Palangka Raya (ANTARA) - Kepala Pusat Logistik Cadangan Strategis Kementerian Pertahanan Brigjend TNI Marrahmat memberikan penjelasan terkait penetapan lokasi food estate di Provinsi Kalimantan Tengah, terkhusus masuknya lahan seluas 2.000 hektar yang telah digarap dan dimiliki warga di empat desa di Kecamatan Sepang, Kabupaten Gunung Mas.

Secara umum lahan yang akan digunakan proyek food estate untuk jenis tanaman singkong di Kabupaten Gunung Mas merupakan Hutan Produksi (HP) dan Hutan Produksi yang dapat dikonversi, kata Marrahmat saat mengikuti diskusi secara virtual yang digelar Forum Pemuda Kalteng, Palangka Raya, Jumat.

"Proses penyiapan lahan pun diarahkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kemen LHK) dan Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Kalteng. Didukung Gubernur Kalteng dengan penerbitan surat rekomendasi," beber dia.

Data itu, lanjut dia, dikoordinasikan dengan Pemerintah Kabupaten Gunung Mas dan instansi terkait, serta telah adanya usulan lahan dilengkapi dengan kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dengan AOI seluas 486.164 hektar. Termasuk telah adanya usulan KHKP seluas 118.813 hektare, serta 2.000 hektare telah ada Keputusan Menteri LHK.

Marrahmat mengatakan karena ini merupakan proyek percontohan, maka diusulkanlah lahan seluas 2.000 hektare. Usulan itu disampaikan karena meyakni bahwa lahan itu secara administrasif tercatat di Kemen LHK sebagai Hutan Produksi yang dapat dikonversi.

"Kami pun pada saat itu belum tahu ada aktivitas masyarakat dan lain sebagainya. Tapi kami pastikan, untuk lahan 2000 hektare, belum ada kegiatan apapun. Semua rencana kegiatan pun telah dihentikan sementara hingga ada solusi bersama," ucapnya.

Dia pun menegaskan bahwa Kemenhan tidak mungkin hadir merugikan kepentingan masyarakat, terlebih area yang ada merupakan milik negara yang juga menjadi bagian dari milik masyarakat. Apalagi latar belakang kehadiran program food estate untuk komoditas Singkong, merupakan upaya meningkatkan cadangan pangan nasional. 

Dia mengatakan dari perspektif ketahanan pangan, Indonesia saat ini hanya mampu untuk 69 hari yang dinilai tidak ideal bila terjadi kondisi wabah, bencana hingga perang. Terkait dengan Sistem Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta, pangan menurutnya vital selain kesiapan senjata atau alutsista, medis dan energi. Semua ini disebut bagian dari logistik strategis.

"Jangan khawatir dengan lahan yang 2000 ha ini. Kami terus berkomunikasi dengan Bupati," kata Marrahmat.

Dalam diskusi secara virtual itu, turut hadir Anggota DPD RI Agustin Teras Narang, Babinsa Sepang, Kepala Desa Tampelas, Desa Tewai Baru, Desa Sepang Kota dan Desa Pematang Limau, serta sejumlah elemen masyarakat, serta lainnya.

Baca juga: Kemen LHK diminta perhatikan hak masyarakat Kalteng di food estate

Para kepala desa di acara itu menyampaikan harapan agar kepentingan masyarakat diperhatikan, terlebih dalam sosialisasi awal, terkait 2.000 hektar lahan masyarakat disebut tidak akan dibebaskan. Namun belakangan adanya pemasangan plang dan patok membuat masyarakat risau dan menimbulkan kesalahpahaman dengan perangkat desa. Termasuk perlu dipertimbangkannya pencabutan plang atau patok yang merisaukan dan menimbulkan kesalahpahaman itu.

Sebelumnya, Anggota DPD RI Agustin Teras Narang mengapresiasi Kepala PLCS Kemenhan Brigjend TNI Marrahmat, yang bersedia memberikan penjelasan terkait kronologis penetapan kawasan di 2.000 ha di kecamatan Sepang, termasuk mendengarkan aspirasi dari empat kepala desa serta sejumlah elemen yang ada di Kalteng berkaitan dengan pelaksanaan food estate, terkhusus di Kabupaten Gunung Mas.

"Paparan dari Kementerian Pertahanan (Kepala PLCS Kemenhan) saya lihat sangat komprehensif dan jelas. Terlebih itikad baik dari Kemenhan yang bersedia mendengarkan aspirasi masyarakat. Saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya," kata Teras Narang.

Baca juga: Kemenhan diminta segera hentikan pembebasan lahan food estate di Gumas

Baca juga: Proyek food estate di Gumas harus terbuka dan libatkan masyarakat

Pewarta : Jaya Wirawana Manurung
Uploader : Admin 3
Copyright © ANTARA 2024