Palangka Raya (ANTARA) - Kepala Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum LHK) Wilayah Kalimantan melalui Kepala Kantor Seksi Wilayah I Palangka Raya, Irmansyah membenarkan pihaknya telah menghentikan kegiatan pertambangan batu andesit PT Selo Agung Setiadji (SAS).
"Aktivitas perusahaan kami hentikan sementara karena melakukan pertambangan di kawasan hutan tanpa izin dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan," kata Kepala Kantor Seksi Wilayah I Palangka Raya, Irmansyah di Palangka Raya, Jumat pagi.
Dia menjelaskan pihaknya diinstruksikan langsung oleh Direktur Jenderal Gakkum LHK di Jakarta, dan Kepala Balai Gakkum LHK Wilayah Kalimantan di Samarinda, agar melakukan pengumpulan bahan keterangan (pulbaket) aktivitas PT SAS.
"Wilayah operasional penambangan berada di Desa Hampangen Kelurahan Kasongan Lama, Kabupaten Katingan, seluas 10 hektare," jelas pejabat yang wilayah kerjanya meliputi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan itu.
Dia menyebutkan tujuan pulbaket untuk memastikan kebenaran informasi dari masyarakat yang menyebutkan kegiatan penambangan batu andesit perusahaan tersebut berada di dalam kawasan hutan. Operasionalnya tanpa mengatongi izin dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan yakni izin penggunaan pinjam pakai kawasan hutan terhadap usaha pertambangan.
"Hasil pulbaket membenarkan dugaan aktivitas penambangan tanpa izin di kawasan hutan. Sehingga pimpinan memerintahkan kami untuk melakukan proses penindakan terhadap perusahaan tersebut," ucapnya.
Dia membeberkan kawasan hutan tempat aktivitas PT SAS masuk dalam Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) yang diperuntukkan bagi pengembangan dan penelitian kawasan hutan seluas kurang lebih 5 ribu hektare.
Dikatakannya dari hasil pemeriksaan dan keterangan para saksi diantaranya operator ekskavator dan sopir truk untuk sementara telah ditahan seorang pria berinisial ZT yang sehari-harinya merupakan penanggung jawab lapangan.
"Kami amankan ZT selaku Kepala Teknik Tambang perusahaan tersebut. Guna penyidikan lebih lanjut ZT ditahan selama 20 hari ke depan sejak Rabu (18/5) lalu dan kami titipkan di Rutan Polda Kalteng," jelas Irmansyah.
Baca juga: Terdakwa kasus narkoba divonis bebas, kejaksaan Palangka Raya ajukan Kasasi
Ikut diamankan barang bukti berupa dua unit wheelloader, tiga unit ekskavator dan dua unit dump truck. Pihak Kantor Gakkum LHK Kalimantan Seksi Wilayah I Palangka Raya juga memasang plang larangan beraktivitas di lokasi penambangan batu andesit PT. SAS di Desa Hampangen Katingan, Rabu (18/5) lalu.
Guna mempertanggungjawabkan perbuatannya PT SAS dan ZT dijerat Pasal 50 ayat (2) huruf a junto Pasal 78 ayat (2) UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana diubah dengan paragraf 4 Pasal 26 angka 17 UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp. 7,5 miliar.
Junto Pasal 89 ayat (1) UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan sebagaimana diubah dengan paragraf 4 Pasal 27 angka 5 UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun serta pidana denda paling sedikit Rp. 1,5 miliar dan paling banyak Rp. 10 miliar.
"Siapapun boleh berusaha baik di bidang pertambangan dan perkebunan namun harus dilengkapi perizinan yang sah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku," demikian Irmansyah.
Baca juga: Jika bupati setuju, Gubernur Kalteng siap terdepan tuntut realisasi plasma 20 persen
Baca juga: Dampak dari IKN, DAS Barito dinilai berpotensi menjadi provinsi baru
"Aktivitas perusahaan kami hentikan sementara karena melakukan pertambangan di kawasan hutan tanpa izin dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan," kata Kepala Kantor Seksi Wilayah I Palangka Raya, Irmansyah di Palangka Raya, Jumat pagi.
Dia menjelaskan pihaknya diinstruksikan langsung oleh Direktur Jenderal Gakkum LHK di Jakarta, dan Kepala Balai Gakkum LHK Wilayah Kalimantan di Samarinda, agar melakukan pengumpulan bahan keterangan (pulbaket) aktivitas PT SAS.
"Wilayah operasional penambangan berada di Desa Hampangen Kelurahan Kasongan Lama, Kabupaten Katingan, seluas 10 hektare," jelas pejabat yang wilayah kerjanya meliputi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan itu.
Dia menyebutkan tujuan pulbaket untuk memastikan kebenaran informasi dari masyarakat yang menyebutkan kegiatan penambangan batu andesit perusahaan tersebut berada di dalam kawasan hutan. Operasionalnya tanpa mengatongi izin dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan yakni izin penggunaan pinjam pakai kawasan hutan terhadap usaha pertambangan.
"Hasil pulbaket membenarkan dugaan aktivitas penambangan tanpa izin di kawasan hutan. Sehingga pimpinan memerintahkan kami untuk melakukan proses penindakan terhadap perusahaan tersebut," ucapnya.
Dia membeberkan kawasan hutan tempat aktivitas PT SAS masuk dalam Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) yang diperuntukkan bagi pengembangan dan penelitian kawasan hutan seluas kurang lebih 5 ribu hektare.
Dikatakannya dari hasil pemeriksaan dan keterangan para saksi diantaranya operator ekskavator dan sopir truk untuk sementara telah ditahan seorang pria berinisial ZT yang sehari-harinya merupakan penanggung jawab lapangan.
"Kami amankan ZT selaku Kepala Teknik Tambang perusahaan tersebut. Guna penyidikan lebih lanjut ZT ditahan selama 20 hari ke depan sejak Rabu (18/5) lalu dan kami titipkan di Rutan Polda Kalteng," jelas Irmansyah.
Baca juga: Terdakwa kasus narkoba divonis bebas, kejaksaan Palangka Raya ajukan Kasasi
Ikut diamankan barang bukti berupa dua unit wheelloader, tiga unit ekskavator dan dua unit dump truck. Pihak Kantor Gakkum LHK Kalimantan Seksi Wilayah I Palangka Raya juga memasang plang larangan beraktivitas di lokasi penambangan batu andesit PT. SAS di Desa Hampangen Katingan, Rabu (18/5) lalu.
Guna mempertanggungjawabkan perbuatannya PT SAS dan ZT dijerat Pasal 50 ayat (2) huruf a junto Pasal 78 ayat (2) UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana diubah dengan paragraf 4 Pasal 26 angka 17 UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp. 7,5 miliar.
Junto Pasal 89 ayat (1) UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan sebagaimana diubah dengan paragraf 4 Pasal 27 angka 5 UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun serta pidana denda paling sedikit Rp. 1,5 miliar dan paling banyak Rp. 10 miliar.
"Siapapun boleh berusaha baik di bidang pertambangan dan perkebunan namun harus dilengkapi perizinan yang sah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku," demikian Irmansyah.
Baca juga: Jika bupati setuju, Gubernur Kalteng siap terdepan tuntut realisasi plasma 20 persen
Baca juga: Dampak dari IKN, DAS Barito dinilai berpotensi menjadi provinsi baru