Jakarta (ANTARA) - Ahli Epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Iwan Ariawan mengatakan jika kartu vaksin sebagai syarat administrasi pengendalian COVID-19 dibatalkan maka bisa meningkatkan kasus COVID-19 di tanah air.
"Sangat berisiko terjadi peningkatan kasus akibat pelonggaran aktivitas ekonomi dan sosial," kata Ahli Epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Iwan Ariawan melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.
Hal tersebut disampaikannya menanggapi petisi tolak kartu vaksin COVID-19 sebagai syarat administrasi memasuki area mal yang dibuat di situs change.org dengan judul "batalkan kartu vaksin sebagai syarat administrasi".
Padahal, menurut Iwan Ariawan, pemerintah memiliki tujuan baik menjadikan kartu vaksin sebagai syarat administrasi. Oleh karena itu, diharapkan masyarakat memahami hal tersebut sebelum memutuskan mendukung petisi.
Baca juga: Sikap pemerintah terhadap akun pesohor yang tolak vaksin
"Peraturan penggunaan sertifikat vaksin sebagai syarat masuk ke tempat umum dibuat untuk melindungi kita dan keluarga agar tidak tertular COVID-19," ujar Iwan.
Masyarakat berhak menentukan mau atau tidak divaksin, akan tetapi, pemerintah juga berhak mengatur aktivitas di tempat umum agar semua aman dan COVID-19 terkendali.
Ia menduga petisi itu muncul dan mendapat dukungan karena ada sebagian masyarakat merasa mobilitasnya dibatasi dengan syarat kartu vaksinasi.
Padahal, syarat vaksinasi dan penggunaan aplikasi PeduliLindungi bertujuan agar masyarakat dapat melakukan kegiatan ekonomi dan sosial dengan tetap aman. Orang yang berisiko tertular atau menularkan dapat dicegah beraktivitas di tempat umum.
Baca juga: Banyak guru tolak divaksin, FSGI minta sosialisasi lebih masif
Sementara itu, Tenaga Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika Bidang Komunikasi dan Media Massa, Devie Rahmawati mengatakan kemungkinan orang yang mendukung petisi tersebut belum mengerti tentang fungsi vaksinasi COVID-19. Padahal, studi ilmiah membuktikan vaksin dapat melindungi seseorang dari paparan COVID-19.
"Data menunjukkan 90 persen yang terinfeksi COVID-19 bahkan mengalami hal-hal buruk itu salah satunya karena belum divaksin," kata Devie.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan Maxi Rein Rondonuwu mengatakan petisi merupakan aspirasi masyarakat.
"Pemerintah akan berusaha memperbaiki salah satu yang disinggung dalam petisi yaitu masalah kesulitan terhadap akses vaksin," ujar dia.
"Sangat berisiko terjadi peningkatan kasus akibat pelonggaran aktivitas ekonomi dan sosial," kata Ahli Epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Iwan Ariawan melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.
Hal tersebut disampaikannya menanggapi petisi tolak kartu vaksin COVID-19 sebagai syarat administrasi memasuki area mal yang dibuat di situs change.org dengan judul "batalkan kartu vaksin sebagai syarat administrasi".
Padahal, menurut Iwan Ariawan, pemerintah memiliki tujuan baik menjadikan kartu vaksin sebagai syarat administrasi. Oleh karena itu, diharapkan masyarakat memahami hal tersebut sebelum memutuskan mendukung petisi.
Baca juga: Sikap pemerintah terhadap akun pesohor yang tolak vaksin
"Peraturan penggunaan sertifikat vaksin sebagai syarat masuk ke tempat umum dibuat untuk melindungi kita dan keluarga agar tidak tertular COVID-19," ujar Iwan.
Masyarakat berhak menentukan mau atau tidak divaksin, akan tetapi, pemerintah juga berhak mengatur aktivitas di tempat umum agar semua aman dan COVID-19 terkendali.
Ia menduga petisi itu muncul dan mendapat dukungan karena ada sebagian masyarakat merasa mobilitasnya dibatasi dengan syarat kartu vaksinasi.
Padahal, syarat vaksinasi dan penggunaan aplikasi PeduliLindungi bertujuan agar masyarakat dapat melakukan kegiatan ekonomi dan sosial dengan tetap aman. Orang yang berisiko tertular atau menularkan dapat dicegah beraktivitas di tempat umum.
Baca juga: Banyak guru tolak divaksin, FSGI minta sosialisasi lebih masif
Sementara itu, Tenaga Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika Bidang Komunikasi dan Media Massa, Devie Rahmawati mengatakan kemungkinan orang yang mendukung petisi tersebut belum mengerti tentang fungsi vaksinasi COVID-19. Padahal, studi ilmiah membuktikan vaksin dapat melindungi seseorang dari paparan COVID-19.
"Data menunjukkan 90 persen yang terinfeksi COVID-19 bahkan mengalami hal-hal buruk itu salah satunya karena belum divaksin," kata Devie.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan Maxi Rein Rondonuwu mengatakan petisi merupakan aspirasi masyarakat.
"Pemerintah akan berusaha memperbaiki salah satu yang disinggung dalam petisi yaitu masalah kesulitan terhadap akses vaksin," ujar dia.