dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (FPPP) tersebut.
Lalu manfaat secara ekonomi menurutnya yaitu juga dapat membangkitkan ekonomi mikro.
Namun demikian dirinya kembali mengingatkan kepada umat muslim agar tidak memberikan zakat fitrah itu kepada orang-orang tua kita. Karena orang tua itu sebenarnya adalah kewajiban kita kalau memang orang tua kita tidak mampu.
“Saya masih suka lihat di kampung-kampung, karena mungkin mereka tidak mengerti hukum zakat fitrah itu diberikan kepada saudara-saudara kita, orang tua kita. Kalau saudara kita yang tidak mampu masih boleh, tapi kalau orang tua itu adalah kewajiban kita,” ucap mantan anggota Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) ini.
Oleh karena itu dirinya mengingatkan untuk kita kembali kepada 8 asnaf yang diperbolehkan menerima zakat fitrah tersebut yaitu fakir; miskin; amil; mu'allaf; hamba sahaya; gharimin; fisabilillah dan ibnus sabil.
“Dan dengan zakat Fitrah itu, Insya Allah kita dapat mensucikan diri,” katanya.
Ia mengatakan apabila puasa itu dibagi dalam tiga tahap yakni sepuluh hari pertama ‘awwaluhu rahma’, sepuluh hari kedua maqfirah atau ampunan Allah, maka di tanggal 21 sampai 30 Ramadhan (sepuluh hari terakhir) itu adalah ‘itkum minannar’, yaitu dijauhkan dari api neraka.
“Artinya apa? Kita kembali kepada kesucian ditambah zakat fitrah. Jadi benar-benar Idul Fitri. Jadi Fitri itu adalah kesucian, jadi kembali kepada fitrah,” katanya mengakhiri.
“Kalau zakat mal itu kan harus dikumpulin dulu kalau pas itu kira-kira 100 gram lah baru dapat zakat. Tetapi kalau zakat fitrah itu asal hari ini misalnya kita ada, lalu besok kita masih ada persediaan, maka kemudian kita juga wajib zakat fitrah. Apalagi bayi yang baru lahir saja sudah kena zakat fitrah, apalagi yang tua,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Antara, Selasa.
Ia mengatakan, fitrah itu sendiri artinya suci. Sehingga hari raya Idul Fitri itu kembali kepada kesucian. Artinya orang yang mampu makan pada hari ini dan besoknya masih ada persediaan maka wajib melakukan zakat fitrah.
Menurut dia, ada beberapa manfaat dari umat Islam yang melakukan zakat fitrah, selain untuk mensucikan diri, yaitu bisa untuk membantu faktor sosial dan faktor sosial. Faktor sosial yaitu silaturahmi antara yang mampu dan tidak mampu.
“Sehingga terjalin harmonisasi antara yang mampu dan tidak mampu. Yang tidak mampu mengatakan ‘saya disumbang oleh orang-orang yang mampu’. Jadi ada interaksi sosial sesama masyarakat, sehingga ada silaturahminya,” ujar mantan anggota DPR RI periode 1997-2014) dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (FPPP) tersebut.
Lalu manfaat secara ekonomi menurutnya yaitu juga dapat membangkitkan ekonomi mikro.
Namun demikian dirinya kembali mengingatkan kepada umat muslim agar tidak memberikan zakat fitrah itu kepada orang-orang tua kita. Karena orang tua itu sebenarnya adalah kewajiban kita kalau memang orang tua kita tidak mampu.
“Saya masih suka lihat di kampung-kampung, karena mungkin mereka tidak mengerti hukum zakat fitrah itu diberikan kepada saudara-saudara kita, orang tua kita. Kalau saudara kita yang tidak mampu masih boleh, tapi kalau orang tua itu adalah kewajiban kita,” ucap mantan anggota Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) ini.
Oleh karena itu dirinya mengingatkan untuk kita kembali kepada 8 asnaf yang diperbolehkan menerima zakat fitrah tersebut yaitu fakir; miskin; amil; mu'allaf; hamba sahaya; gharimin; fisabilillah dan ibnus sabil.
“Dan dengan zakat Fitrah itu, Insya Allah kita dapat mensucikan diri,” katanya.
Ia mengatakan apabila puasa itu dibagi dalam tiga tahap yakni sepuluh hari pertama ‘awwaluhu rahma’, sepuluh hari kedua maqfirah atau ampunan Allah, maka di tanggal 21 sampai 30 Ramadhan (sepuluh hari terakhir) itu adalah ‘itkum minannar’, yaitu dijauhkan dari api neraka.
“Artinya apa? Kita kembali kepada kesucian ditambah zakat fitrah. Jadi benar-benar Idul Fitri. Jadi Fitri itu adalah kesucian, jadi kembali kepada fitrah,” katanya mengakhiri.