Sampit (ANTARA) - Disahkannya Undang-Undang tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD) membawa angin segar bagi pemerintah daerah, salah satunya harapan direalisasikannya dana bagi hasil bidang perkebunan.

"Selama ini kan pemasukan dari pajak di bidang perkebunan ini masuknya ke pemerintah pusat, padahal yang merasakan dampak aktivitas perkebunan itu kita di daerah, seperti laju kerusakan jalan dan dampak lainnya. Sudah seharusnya daerah penghasil seperti Kotawaringin Timur ini mendapat dana bagi hasil," kata Ketua Fraksi DPRD Kotawaringin Timur, Abadi di Sampit, Kamis.

Undang-Undang HKPD disetujui dalam rapat paripurna DPR RI pada pada Selasa (7/12) lalu. Disebutkan bahwa ketentuan terkait dana alokasi umum (DAU) dan dana bagi hasil (DBH) mulai berlaku pada 2023, sedangkan ketentuan terkait pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD) dilaksanakan paling lambat dua tahun setelah UU HKPD diundangkan.

Salah satu yang diatur adalah aturan terkait dana bagi hasil pajak bagi daerah penghasil. Bagi Kotawaringin Timur, ini menjadi kabar menggembirakan karena daerah ini memiliki potensi sangat besar di bidang perkebunan kelapa sawit.

Selama ini pendapatan daerah dari sektor perkebunan kelapa sawit diperoleh dari sektor pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), pajak kendaraan dan pendapatan lainnya yang bukan dari produk kelapa sawit dan produk turunannya.

Abadi berharap dana bagi hasil pajak bidang perkebunan direalisasikan ke daerah sesuai harapan. Ini akan sangat membantu daerah dalam membiayai pembangunan.

Ini juga untuk memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat di daerah. Jangan sampai hanya merasakan dampak dari aktivitas perkebunan, sedangkan hasilnya ditarik oleh pemerintah pusat.

Tidak dipungkiri, tingginya aktivitas kendaraan perusahaan perkebunan turut memicu laju kerusakan jalan. Hal itu terjadi karena muatan yang diangkut melebihi kemampuan jalan.

Baca juga: Legislator Kotim ajak masyarakat manfaatkan lahan telantar untuk tingkatkan kesejahteraan

Saat ini jumlah perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kotawaringin Timur sekitar 58 perusahaan. Jika dana bagi hasil daerah direalisasikan, maka kontribusinya diyakininya akan besar bagi daerah.

"Semoga ini bisa terealisasi sehingga dana bagi hasil dari sektor perkebunan lebih banyak masuk ke pendapatan daerah untuk pembangunan daerah," demikian Abadi.

Bupati Halikinnor mengatakan, jika Undang-Undang HKPD diberlakukan dan dana bagi hasil bidang perkebunan direalisasikan, maka Kotawaringin Timur diperkirakan akan mendapat sumber pendapatan baru yang sangat besar dan menjanjikan.

"Mudah-mudahan ini cepat diberlakukan. Saya menargetkan APBD kita pada akhir periode kepemimpinan kami tahun 2024 nanti minimal sudah mencapai Rp3 hingga Rp4 triliun, seimbang dengan APBD Provinsi Kalteng," kata Halikinnor.

Halikinnor menyebutkan, setiap tahun ada sekitar sembilan juta ton CPO (crude palm oil) atau minyak kelapa sawit yang dibawa ke luar daerah dari Kotawaringin Timur. Namun, tidak ada pemasukan langsung dalam bentuk pajak yang didapat daerah ini.

Halikinnor mengaku sudah beberapa kali mengusulkan dana bagi hasil ini dalam forum nasional. Dia bersyukur jika aspirasi itu kini akan diwujudkan melalui Undang-Undang HKPD.

Pihaknya juga sudah sering bertemu dengan pengusaha perkebunan membahas masalah tersebut. Pihak perusahaan juga tidak mempermasalahkan dan justru mendukung aspirasi itu.

"Pihak perusahaan kan selama ini memang selalu membayar pajak-pajak tersebut, tapi soal pembagiannya itu kan urusan pemerintah pusat. Kalau itu nanti dibagi dengan daerah, mereka juga mendukung. Selama ini perusahaan membantu daerah melalui program CSR mereka," demikian Halikinnor.

Baca juga: Pengadilan Negeri Sampit raih penghargaan layanan penyandang disabilitas

Baca juga: Bayi ditemukan di semak-semak telantar 28 jam setelah dilahirkan di lokasi

Baca juga: Pemkab Kotim didorong optimalkan keterlibatan swasta


Pewarta : Norjani
Uploader : Admin 2
Copyright © ANTARA 2024