Jakarta (ANTARA) - Psikolog anak dan remaja dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia, Vera Itabiliana Hadiwidjojo mengatakan, berbeda dari orang dewasa, cemas yang dialami remaja bisa berkali-kali lipat.
"Secara ilmiah ada hormon THP dalam tubuh yang ketika kita cemas hormon ini akan keluar dan meredakan cemas itu. Tapi di remaja, entah kenapa hormon bekerja sebaliknya. Jadi ketika cemas hormon ini melipatgandakan," kata dia dalam sebuah konferensi pers virtual, Selasa (11/1).
Oleh karena itu, tidak perlu heran saat melihat remaja merasa seperti langit sedang runtuh hanya gara-gara salah memilih baju atau salah mengenakan sesuatu. Bila orang dewasa menyebutnya berlebihan, maka pada remaja ini hal biasa.
"Jangan heran lihat remaja salah pilih baju kayak langit runtuh. Kita suka bilang lebay buat mereka enggak," tutur Vera.
Para peneliti dalam studi yang dipublikasikan jurnal Nature Neuroscience beberapa waktu lalu juga menyebutkan, hormon THP yang bisa menenangkan anak-anak dan orang dewasa tetapi pada membuat remaja justru membuat mereka lebih cemas.
Baca juga: Ini alasan di balik gejolak emosi pada remaja menurut psikolog
THP yang juga mempengaruhi suasana hati ini juga dapat membuat remaja lebih cemas dengan memblokir reseptor GABA.
Di sisi lain, pengalaman pertama juga bisa membuat seorang remaja mengalami cemas dan stres, termasuk UTBK-SBMPTN yang bagi sebagain mereka suatu gerbang menuju tahapan jenjang pendidikan selanjutnya.
"Jangankan ujian, tugas juga cukup membuat mereka stres. Setiap kali mereka dievaluasi, dinilai kemampuannya itu bikin stres, apalagi UTBK. UTBK itu suatu gerbang untuk anak-anak ini masuk ke tahapan selanjutnya," kata Vera.
Menurut dia, pada remaja masih lebih dominan emosi sehingga membutuhkan waktu untuk menenangkan emosinya. Hal ini dipengaruhi prefrontal cortex yang belum optimal.
Vera mengatakan, mereka yang cenderung terlihat mudah cemas dan stres yakni remaja dengan kemandirian dalam berpikir kurang terlatih, selama ini selalu mudah dalam menjalani hidupnya sehingga menjadi kurang tangguh dan tak terbiasa mempunyai rencana cadangan atau back up plan.
Baca juga: Pentingnya remaja lewati masa pubertas tanpa 'baper'
Baca juga: Korban 'cyberbullying' meningkat di kalangan anak-anak dan remaja
Baca juga: Psikolog bagikan tips sederhana bahagiakan anak di tengah pandemi
"Secara ilmiah ada hormon THP dalam tubuh yang ketika kita cemas hormon ini akan keluar dan meredakan cemas itu. Tapi di remaja, entah kenapa hormon bekerja sebaliknya. Jadi ketika cemas hormon ini melipatgandakan," kata dia dalam sebuah konferensi pers virtual, Selasa (11/1).
Oleh karena itu, tidak perlu heran saat melihat remaja merasa seperti langit sedang runtuh hanya gara-gara salah memilih baju atau salah mengenakan sesuatu. Bila orang dewasa menyebutnya berlebihan, maka pada remaja ini hal biasa.
"Jangan heran lihat remaja salah pilih baju kayak langit runtuh. Kita suka bilang lebay buat mereka enggak," tutur Vera.
Para peneliti dalam studi yang dipublikasikan jurnal Nature Neuroscience beberapa waktu lalu juga menyebutkan, hormon THP yang bisa menenangkan anak-anak dan orang dewasa tetapi pada membuat remaja justru membuat mereka lebih cemas.
Baca juga: Ini alasan di balik gejolak emosi pada remaja menurut psikolog
THP yang juga mempengaruhi suasana hati ini juga dapat membuat remaja lebih cemas dengan memblokir reseptor GABA.
Di sisi lain, pengalaman pertama juga bisa membuat seorang remaja mengalami cemas dan stres, termasuk UTBK-SBMPTN yang bagi sebagain mereka suatu gerbang menuju tahapan jenjang pendidikan selanjutnya.
"Jangankan ujian, tugas juga cukup membuat mereka stres. Setiap kali mereka dievaluasi, dinilai kemampuannya itu bikin stres, apalagi UTBK. UTBK itu suatu gerbang untuk anak-anak ini masuk ke tahapan selanjutnya," kata Vera.
Menurut dia, pada remaja masih lebih dominan emosi sehingga membutuhkan waktu untuk menenangkan emosinya. Hal ini dipengaruhi prefrontal cortex yang belum optimal.
Vera mengatakan, mereka yang cenderung terlihat mudah cemas dan stres yakni remaja dengan kemandirian dalam berpikir kurang terlatih, selama ini selalu mudah dalam menjalani hidupnya sehingga menjadi kurang tangguh dan tak terbiasa mempunyai rencana cadangan atau back up plan.
Baca juga: Pentingnya remaja lewati masa pubertas tanpa 'baper'
Baca juga: Korban 'cyberbullying' meningkat di kalangan anak-anak dan remaja
Baca juga: Psikolog bagikan tips sederhana bahagiakan anak di tengah pandemi