Jakarta (ANTARA) - Restoran The Canteen yang terletak di barat daya Inggris tidak hanya menyediakan harga setiap hidangan di menunya melainkan juga informasi mengenai jejak karbon yang terkandung di dalam sajian.
Menu beetroot and carrot pakora with yoghurt, misalnya, hanya bertanggung jawab atas 16 gram emisi CO2. Ada pula menu terung dengan saus miso dan harissa dengan tabbouleh dan roti panggang Zaatar menghasilkan 675 gram karbon dioksida.
Menu di restoran tersebut juga mencatat perbandingan dengan hidangan yang tidak mereka sajikan, yaitu burger daging sapi yang diproduksi di Inggris yang menghasilkan emisi 10 kali lipat dibandingkan olahan alternatifnya.
The Canteen pada Juli menjadi restoran pertama yang setuju untuk menyajikan informasi jejak karbon pada menu yang mereka sajikan di bawah kampanye yang dipelopori oleh Viva!, sebuah badan amal kampanye vegan di Inggris.
Manajer restoran The Canteen Liam Stock menyebut langkah tersebut sebagai cara untuk melihat dan memahami tindakan yang telah dilakukan manusia terkait krisis iklim.
Mengenai apakah jejak karbon mempengaruhi pilihan pesanan para pengunjung, hal tersebut masih perlu untuk ditilik kembali. Namun demikian, Stock mengatakan inovasi menu restorannya telah memicu minat dan dukungan.
"Di Inggris jika Anda memiliki restoran besar, menjadi kewajiban bagi Anda untuk menyediakan informasi mengenai kalori di menu. Tapi banyak orang mengatakan mereka lebih tertarik pada jejak karbon,” kata Stock, dikutip dari AFP pada Rabu.
Sebuah daftar menu yang disajikan oleh restoran The Canteen. (ANTARA/HO-canteenbristol.co.uk)
Menurut Stock, hidangan di restorannya akan menghasilkan jejak karbon rendah karena sebagian besar bahannya bersumber dari dalam negeri.
Sementara itu, manajer kampanye di Viva! Laura Hellwig mengatakan angka jejak karbon harus menjadi kewajiban yang disediakan oleh pihak restoran.
Ia berpendapat bahwa kebanyakan orang akan benar-benar memilih sesuatu yang baik untuk planet ini apabila dihadapkan dengan perbandingan antara jejak karbon dari makanan berbasis daging dan hidangan vegan.
"Kita berada dalam keadaan darurat iklim dan konsumen harus dapat membuat pilihan yang tepat," kata aktivis itu.
Untuk menghitung jejak karbon pada makanan, The Canteen mengirimkan resep dan sumber bahan yang mereka gunakan ke perusahaan khusus bernama MyEmissions. Perusahaan itu dapat menghitung dampak karbon yang dihasilkan dengan mempertimbangkan aspek pertanian, pemrosesan, pengangkutan, hingga pengemasan.
Jejak karbon yang dihasilkan dari aktivitas bisnis dan konsumen semakin mendapat sorotan ketika banyak negara berjuang untuk membatasi kenaikan suhu global hingga 1,5 derajat Celcius dan untuk mencapai emisi nol bersih pada 2050.
Menurut pemerintah Inggris, rata-rata orang Inggris meninggalkan jejak karbon tahunan lebih dari 10 ton. Inggris sendiri telah menetapkan tujuan ambisius untuk mengurangi emisi karbon sebesar 78 persen pada 2035, dibandingkan dengan tingkat emisi di tahun 1990, untuk memenuhi komitmen perubahan iklim internasionalnya.
Menu beetroot and carrot pakora with yoghurt, misalnya, hanya bertanggung jawab atas 16 gram emisi CO2. Ada pula menu terung dengan saus miso dan harissa dengan tabbouleh dan roti panggang Zaatar menghasilkan 675 gram karbon dioksida.
Menu di restoran tersebut juga mencatat perbandingan dengan hidangan yang tidak mereka sajikan, yaitu burger daging sapi yang diproduksi di Inggris yang menghasilkan emisi 10 kali lipat dibandingkan olahan alternatifnya.
The Canteen pada Juli menjadi restoran pertama yang setuju untuk menyajikan informasi jejak karbon pada menu yang mereka sajikan di bawah kampanye yang dipelopori oleh Viva!, sebuah badan amal kampanye vegan di Inggris.
Manajer restoran The Canteen Liam Stock menyebut langkah tersebut sebagai cara untuk melihat dan memahami tindakan yang telah dilakukan manusia terkait krisis iklim.
Mengenai apakah jejak karbon mempengaruhi pilihan pesanan para pengunjung, hal tersebut masih perlu untuk ditilik kembali. Namun demikian, Stock mengatakan inovasi menu restorannya telah memicu minat dan dukungan.
"Di Inggris jika Anda memiliki restoran besar, menjadi kewajiban bagi Anda untuk menyediakan informasi mengenai kalori di menu. Tapi banyak orang mengatakan mereka lebih tertarik pada jejak karbon,” kata Stock, dikutip dari AFP pada Rabu.
Menurut Stock, hidangan di restorannya akan menghasilkan jejak karbon rendah karena sebagian besar bahannya bersumber dari dalam negeri.
Sementara itu, manajer kampanye di Viva! Laura Hellwig mengatakan angka jejak karbon harus menjadi kewajiban yang disediakan oleh pihak restoran.
Ia berpendapat bahwa kebanyakan orang akan benar-benar memilih sesuatu yang baik untuk planet ini apabila dihadapkan dengan perbandingan antara jejak karbon dari makanan berbasis daging dan hidangan vegan.
"Kita berada dalam keadaan darurat iklim dan konsumen harus dapat membuat pilihan yang tepat," kata aktivis itu.
Untuk menghitung jejak karbon pada makanan, The Canteen mengirimkan resep dan sumber bahan yang mereka gunakan ke perusahaan khusus bernama MyEmissions. Perusahaan itu dapat menghitung dampak karbon yang dihasilkan dengan mempertimbangkan aspek pertanian, pemrosesan, pengangkutan, hingga pengemasan.
Jejak karbon yang dihasilkan dari aktivitas bisnis dan konsumen semakin mendapat sorotan ketika banyak negara berjuang untuk membatasi kenaikan suhu global hingga 1,5 derajat Celcius dan untuk mencapai emisi nol bersih pada 2050.
Menurut pemerintah Inggris, rata-rata orang Inggris meninggalkan jejak karbon tahunan lebih dari 10 ton. Inggris sendiri telah menetapkan tujuan ambisius untuk mengurangi emisi karbon sebesar 78 persen pada 2035, dibandingkan dengan tingkat emisi di tahun 1990, untuk memenuhi komitmen perubahan iklim internasionalnya.