Sampit (ANTARA) - Fraksi Demokrat DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah menyebut masih banyak anak di daerah ini yang terkendala untuk bersekolah lantaran kondisi yang seharusnya bisa dicarikan solusinya oleh pemerintah daerah.
"Bagaimana mungkin kita berkampanye Wajib Belajar 9 Tahun namun kita berdiam saja ketika banyak sekolah-sekolah dasar yang sudah over kapasitas, namun tidak membuat langkah-langkah konkret untuk membangun sekolah-sekolah baru," kata anggota Fraksi Demokrat, Parningotan Lumban Gaol di Sampit, Kamis.
Dijelaskan, amanat Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 pada ayat 1 Pasal II disebutkan bahwa pemerintah dan pemerintahan daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga masyarakat.
Faktanya, Fraksi Demokrat melihat masih sangat banyak masyarakat yang kesulitan untuk memasukkan anak-anaknya untuk bersekolah, termasuk di tingkat Sekolah Dasar.
Beberapa kendala yang dihadapi masyarakat di antaranya, tidak diterima di sekolah zonasinya akibat daya tampung sekolah yang terbatas.
Ada pula warna yang menunda anaknya untuk masuk sekolah akibat biaya yang bagi mereka masih besar untuk masuk Sekolah Dasar. Biaya tersebut mulai dari pembelian seragam sekolah dan berbagai atribut, hingga membayar uang komite untuk alasan pembelian kursi sekolah yang sudah banyak rusak.
Baca juga: DPRD Kotim dorong digitalisasi perpustakaan daerah
Kendala lain yaitu jarak tempuh Sekolah Dasar yang terlalu jauh dari tempat tinggalnya, sehingga mengeluarkan biaya lebih untuk transportasi. Kondisi ini akhirnya membatalkan pekerjaan sampingan dalam menopang kebutuhan keluarga.
"Fraksi Demokrat mengharapkan agar legislator dari fraksi lain lebih banyak mengkaji regulasi. Hal ini untuk menjawab tantangan zonasi yang dinilai semakin tahun semakin kurang mendidik dan kurang berkeadilan," ujar Lumban Gaol.
Fraksi Demokrat juga menilai pemerintah melalui Dinas Pendidikan masih tidak peka untuk membuat suatu terobosan dalam menjawab persoalan-persoalan mendasar yang dialami para orang tua siswa ketika akan memasukkan anak-anaknya ke sekolah-sekolah terdekat dengan tempat tinggalnya.
Kondisi ironis ini tidak boleh terus dibiarkan. Pemerintah daerah tidak boleh hanya mau menuntut prestasi-prestasi anak bangsa, tetapi seolah kita tidak tahu bahwa sekolah kekurangan guru dan sarana lainnya.
"Kita sebagai pejabat terlalu penuh kepura-puraan, bersandiwara dan yang lebih ekstrem adalah hanya mementingkan diri sendiri," demikian Lumban Gaol.
Baca juga: Menhub setujui perpanjangan landasan Bandara Sampit dan dukung tol sungai
Baca juga: DPRD Kotim dukung percepatan jalan khusus kendaraan perusahaan
Baca juga: Pembagian 10.000 bendera dan pawai pembangunan semarakkan HUT RI di Kotim
"Bagaimana mungkin kita berkampanye Wajib Belajar 9 Tahun namun kita berdiam saja ketika banyak sekolah-sekolah dasar yang sudah over kapasitas, namun tidak membuat langkah-langkah konkret untuk membangun sekolah-sekolah baru," kata anggota Fraksi Demokrat, Parningotan Lumban Gaol di Sampit, Kamis.
Dijelaskan, amanat Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 pada ayat 1 Pasal II disebutkan bahwa pemerintah dan pemerintahan daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga masyarakat.
Faktanya, Fraksi Demokrat melihat masih sangat banyak masyarakat yang kesulitan untuk memasukkan anak-anaknya untuk bersekolah, termasuk di tingkat Sekolah Dasar.
Beberapa kendala yang dihadapi masyarakat di antaranya, tidak diterima di sekolah zonasinya akibat daya tampung sekolah yang terbatas.
Ada pula warna yang menunda anaknya untuk masuk sekolah akibat biaya yang bagi mereka masih besar untuk masuk Sekolah Dasar. Biaya tersebut mulai dari pembelian seragam sekolah dan berbagai atribut, hingga membayar uang komite untuk alasan pembelian kursi sekolah yang sudah banyak rusak.
Baca juga: DPRD Kotim dorong digitalisasi perpustakaan daerah
Kendala lain yaitu jarak tempuh Sekolah Dasar yang terlalu jauh dari tempat tinggalnya, sehingga mengeluarkan biaya lebih untuk transportasi. Kondisi ini akhirnya membatalkan pekerjaan sampingan dalam menopang kebutuhan keluarga.
"Fraksi Demokrat mengharapkan agar legislator dari fraksi lain lebih banyak mengkaji regulasi. Hal ini untuk menjawab tantangan zonasi yang dinilai semakin tahun semakin kurang mendidik dan kurang berkeadilan," ujar Lumban Gaol.
Fraksi Demokrat juga menilai pemerintah melalui Dinas Pendidikan masih tidak peka untuk membuat suatu terobosan dalam menjawab persoalan-persoalan mendasar yang dialami para orang tua siswa ketika akan memasukkan anak-anaknya ke sekolah-sekolah terdekat dengan tempat tinggalnya.
Kondisi ironis ini tidak boleh terus dibiarkan. Pemerintah daerah tidak boleh hanya mau menuntut prestasi-prestasi anak bangsa, tetapi seolah kita tidak tahu bahwa sekolah kekurangan guru dan sarana lainnya.
"Kita sebagai pejabat terlalu penuh kepura-puraan, bersandiwara dan yang lebih ekstrem adalah hanya mementingkan diri sendiri," demikian Lumban Gaol.
Baca juga: Menhub setujui perpanjangan landasan Bandara Sampit dan dukung tol sungai
Baca juga: DPRD Kotim dukung percepatan jalan khusus kendaraan perusahaan
Baca juga: Pembagian 10.000 bendera dan pawai pembangunan semarakkan HUT RI di Kotim